Friday, July 27, 2007

Andropause: Mitos atau Kenyataan?

DEDY K. SARAGIH
Medical Representative, Medan


--------------------------------------------------------------------------------

Pengertian

Andropause berasal dari 2 kata,yaitu andro dan pause. Andro berarti pria, sedangkan pause berarti penghentian/stop. Secara harfiah berarti stopnya hormon androgen/testosteron pada pria, sehingga timbul keluhan-keluhan yang khas. Keluhan-keluhan itu mirip pada wanita yang sudah menopause. Karena ilmu tentang andropause dan obat-obatannya juga masih baru maka kini muncul nama-nama atau istilah untuk menamakan penyakit yang pada intinya penurunan hormon pada "aging men''.

Beberapa nama yang sering kita dengar:


PERDAM: Partian Endrocrine Deficiency In The Aging Male.
Pada istilah ini hormon yang turun adalah testosteron (T), Dehydroepiandrosteron (BHEA),Thyroid Stimulating Hormon (TSH), Growth Hormon (GH), Insulin-Like Growth Factor-1 (IGF-1), dan Melatonin.

PADAM: Partial Androgen Deficiency In The Aging Male.
Pada istilah ini hormon yang turun adalah androgen yang berbanding lurus dengan semakin bertambahnya usia.

PTDAM: Partial Testosteron Deficiency In The Aging Male.
Defisiensi yang hanya dilihat dari testosteronnya.
Dilihat dari nama PADAM dan PTDAM, istilah PADAM, berarti turunnya androgen. Androgen mempunyai 2 derifat, yaitu testosteron dan nandrolon. Sedang pada istilah PTDAM, hanya menunjukkan turunnya testosteron. Jadi, lebih spesifik pada satu jenis hormon testosteron yang memang esensi sekali sepanjang kehidupan seorang pria.

Istilah lain yang sering kita dengar adalah "Climakterik Pria", yaitu masa menjelang turunnya seksualitas pria dan terjadi penurunan hormon-hormon endokrin, yang menyebabkan keluhan-keluhan klinis. Menopause pria juga istilah yang sering kita dengar. Namun, istilah ini tidak tepat sebab pengertian menopause adalah berhentinya haid. Pada pria tidak terjadi haid sehingga bila dikatakan menopause pada pria maka sebenarnya kurang tepat. Banyaknya penamaan tersebut berarti bahwa kini berkembang ilmu tentang aging men, masing-masing memberi nama sesuai dengan disiplin ilmunya.

Baiklah kita memakai nama/istilah andropause mengingat:


Pengertian andropause sudah ada sejak 1940. Waktu itu dipakai untuk menamakan sindroma pada pria yang mirip pada wanita.

Pengertian andropause bukan saja tertuju pada satu hormon yang turun, tetapi bisa hormon-hormon yang sangat penting. Perubahan-perubahan pada sumbu hiphotalamus - hipofisa - target organ, juga akan mengalami perubahan pada target organ lainnya.

Pertemuan-pertemuan ilmiah tahunan perdisiplin ilmu, bila membicarakan tentang aging men, maka judul pertemuan biasanya memakai nama andropause. Contoh: PIT XIII - Perkumpulan Obstetri dan Ginekolog Indonesia, Malang, 2002. Dalam salah itu sesinya "Menopause dan Andropause: The Millenium Approach.
Mitos atau Kenyataan?

Benar andropause adalah mitos? Atau memang benar-benar nyata adanya? Mitos berarti cerita yang berkembang di masyarakat dan belum terbukti kebenarannya. Cerita itu sudah ada lama sekali. Jadi, apakah cerita tentang andropause itu sebagai mitos atau sudah terbukti kebenarannya? Kenapa bisa berpikir bahwa andropause itu suatu mitos? Saat ini penamaan andropause juga masih kontraversi. Konsensus antardisiplin ilmu juga belum ada. Alasan ini juga menjadi pertimbangan bahwa andropause suatu mitos. Banyak bukti pria yang sudah lanjut umur masih produktif dan masih bisa menghasilkan keturunan. Padahal, pada wanita yang sudah menopause sangat sukar/tidak bisa menghasilkan keturunan. Hal ini karena ovariumnya tidak lagi menghasilkan sel telur dan hormon estrogen yang turun drastis. Ini bisa dilihat dari siklus haid dari wanita tersebut. Pada pria, gejala klinis yang mirip juga terjadi. Bedanya, pada pria tidak tahu kapan dimulainya dan sulit diidentifikasi.

Banyak peneliti menyatakan bahwa defisiensi androgen/testosteron pada pria sudah dimulai pada umur 35 tahun dan gejala klinis akan tampak pada umur 40 tahun. Tapi, apakah pada usia tersebut seorang pria sudah bisa dikatakan memasuki masa andropause? Kenyataannya, pada umur 40 tahun jika ditanya pria menjawab belum. Jawaban itu dilandasi oleh cara berpikir bahwa andropause dialami oleh orang yang sudah kakek-kakek, yang sudah menimang cucu, sudah pensiun dari pegawai negri, di mana kejantanannya turun dan tipis sekali untuk dapat menikmati seks.

Kalau dikatakan bahwa andropause pada pria dimulai pada umur 40 tahun dan androgen/tes-tosteron menjadi berkurang/turun perlahan serta menyebabkan terjadinya tanda-tanda klinis yang mirip dengan dimulainya menopause pada wanita, apakah sudah bisa dimasukkan dalam kelompok andropause?

Penurunan hormon-hormon yang menyebabkan terjadinya Partial Endrocrine Defeciency In Aging Male (PEDAM), akan menyebabkan keluhan-keluhan klinis sbb: penurunan keadaan umum, penurunan rambut kemaluan, penurunan libido, penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi sel darah merah, penurunan kekuatan otot, osteoporosis, penurunan daya tahan tubuh, peningkatan massa lemak, perubahan kontribusi dan lokalisasi lemak, serta peningkatan kasus kardiovaskular. Gangguan yang berkaitan dengan penurunan kadar melatonin antara lain gangguan tidur, gangguan mood, penurunan fungsi kognitif, dan regulasi produksi trombosit2.

Efek penurunan kadar testosteron menyebabkan perubahan klinik yang tampak yaitu osteoporosis, lemah dan cepat lelah, hilangnya bulu di tubuh, penurunan hematopiosis, disfungsi seksual, berkurangnya daya ingat, dan penurunan well-being secara umum6. Efek klinis yang tampak yang mungkin mendukung adanya penurunan testosteron dalam tubuh sekitar umur 40 tahun5.

Batas normal hasil laboratarium untuk uji testosteron pada laki-laki dan hormon lainnya untuk setiap negara juga berbeda. Biasanya ini tergantung pada letak geografis, budaya, dan makanan sehingga tanda-tanda klinis andropause seperti di atas juga bisa berbeda dimulainya.

Perbedaan nilai range testosteron (atau hormon lainnya) dan batas normal serta kapan dimulainnya juga menyebabkan pemikiran andropause hanya suatu mitos. Peter H.W. membuat range dari hasil laboratorium untuk free testosteron pada laki-laki berkisar antara 13--30 NMOL/L4. Sedangkan Gooren menggunakan nilai rujukan 8--24 NMOL/K3. Susilo W. menyatakan secara teoritis bahwa hormon testosteron diberikan pada laki-laki kalau terdapat penurunan testosteron dengan stsndar di bawah 12 NMOL/L atau 150 ng/dl5.

Secara general, persetujuan tentang nilai normal level androgen/testosteron pada aging men memang belum ada. Tetapi, simtom klinis seperti ditulis di atas sudah mempunyai kesamaan di setiap negara. Ini menjadi penting sehingga untuk menentukan sudah andropause atau belum dilihat dari simtom klinis. Pentingnya simtom klinis untuk menjadi patokan andropause sama atau sejajar dengan menopause yang ditandai dengan berhentinya siklus haid.

Jadi, jelas bahwa pria akan mengalami andropause. Andropause bukan mitos tapi kenyataan yang akan dialami oleh setiap pria. Sebanyak 20% laki-laki mempunyai nilai serum testosteron free di bawah normal pada umur 60--80 tahun dan 33% di atas 80 tahun1. Ini berarti sudah andropause dan gejala klinis andropause sudah pasti tampak jelas. Jadi, andropause adalah suatu kenyataan pada pria yang tidak bisa dihindari adanya.

