Sunday, May 6, 2007

Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar
glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena
tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara adekuat.

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat
setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah
malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah.
Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL
pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang
mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat
secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun,
terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas,
merupakan zat utama yang bertanggungjawab dalam
mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin
menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan
energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan
atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan
insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah
yang
lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun
secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik
kadar gula darah juga bisa menurun karena otot
menggunakan glukosa untuk energi.

PENYEBAB:

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin
yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang
normal atau jika sel tidak memberikan respon yang
tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus
tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin)
menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak
menghasilkan
insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I
terjadi sebelum usia 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin
berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem
kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di
pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel
penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan
permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan
penderita
harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak
tergantung kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap
menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi
dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap
efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.

Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan
dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.


Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah
obesitas,/I>, 80-90% penderita mengalami obesitas.
Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.

Penyebab diabetes lainnya adalah:

· Kadar kortikosteroid yang tinggi
· Kehamilan (diabetes gestasional)
· Obat-obatan
· Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari
insulin

GEJALA:

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah
sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai
ke air kemih.
Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang
air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih
dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang
berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasikan hal ini penderita seringkali
merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual
dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga.
Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka
terhadap infeksi.

Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum
menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir
selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar
penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan
berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul
secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke
dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi
tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak
dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa
kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis
diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut
(terutama pada anak-anak).
Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh
berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas
penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang
menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,
penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis
jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau
penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan
gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan
insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang
berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang
terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat
tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya
terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau
obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi
berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental,
pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik.

KOMPLIKASI

Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak
pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.
Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam
dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah
menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini
maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju
ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak
terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat
berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat
terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam
pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih
sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi yang
jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa
melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf
dan kulit dan memperlambat penyembuhan luka.

Karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes
bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang yang
serius. Yang lebih sering terjadi adalah serangan
jantung dan stroke. Kerusakan pembuluh darah mata bisa
menyebabkan gangguan penglihatan ( retinopati
diabetikum). Kelainan fungsi ginjal menyebabkan gagal
ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa.

Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam
beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan
fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau
tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika
saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki
mengalami kerusakan ( polineuropati diabetikum), maka
pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau
nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada
saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera
karena penderita tidak dapat meredakan perubahan
tekanan maupun suhu.
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa
menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka
berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan
mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama
sehingga sebagian tungkai harus dimputasi.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi
diabetes dapat dicegah, ditunda atau diperlambat
dengan mengontrol kadar gula darah.


DIAGNOSA:

Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejala-
gejalanya (polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil
pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah
yang tinggi.

Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya
diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau
bisa juga diambil setelah makan. Pada usia diatas 65
tahun, paling baik jika pemeriksaan dilakukan setelah
berpuasa karena setelah makan, usia lanjut memiliki
peningkatan gula darah yang lebih tinggi.

Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah
tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan
tertentu, misalnya pada wanita hamil. Penderita
berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur
kadar gula darah puasa. Lalu penderita meminum larutan
khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam
kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.

PENGOBATAN:

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk
mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang
normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit
untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran
yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi
sementara maupun jangka panjang adalah semakin
berkurang.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan,
olah raga dan diet. Seseorang yang obesitas yang
menderita diabetes tipe II tidak akan memerlukan
pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan
berolah raga secara teratur. Tetapi kebanyakan
penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan
melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya
diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik
per-oral.

Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita
tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan
harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita
diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang
tinggi, karena
itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh
dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan
kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah
dan berat badan.

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani
diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya.
Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari
terjadinya komplikasi. Mereka juga harus memberikan
perhatian khusus terhadap infeksi kaki dan kukunya
harus dipotong secara teratur. Penting untuk
memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan
yang terjadi pada pembuluh darah di mata.

Terapi sulih insulin

Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin
pengganti.

Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam
penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru
ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju
penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam
penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan
lemak, biasanya dilengan, paha atau dinding perut.
Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa
terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing
memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja
paling cepat dan paling
sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan
kadar gula dalam
waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu
2-4 jam dan bekerja
selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali
digunakan oleh
penderita yang menjalani beberapa kali suntikan
setiap harinya dan
disutikkan 15-20 menit sebelum makan.

2. Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau
suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai
puncak maksimun dalam
waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa
disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi
kebutuhan selama sehari dan
dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi
kebutuhan sepanjang
malam.

3. Insulin kerja lama.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah
dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja
selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama
berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung
kepada:

· Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
· Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah
dan menyesuaikan dosisnya
· Aktivitas harian penderita
· Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami
penyakitnya
· Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari
hari ke hari.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan
sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi
sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling
minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh
dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua
diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak
tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh
dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin
kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai
suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah
insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya
perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada
makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya.
Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan
perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap
insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin
yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa
membentuk antibodi terhadap insulin pengganti.
Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga
penderita dengan resistansi terhadap insulin harus
meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan
jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang
terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa
terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di
sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak
(sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak
lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi
tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat
penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada
pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi
resistensi dan alergi.

Obat-obat hipoglikemik per-oral

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan
kadar gula darah secara adekuat pada penderita
diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes
tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid,
tolbutamid dan klorpropamid.
Obat ini menurunkan kadar gula darh dengan cara
merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan
meningkatkan efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi
pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh
terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan
cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada
penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga
gagal menurunkan kadar gula darah secara adekuat. Obat
ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari),
meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali
pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat
mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu
diberikan suntikan insulin.

Pemantauan pengobatan

Pemantauan kadar gula darah merupakan bagian yang
penting dari pengobatan diabetes. Adanya glukosa bisa
diketahui dari air kemih; tetap pemerisaan air kemih
bukan merupakan cara yang baik untuk memantau
pengobatan atau menyesuaikan dosis pengobatan. Saat
ini kadar gula darah dapat diukur sendiri dengan mudah
oleh penderita di rumah.

Penderita diabetes harus mencatat kadar gula darah
mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis
insulin atau obat hipoglikemiknya dapat disesuaikan.

Mengatasi komplikasi

Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu
banyak menurunkan kadar gula darah sehingga terjadi
hipoglikemia. Hipoglikemia juga bisa terjadi jika
penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya
atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa
makan.

Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama
yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi
otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen
yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan
pelepasan epinefrin ( adrenalin), yang cenderung
menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya
kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa
darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.

Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam
beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma
dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda
hipoglikemia, penderita harus segera makan gula.
Karena
itu penderita diabetes harus selalu membawa permen,
gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan
hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas
susu, air gula atau jus buah, sepotong kue,
buah-buahan atau makanan manis lainnya. Penderita
diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon, yang
bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan
makanan yang mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:

· Rasa lapar yang timbul secara tiba-tiba
· Sakit kepala
· Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba
· Badan gemetaran
· Berkeringat
· Bingung
· Penurunan kesadaran, koma.

Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan
darurat. Tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa
terjadi koma dan kematian.

Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif.
Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan
elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk
menggantikan yang hilang melalui air kemih yang
berlebihan.

Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa
bekerja dengan segera dan dosisnya disesuaikan. Kadar
glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap
beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa
disesuaikan. Contoh darah arteri diambil untuk
mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar gula darah
dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan
keseimbangan asam basa, tetapi kadang perlu diberikan
pengobatan tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.

Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar
non-ketotik sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis
diabetikum. Diberikan cairan dan elektrolit pengganti.
Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap
untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam otak. Kadar
gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan
keasaman darahnya tidak terlalu berat.

Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar
komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif.
Retinopati diabetik dapat diobati secara langsung
dengan pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran
pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan
retina yang menetap. Terapi laser dini bisa membantu
mencegah atau memperlambat hilangnya penglihatan.

di kutip dari: http://www.sehatgroup.web.id

No comments: