Ngeseks dengan Robot, Mungkinkah?
AMSTERDAM, MINGGU - Para ilmuwan dari berbagai belahan dunia dijadwalkan berkumpul dalam sebuah konferensi dunia yanguntuk pertamakalinya membahas kemungkinan hubungan secara pribadi antara manusia dengan robot. Konferensi yang digelar di Universitas Maastricht, Belanda Selatan, pada 12-13 Juni itu bahkan akan mendiskusikan kemungkinan hubungan seksual antara manusia dengan robot dalam beberapa dekade mendatang.
Para ahli dari Austria, Kanada, Belanda, Irlandia, Singapura, AS dan Inggris dijadwalkan hadir untuk menyampaikan sekitar 20 makalah dengan sejumlah topik menarik seperti aspek etis interaksi personal robot dan manusia yang disampaikan oleh Prof.dr. Ronald Arkin dari Georgia Institute of Technology, Atlanta, Amerika Serikat. Selain itu akan disampaikan pula pandangan mengenai berbagai aspek seperti emosi, kepribadian, pendekatan gender, psikologis, sosiologis, dan pendekatan filosofis.
Konferensi tersebut digagas menyusul disertasi doktor bertajuk "Intimate Relationships with Artificial Partners" karya David Levy yang dirampungkan di universitas yang sama pada Oktober 2007 lalu. Edisi komersial disertasi ini, yang berjudul ‘Love and Sex with Robots’ telah terbit tak lama setelah ia memperoleh gelar doktor tersebut . Dalam disertasinya, pecatur berusia 63 tahun itu menyatakan umat manusia akan semakin mengembangkan hubungan personal dengan robot.
Pada hari kedua konferensi bertajuk 1st International Conference On Human-Robot Personal Relatioship tersebut, Levy juga dijadwalkan menyampaikan makalah berjudul The Ethical Treatment of Artificially Conscious Robots.
kompas.com
Wednesday, June 4, 2008
Lemah, Komunikasi Dokter-Pasien di Indonesia
Fenomena banyaknya pasien Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri dalam pandangan Menko Kesra Aburizal Bakrie bukan hanya persoalan kemajuan peralatan medis serta teknologi semata. Namun menurutnya, hal yang ikut berpengaruh besar adalah minimnya perhatian dan waktu yang disediakan dokter untuk berkomunikasi dengan pasien.
"Saya kira salah satu masalahnya adalah lemahnya komunikasi. Banyak dokter di Indonesia yang tak bisa meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasiennya, sehingga pasien merasa kurang nyaman," ungkap Menko Kesra dalam sambutannya saat meresmikan beroperasinya Rumah Sakit Puri Indah di Jakarta Barat hari ini.
Menko menilai bahwa jam kerja para dokter di Indonesia memang sangat padat. Hal ini pun tidak terlepas dari masih sangat minimnya tenaga ahli medis profesional di Tanah Air .
"Para dokter memang sangat kurang waktunya untuk memberi perhatian lebih kepada pasien. Minimnya jumlah dokter juga menjadi penyebabnya sehingga yang harus diupayakan adalah bagaimana kita mencetak sebanyak-banyaknya dokter-dokter yang dapat berkomunikasi, memberi waktu dan perhatian bagi pasien," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pondok Indah Health Group, Dr. Hermansyah Kartowisastro mengakui bahwa untuk mengubah citra rumah sakit di Indonesia menjadi lebih baik sekaligus membuat para pasien tidak lagi berobat ke luar negeri adalah tantangan besar.
"Untuk itu, kami telah mulai berupaya melakukan berbagai terobosan di antarannya dengan memanfaatkan teknologi informasi guna meningkatkan kenyamanan, keselamatan dan keamanan pasien," ujarnya.
Dalam penerapannya di lapangan, RS Puri indah sendiri telah menggunakan sistem database komuputer seperti masalah peresepan yang merupakan wujud dari konsep paperless hospital. Dengan sistem teknologi informasi ini, jelas Hermansyur, rumah sakit menjadi lebih terbuka dan aman. "Semua juga bisa terhubung secara online satu sama lain, dan juga menghubungi rekan baik di dalam dan luar negeri," teranga.