Daftar Pustaka


B. Lunenfeld., Androgen For Men, DIGEST Volume 13-lssu 3, Excerpta Medica Medical, 2001; 5-6.

B. Lunenfeld, The Aging Male, Journal Fur Urologie and Urogynakologie, Special Edition 1/2000; 8 – 12.

Louis J.G. Gooren and Kaas H. Polderman, Safety Aspects of Androgen Therapy, Springler-Verlag, Berlin, 1990; 182 - 203.

Peter H Wise, Atlas Bantu Endocrinologi, Terjemahan: Caroline Wijaya, Penerbit Hipokrates, Jakarta ,1993: 103-104

Susilo Wibowo, Andropause atau PADAM, Pengenalan, Pengobatan dan Pencegahan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia, 1998.

TBP, Geurts, HIT Coelingh Bennik, Testoteron Replacement Therapy - Testoteron Undecanoate (Andriol), Journal Fur Urologie Und Urogynalogie, Special Edition l/2002;24-35.
Tentang menopause

Menopause adalah fase penting dalam kehidupan wanita. Tubuhnya melalui berbagai perubahan yang dapat berpengaruh pada kehidupan sosial, pandangan pribadi tentang dirinya sendiri dan kemampuannya saat bekerja. Dahulu kala, seringkali menopause dikaitkan dengan mitos dan pengertian-pengertian yang salah. Sekarang, telah diketahui bahwa menopause adalah salah satu tahapan yang normal dalam proses penuaan. Sekarang ini, berbagai kemajuan dibidang kedokteran telah menghasilkan berbagai alternatif pilihan produk kesehatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup saat menopause dan masa-masa sesudahnya. Penting untuk diketahui para wanita bahwa menopause itu sendiri tidak beresiko serius terhadap kesehatannya. Namun, peluang untuk terkena penyakit jantung dan osteoporosis (tulang keropos) muncul setelah menopause. Pengertian tentang menopause dan berbagai alternatif terapi pengobatan menopause, dapat membantu wanita membuat keputusan yang tepat tentang kesehatan.

Fakta tentang menopause
Menopause adalah istilah medis yang artinya akhir dari periode menstruasi wanita. Hal ini merupakan proses yang natural dalam penuaan dan proses ini terjadi ketika indung telur berhenti memproduksi hormon yang disebut estrogen. Hal ini menyebabkan turunnya kadar estrogen yang kemudian menyebabkan berakhirnya periode menstruasi bulanan. Biasanya terjadi antara usia 45 – 60 tahun, tetapi hal ini dapat terjadi lebih awal. Menopause dapat juga terjadi ketika telah menjalani operasi pengangkatan indung telur (ovarium) atau indung telur yang tidak berfungsi lagi karena sebab-sebab tertentu.

Rendahnya kadar estrogen menjadi penyebab munculnya beberapa gejala yang tidak menyenangkan bagi banyak wanita. Gejala yang paling umum dan mudah dikenali adalah adanya hawa panas ; tiba-tiba tubuh terasa panas dan berkeringat (Hot Flush). Beberapa wanita merasakan bahwa hawa panas ini mengganggu tidur mereka dan yang lain merasakan adanya perubahan suasana hati. Gejala lainnya dapat diikuti dengan periode tertentu, seperti infeksi saluran urine dan vagina. Urinary incontinence (kebocoran urine atau tidak dapat mengontrol aliran urine) dan peradangan pada vagina. Karena adanya perubahan pada aliran urine dan vagina tersebut, beberapa wanita merasa tidak nyaman atau merasa sakit selama berhubungan seksual. Banyak wanita juga merasakan adanya perubahan pada kulit, saluran pencernaan dan perubahan pada rambut mereka saat menopause. Dalam jangka panjang, beberapa wanita akan merasakan berbagai masalah yang berhubungan dengan rendahnya kadar estrogen setelah mengalami menopause. Hal ini termasuk osteoporosis dan bertambahnya resiko untuk terkena gangguan pada jantung.


Pengertian estrogen dan progesterone
Estrogen dikenal sebagai “hormon wanita” karena memegang peranan penting dalam membentuk tubuh wanita dan mempersiapkannya untuk melakukan fungsi-fungsi khusus wanita seperti mengandung/hamil dan menyusui. Sebagai contoh, estrogen penting untuk perkembangan payudara dan pinggul. Selain itu, vagina, uterus dan organ-organ wanita lainnya tergantung akan keberadaan estrogen pada masa pendewasaan.

Progesteron adalah hormon lain yang dihasilkan oleh indung telur wanita, sama halnya dengan estrogen kedua hormon ini mengatur perubahan yang terjadi pada tiap siklus menstruasi bulanan dan mempersiapkan uterus (rahim) untuk kehamilan. Yang utama pada menopause. Lebih dari 90% estrogen dalam tubuh wanita diproduksi oleh indung telur. Organ lainnya (termasuk kelenjar adrenal, hati dan ginjal) juga memproduksi estrogen dalam jumlah kecil. Itulah sebabnya mengapa selanjutnya wanita hanya mempunyai kadar estrogen dalam jumlah yang sedikit setelah mengalami menopause. Karena sel-sel lemak juga dapat memproduksi estrogen dalam jumlah kecil, wanita yang mempunyai kelebihan berat badan, setelah mengalami menopause akan mengalami lebih sedikit masalah, berupa hawa panas pada tubuh maupun osteoporosis (keduanya merupakan masalah akibat kurangnya kadar estrogen) dibandingkan wanita yang mempunyai sedikit lemak.

Progesterone adalah hormon terpenting wanita dalam tingkatan kedua. Seperti halnya estrogen, sebagian besar progesteron diproduksi dalam indung telur, dimana sebagian kecilnya diproduksi oleh kelenjar adrenal. Fungsi progesterone adalah untuk:
· Merangsang pembentukan suatu “selaput pelapis” dalam uterus yang berfungsi untuk tempat tumbuh dan berkembangnya telur yang telah dibuahi menjadi bayi.
· Membantu produksi susu
· Secara umum mempertahankan kehamilan

Gejala-gejala
Sekitar 75% wanita melaporkan bahwa beberapa gejala memang mengganggu selama menopause, tetapi kehebatan dan frekuensi gejala tersebut bervariasi diantara tiap wanita. Gejala yang paling umum adalah hawa panas dalam tubuh dan vaginal atrophy (selaput lendir pada vagina menjadi lebih tipis, lebih kering, lebih rentan terhadap penyakit dan mulai menyusut).

Pendarahan yang tidak normal
Saat menopause akan datang, biasanya akan ditandai dengan periode menstruasi yang tidak normal. Maka perubahan-perubahan seperti; periode menstruasi yang me-manjang atau me-mendek, pendarahan menstruasi yang lebih berat atau lebih ringan, dan siklus menstruasi yang berubah-ubah, merupakan tanda-tanda datangnya menopause.

Faktor yang dapat mempengaruhi hawa panas (hot flush) pada tubuh
o Cuaca yang panas dan lembab
o Tempat yang sempit
o Minuman atau makanan yang mengandung kafein atau alcohol
o Makanan pedas

Hawa panas pada tubuh
Hawa panas dalam tubuh adalah gejala klasik dari menopause dan juga alasan yang paling umum untuk mulai mencari pengobatan. Hawa panas pada tubuh tersebut menimbulkan sensasi hangat atau bahkan rasa panas yang hebat secara tiba-tiba pada bagian-bagian tertentu dari tubuh terutama bagian dada, wajah dan kepala. Biasanya diikuti dengan kulit yang memerah dan berkeringat serta diikuti dengan tubuh yang gemetar. Beberapa wanita merasakan jantungnya berdetak sangat cepat dan keras, mereka merasa berdebar-debar.



--------------------------------------------------------------------------------

Penipisan pada Vagina

Estrogen mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam mempertahankan fungsi vagina bagi wanita beserta selaput-selaput disekitarnya, uterus, kandung kemih dan urethra (organ yang berfungsi mengeluarkan urine dari kandung kemih). Setelah menopause, seluruh organ ini akan mengalami penyusutan dan fungsi yang melemah. Saat perubahan ini terjadi pada kandung kemih dan urethra, masalah yang tak terduga seperti kebocoran urine (tidak mampu mengontrol keluarnya urine), luka atau infeksi pada saluran urine dapat terjadi.

Penipisan pada jaringan selaput vagina dapat juga dapat menyebabkan rasa sakit selama berhubungan seksual. Selain itu juga dapat menyebabkan kekeringan pada vagina, juga rasa gatal dan irirtasi.