Salah satu contoh sederhana misalnya masalah alergi pada pasien yang sudah tercatat sejak masuk RS. "Ketika dokter atau bagian lain membuka file di komputer, akan ada alert mengenai bagian apa dari pasien yang mengalami alergi. Ini juga sangat bermanfaat untuk membuat resep obat. Jadi ini akan memudahkan dokter dan membuat pasien aman," ujarnya.
bagaimana dengan perawat ??????????
kompas.com
Fenomena banyaknya pasien Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri dalam pandangan Menko Kesra Aburizal Bakrie bukan hanya persoalan kemajuan peralatan medis serta teknologi semata. Namun menurutnya, hal yang ikut berpengaruh besar adalah minimnya perhatian dan waktu yang disediakan dokter untuk berkomunikasi dengan pasien.
"Saya kira salah satu masalahnya adalah lemahnya komunikasi. Banyak dokter di Indonesia yang tak bisa meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasiennya, sehingga pasien merasa kurang nyaman," ungkap Menko Kesra dalam sambutannya saat meresmikan beroperasinya Rumah Sakit Puri Indah di Jakarta Barat hari ini.
Menko menilai bahwa jam kerja para dokter di Indonesia memang sangat padat. Hal ini pun tidak terlepas dari masih sangat minimnya tenaga ahli medis profesional di Tanah Air .
"Para dokter memang sangat kurang waktunya untuk memberi perhatian lebih kepada pasien. Minimnya jumlah dokter juga menjadi penyebabnya sehingga yang harus diupayakan adalah bagaimana kita mencetak sebanyak-banyaknya dokter-dokter yang dapat berkomunikasi, memberi waktu dan perhatian bagi pasien," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pondok Indah Health Group, Dr. Hermansyah Kartowisastro mengakui bahwa untuk mengubah citra rumah sakit di Indonesia menjadi lebih baik sekaligus membuat para pasien tidak lagi berobat ke luar negeri adalah tantangan besar.
"Untuk itu, kami telah mulai berupaya melakukan berbagai terobosan di antarannya dengan memanfaatkan teknologi informasi guna meningkatkan kenyamanan, keselamatan dan keamanan pasien," ujarnya.
Dalam penerapannya di lapangan, RS Puri indah sendiri telah menggunakan sistem database komuputer seperti masalah peresepan yang merupakan wujud dari konsep paperless hospital. Dengan sistem teknologi informasi ini, jelas Hermansyur, rumah sakit menjadi lebih terbuka dan aman. "Semua juga bisa terhubung secara online satu sama lain, dan juga menghubungi rekan baik di dalam dan luar negeri," teranga.
Salah satu contoh sederhana misalnya masalah alergi pada pasien yang sudah tercatat sejak masuk RS. "Ketika dokter atau bagian lain membuka file di komputer, akan ada alert mengenai bagian apa dari pasien yang mengalami alergi. Ini juga sangat bermanfaat untuk membuat resep obat. Jadi ini akan memudahkan dokter dan membuat pasien aman," ujarnya.
bagaimana dengan perawat ??????????
kompas.com
Infeksi di Rumah Sakit Mengancam Pasien
RUMAH sakit sebagai tempat perawatan dan penyembuhan pasien ternyata rentan bagi terjadinya infeksi penyakit. Infeksi di rumah sakit (Health-care Associated Infections/HAIs) merupakan persoalan serius karena dapat menimbulkan kematian pasien.
Menurut keterangan Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Farid W Husain saat peluncuran kampanye pengendalian infeksi nosokomial di Jakarta, Rabu (5/6), kasus infeksi di rumah sakit (nosokomial) pada pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai sembilan persen.
"Artinya kasus infeksi semacam ini dialami oleh lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia," ungkapnya
Di Indonesia, menurut Farid, sejauh ini belum ada data akurat tentang angka infeksi nosokomial nasional meski sudah sejak lama mengetahui dan melakukan upaya untuk mencegah dan mengendalikan masalah kesehatan tersebut.
"Di sini juga ada. Hanya belum ada yang mengeluarkan datanya. Karena itu, selama kampanye diharapkan data-data sekalian bisa dikumpulkan," katanya.
Masalah infeksi di rumah sakit, lanjut Farid, adalah persoalan serius karena bisa menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi melalui penularan antar pasien, dari pasien ke pengunjung atau petugas dan dari petugas ke pasien itu bisa mengakibatkan pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak.