Korelasi antara suasana hati, menopause dan fungsi seksual

Otak juga dipengaruhi oleh estrogen. Bahkan, estrogen sekarang ini dinyatakan penting untuk daya ingat dan fungsi prima dari sel-sel saraf yang ada di otak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terapi penggantian estrogen dapat meningkatkan aktivitas otak dan juga meningkatkan daya ingat.

Peluang untuk mengalami depresi juga meningkat beberapa tahun sebelum menopause. Namun, masih belum ada kejelasan apakah depresi disebabkan oleh menurunnya kadar estrogen atau karena banyaknya permasalahan yang dihadapi wanita berusia 40-50 tahun (seperti karir, tekanan dalam pernikahan, masalah pada anak-anak atau dengan orang tuanya.).

Perubahan kesehatan setelah menopause

Osteoporosis

Faktor yang memperbesar resiko osteoporosis

· Ras, khususnya Bangsa asia

Struktur tubuh yang langsing

Perokok

Riwayat keluarga (ibu, kakak, nenek penderita osteoporosis)

Menopause yang datang sebelum waktunya

Osteoporosis adalah istilah kedokteran untuk pengeroposan tulang. Keroposnya tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah, dimana tulang punggung, pergelangan tangan dan pinggul cenderung mudah sekali retak. Walaupun secara alami tulang mulai keropos pada pria maupun wanita di usia sekitar 40 tahun, namun pada wanita yang telah mengalami menopause pengeroposan tulang berjalan lebih cepat.
Penggunaan estrogen setelah menopause dapat memperlambat laju pengeroposan tulang dan dapat mencegah tulang patah. Karena penggunaan estrogen mempunyai beberapa resiko, hanya wanita yang cenderung terkena osteoporosis yang seharusnya menggunakan estrogen untuk pencegahan.

Pastikan Anda mendapat kalsium yang cukup dalam diet harian sehingga dapat memperkuat tulang-tulang Anda. Target perhari-nya adalah 1000 mg per hari (bagi yang belum mengalami menopause) atau 1500 mg per hari (bagi yang sudah mengalami menopause). Olahraga teratur untuk menjaga berat badan, contohnya, berjalan kaki juga dapat membantu pencegahan osteoporosis.

Penyakit jantung

Angka penyakit jantung meningkat terutama pada wanita setelah menopause. Banyak orang berpendapat penyakit jantung adalah “masalah pria”, cukup mengejutkan bahwa ternyata penyakit jantung adalah salah satu penyebab utama kematian pada wanita.

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terkena penyakit jantung pada wanita maupun pria, yaitu:

Kelebihan berat badan (overweight)

Tekanan darah tinggi

Diabetes

Perokok

Kadar “kolesterol jahat” (LDL) yang tinggi

Kurangnya tingkat aktivitas (gaya hidup yang bermalas-malasan)

Penggunaan terapi pengganti estrogen telah terbukti secara drastis dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung. Estrogen dapat menurunkan tingginya kadar “kolesterol jahat” dalam tubuh dan membantu menjaga kondisi pembuluh darah yang sehat. Juga dapat membantu menurunkan tekanan darah serta turut berperan dalam mempertahankan tekanan darah yang normal. Para ahli percaya bahwa terapi penggantian estrogen diduga merupakan faktor yang paling utama dalam mencegah penyakit jantung pada wanita.

Apa arti Terapi Penggantian Hormon (HRT Hormone Replacement Therapy)?

Terapi penggantian hormon adalah obat-obatan dengan resep dokter atau hormon alami yang digunakan untuk menggantikan hormon-hormon yang hilang setelah operasi atau pada proses penuaan. Terapi penggantian hormon tersedia dalam berbagai bentuk dan tipe (contoh: estrogen, progesterone, testosterone, dll). Terapi penggantian hormon dapat dilakukan dalam bentuk suntikan, spray, pil, atau krim.

Terapi penggantian hormon diberikan untuk mengurangi rasa tidak nyaman sementara yang terjadi selama menopause (seperti telah dijelaskan diatas) dan mengurangi resiko jangka-panjang dari menurunnya kadar estrogen dalam tubuh. Namun, dari berbagai penelitian ditemukan bahwa penggunaan HRT mempunyai beberapa efek samping dan resiko yang berbahaya, seperti penggumpalan darah, gejala yang menyerupai gejala sebelum menstruasi, perubahan dalam kemampuan seksual, sakit kepala, kadar gula darah yang berubah-ubah, edema (pembengkakan akibat kadar air berlebih), serta meningkatnya resiko terkena kanker payudara dan kanker kandungan.

Dalam suatu penelitian yang dipublikasikan pada tahun 1995 “journal of medicine, New England, Graham Colditz, M.D., di Harward Medical School menemukan bahwa pada wanita yang menjalani penggantian estrogen, mempunyai peluang 32% mengalami kecendrungan terkena kanker payudara dan wanita yang menggunakan hormon estrogen dan progesterone, mempunyai 41% peluang resiko mengidap kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah menjalani terapi penggantian hormon. (Grow Young With HGH by Dr. Ronald Klatz, pg.181)


Lebih baik pelepasan hormon terjadi secara alami dibandingkan dengan menggunakan terapi penggantian/HRT

Sejalan dengan terus bertambahnya data ilmiah tentang pentingnya beberapa hormon kunci dalam mempertahankan kondisi sel yang sehat dan awet muda. Pembelajaran tentang bagaimana memacu peningkatan persediaan komponen-komponen yang yang terus menipis tersebut, diperkirakan/diduga merupakan jawaban untuk memperpanjang hidup yang sehat.
Usulan yang disampaikan oleh para peneliti adalah bahwa pengembalian komponen kimia langsung ke dalam tubuh tidak akan se-aman dan se-efektif mempercepat usaha tubuh itu sendiri, sebagai agen/alat perangsang atau pemacu, sekarang penelitian lebih berfokus kearah ini. Pengkonsumsian suplemen makanan tertentu yang dapat meningkatkan produksi hormon secara alami, seperti hormon pertumbuhan, DHEA, thyroxin, melatonin, estrogen, testosterone dll, diduga akan sangat berpengaruh pada proses produksi hormon-hormon tubuh secara alami. Beberapa nutrisi yang ada didalamnya dapat menstimulasi pelepasan hormon secara alami dan para ahli percaya bahwa metode ini benar-benar lebih efektif dan aman dibandingkan penggantian hormon langsung ke dalam tubuh.


Menurut pendapat umum, stimulasi produksi hormon berdasarkan system metabolisme alami tubuh, selalu lebih baik dibandingkan menggantikannya dengan hormon buatan.

sumber. http://www.bio-young.com

Saturday, July 21, 2007

Kasus Malpraktik Bisa Dikenakan pada Perawat


PROLONGED arm, "Extended role" doctrine. Istilah-istilah ini begitu dikenal selama beberapa dekade lalu di negara-negara Anglo Saxon. Sementara itu, di Benua Eropa muncul pula Verlengde arm theorie. Apakah maksudnya? Tak lain dari julukan bagi seorang perawat yang diterjemahkan menjadi "perpanjangan tangan dokter".Perawat yang berada di rumah sakit selama 24 jam diharuskan menggantikan dokter dalam merawat pasiennya, selama dokter itu tidak bertugas. Meski begitu, perawat hanya diberi wewenang yang sangat kecil untuk itu. Sebagai perawat, ia tidak boleh secara langsung memberikan pengobatan, kecuali sebelumnya sudah mendapat instruksi tertulis pada rekam medik.
Sebagai contoh, dalam ketentuan yang dikeluarkan Kansas Supreme Court Amerika Serikat pada tahun 1964 disebutkan, fungsi utama seorang perawat adalah mengobservasi dan mencatat gejala dan reaksi pasien. Perawat tidak diperkenankan memberikan kesimpulan hasil diagnosa atau perawatan penyakit pada pasien.

Pandangan tersebut kemudian mengalami perubahan dua dekade kemudian, yaitu ketika pengadilan banding di New York pada tahun 1985 mengakui pandangan modern bahwa perawat bukan lagi menjadi petugas kesehatan yang pasif, tetapi penyedia jasa perawatan kesehatan yang desisif dan asertif.

Dalam lingkup modern dan pandangan baru itu, selain adanya perubahan status yuridis dari "perpanjangan tangan" menjadi "kemitraan" atau "kemandirian", seorang perawat juga telah dianggap bertanggung jawab hukum untuk malpraktik keperawatan yang dilakukannya, berdasarkan standar profesi yang berlaku. Dalam hal ini dibedakan tanggung jawab untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian, yaitu malpraktik medik atau keperawatan.