Oleh karena itu, katanya, kejadian infeksi nosokomial harus ditekan hingga seminimal mungkin dengan menerapkan strategi pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat.
"Supaya tidak ada lagi infeksi, semua yang ada di rumah sakit harus tahu cara mencegah dan mengendalikannya, baik itu perawat, dokter, petugas laboratorium, penjaga, pasien, maupun pengunjungnya," kata Farid.
Ia menambahkan, untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran petugas kesehatan akan ancaman infeksi nosokomial mulai tahun ini Departemen Kesehatan melakukan kampanye dengan memberikan pendidikan dan pelatihan pengendalian infeksi di rumah sakit bagi tenaga kesehatan di rumah sakit.
Pada tahap awal, kampanye yang akan dilakukan bekerja sama dengan MRK Diagnostics dan The Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) itu dirancang untuk mengubah perilaku petugas kesehatan di 100 rumah sakit selama Juni 2008-Oktober 2009.
"Target awalnya 100 rumah sakit, dan selanjutnya ini akan dilakukan terus menerus di seluruh rumah sakit," katanya.
Ia menambahkan, Departemen Kesehatan dalam hal ini telah menetapkan Rumah Sakit Umum Pendidikan (RSUP) Adam Malik Medan, RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung, RSUP dr Sardjito Yogyakarta, RSUP dr.Sutomo Surabaya dan RSUP Sanglah Denpasar sebagai pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi.
kompas.com
RUMAH sakit sebagai tempat perawatan dan penyembuhan pasien ternyata rentan bagi terjadinya infeksi penyakit. Infeksi di rumah sakit (Health-care Associated Infections/HAIs) merupakan persoalan serius karena dapat menimbulkan kematian pasien.
Menurut keterangan Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Farid W Husain saat peluncuran kampanye pengendalian infeksi nosokomial di Jakarta, Rabu (5/6), kasus infeksi di rumah sakit (nosokomial) pada pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai sembilan persen.
"Artinya kasus infeksi semacam ini dialami oleh lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia," ungkapnya
Di Indonesia, menurut Farid, sejauh ini belum ada data akurat tentang angka infeksi nosokomial nasional meski sudah sejak lama mengetahui dan melakukan upaya untuk mencegah dan mengendalikan masalah kesehatan tersebut.
"Di sini juga ada. Hanya belum ada yang mengeluarkan datanya. Karena itu, selama kampanye diharapkan data-data sekalian bisa dikumpulkan," katanya.
Masalah infeksi di rumah sakit, lanjut Farid, adalah persoalan serius karena bisa menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi melalui penularan antar pasien, dari pasien ke pengunjung atau petugas dan dari petugas ke pasien itu bisa mengakibatkan pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak.
Oleh karena itu, katanya, kejadian infeksi nosokomial harus ditekan hingga seminimal mungkin dengan menerapkan strategi pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat.
"Supaya tidak ada lagi infeksi, semua yang ada di rumah sakit harus tahu cara mencegah dan mengendalikannya, baik itu perawat, dokter, petugas laboratorium, penjaga, pasien, maupun pengunjungnya," kata Farid.
Ia menambahkan, untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran petugas kesehatan akan ancaman infeksi nosokomial mulai tahun ini Departemen Kesehatan melakukan kampanye dengan memberikan pendidikan dan pelatihan pengendalian infeksi di rumah sakit bagi tenaga kesehatan di rumah sakit.
Pada tahap awal, kampanye yang akan dilakukan bekerja sama dengan MRK Diagnostics dan The Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) itu dirancang untuk mengubah perilaku petugas kesehatan di 100 rumah sakit selama Juni 2008-Oktober 2009.
"Target awalnya 100 rumah sakit, dan selanjutnya ini akan dilakukan terus menerus di seluruh rumah sakit," katanya.
Ia menambahkan, Departemen Kesehatan dalam hal ini telah menetapkan Rumah Sakit Umum Pendidikan (RSUP) Adam Malik Medan, RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung, RSUP dr Sardjito Yogyakarta, RSUP dr.Sutomo Surabaya dan RSUP Sanglah Denpasar sebagai pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi.
kompas.com
Subscribe to:
Posts (Atom)