Sebelumnya, ada perbedaan yang jelas antara peran kedua tenaga medis itu. Dokter menangani pengobatan, sedangkan perawat mengurus perawatannya. Dengan wewenang lebih banyak dipegang dokter maka tanggung jawab selama ini juga diemban oleh dokter.

Kini para perawat diperkenankan melakukan tugas-tugas dokter. Karena itu, mereka pun dapat terkena gugatan hukum bila terjadi akibat negatif dari pelayanannya kepada pasien. Selama ini dalam tindakan sehari-hari di rumah sakit, seorang perawat bisa saja melakukan berbagai kesalahan, misalnya keliru memberikan obat atau salah dosis, salah membaca label, salah menangani pasien, dan yang lebih berat lagi adalah salah memberikan tranfusi darah sehingga mengakibatkan hal yang fatal.

Sejalan dengan adanya perubahan tanggung jawab, kesalahan itu harus ditanggung oleh perawat. Hal ini telah dijalani perawat di beberapa negara. Sebagai contoh, di Memphis County Hospital pada tahun 1986 seorang perawat digugat karena memberikan suntikan Lidocaine over dosis kepada pasiennya sehingga mengakibatkan pasien bersangkutan meninggal. Sementara itu, perawat di Ohashi Hospital pada Agustus tahun 2000 lalu menemui nasib yang sama. Ia disalahkan karena menyebabkan kematian bayi baru lahir karena kesalahan melakukan tindakan medis.

Dengan berlakunya ketentuan baru, kesalahan dalam operasi atau pembedahan juga menjadi tanggung jawab perawat yang mendampingi dokter di kamar operasi. Teori bahwa dokter bedah harus mengontrol semua aktivitas yang dilakukan di kamar bedah sudah tidak realistis lagi pada waktu sekarang.

Sebelumnya memang dianut doktrin "captain of the ship", yaitu dokter bedah harus bertanggung jawab bila selama operasi terjadi sesuatu hal di kamar bedah, termasuk terhadap kelalaian atau kesalahan perawat bedah. Pada ketentuan lama, perawat memang dianggap sebagai tenaga yang dipinjamkan (borrowed servant) oleh rumah sakit kepada dokter bedah.

Kasus-kasus yang terjadi berkaitan dengan malpraktik memang bisa menimbulkan berbagai konsekuensi hukum yang harus ditanggung perawat dengan adanya perubahan status mereka. Dari aspek pidana ini bisa-bisa mereka terkena hukuman badan atau kurungan. Dan, dari sisi perdata, pasien bisa menuntut ganti rugi; dari segi profesi, mungkin terkena sanksi dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan atau Keperawatan menyangkut etik dan disiplin. Dan, dari rumah sakit, perawat bisa di-PHK-kan kalau sampai terjadi sesuatu yang merugikan majikannya.


***
BAGAIMANA peran perawat di Indonesia? Menurut salah seorang panelis, secara nyata belum tampak adanya perubahan yang jelas. Di banyak rumah sakit, perawat tampaknya masih diperlakukan dan mendapat tugas dan wewenang seperti sebelumnya.

Padahal, ketentuan tentang perubahan dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan kemampuan perawat telah terbentuk. Dalam hal ini telah diselenggarakan jenjang pendidikan keperawatan yang lebih tinggi, mulai dari akademi perawat, fakultas untuk program S1, bahkan sampai program pascasarjana.

Selain itu, juga telah dikeluarkan Kepmenkes Nomor 647 Tahun 2000 tentang registrasi dan praktik perawat. Menurut peraturan tersebut, perawat dapat melaksanakan praktik tidak saja pada sarana pelayanan kesehatan, tetapi dapat pula melakukan praktik perseorangan atau berkelompok. Meski begitu, dalam praktik memang belum ada perubahan peran atau tugas perawat di Indonesia.

Dalam diskusi, beberapa peserta berpendapat, perubahan status perawat memang sudah waktunya diberlakukan. Namun, baik panelis maupun peserta masih melihat beberapa ketentuan belum mendukung ke arah itu.

Dari sisi profesi harus ditetapkan dulu tingkatan tanggung jawab untuk tiap jenjang keperawatan. Organisasi keperawatan atau Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) harus menjelaskan perbedaan antara tugas dan tanggung jawab perawat profesional yang berpendidikan sarjana dan diploma.

Berkaitan dengan perannya yang semakin besar, semestinya profesi perawat juga harus mengetahui tanggung jawabnya dilihat dari aspek hukum. Namun, hal ini ternyata belum diajarkan kepada mereka, seperti diungkapkan seorang panelis. "Di program D3 perawat belum ada kurikulum atau pelajaran tentang hukum. Yang diberikan hanya soal etika. Pelajaran hukum baru diberikan pada program S1," ujarnya.

Para perawat hendaknya perlu tahu sedikit banyak tentang hukum kedokteran atau hukum kesehatan, misalkan tentang bioetik standar profesi kedokteran, rekam medik, dan etika kedokteran.

Hal itu antara lain karena belum adanya asuransi untuk malpraktik keperawatan, dan belum ada hal yang mengatur tentang solusi bila terjadi perselisihan dengan profesi dokter atau masalah malpraktik, dan kesalahan dalam pemberian advokasi atau konsultasi oleh seorang perawat kepada pasiennya.

Dari sisi peraturan, panelis juga mengungkapkan ada satu celah yang belum terisi yang menyangkut perlindungan konsumen kesehatan. Saat ini memang ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dari undang-undang itu kemudian keluar peraturan pemerintah. Namun, belum ada peraturan pelaksanaan (PP) tentang standar profesi keperawatan, hak pasien, dan ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan, termasuk perawat.

Sementara itu, pihak perawat, seperti yang terungkap dalam diskusi, belum melihat adanya pengaturan atau konsep tentang cara dan pemberian imbalan yang seimbang dengan penambahan tanggung jawab hukum yang diembannya. "Dengan imbalan yang kecil, kami tentu keberatan bila harus menanggung risiko dan tanggung jawab yang besar," ungkap salah seorang perawat dari sebuah rumah sakit umum di Jakarta.

Menurut panelis, dalam hal ini harus ada upaya untuk menetapkan imbalan untuk setiap pelayanan yang diberikan oleh perawat. Perawat hendaknya tidak hanya mendapat gaji, tetapi juga imbalan lain sesuai dengan jasa yang diberikan.

Sementara itu, panelis lain berpendapat, dengan adanya ketentuan baru maka hal lain yang mendesak dilakukan adalah penyiapan rekomendasi dari organisasi keperawatan, dalam hal ini PPNI. Karena menurut Kepmenkes tersebut, Surat Izin Kerja Perawat (SIKP)-Pasal 9-dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)-Pasal 12-mensyaratkan adanya rekomendasi dari organisasi profesi perawatan untuk pengeluaran izin tersebut.

Registrasi pada Konsil Keperawatan diperlukan sebagai tindakan untuk memperoleh kewenangan formal melakukan pekerjaan keperawatan yang dapat membahayakan pasien atau klien. Dalam hal ini, harus ditetapkan persyaratan apa saja yang diperlukan bagi anggota PPNI untuk dapat diregistrasi pada konsil tersebut. Konsil Keperawatan tersebut sudah ada naskah akademik dan rancangan UU-nya, namun belum sampai masuk ke DPR.

Registrasi keperawatan ini harus diatur dalam UU karena praktik keperawatan menyangkut masalah hak asasi manusia, atau dapat mengakibatkan konsekuensi hilangnya nyawa pasien. Registrasi yang dilakukan di konsil (council) itu juga merupakan satu usaha atau proses yang diperlukan untuk membantu perawat memperoleh kewenangan formalnya, yang dengan itu ia juga dapat meningkatkan kemampuan dan kesejahteraannya. Sebagai seorang karyawan yang mendapat kewenangan, ia juga mendapatkan hak pendapatan yang dijamin oleh UU itu.

Dengan meningkatkan perubahan status, tanggung jawab, dan wewenang, seorang perawat memang harus menghadapi peluang dan tantangan. Selain dapat meningkatkan kemampuan profesi dan kesejahteraannya, di balik itu ia juga harus berani menanggung risiko bila terjadi hal-hal negatif dalam menjalankan tugasnya

sumber.http://www.kompas.com

Friday, July 20, 2007

TERAPI CAIRAN PARENTERAL

ADVERTORIAL - Edisi April 2007 (Vol.6 No.9), oleh andra

--------------------------------------------------------------------------------


Dr Iyan Darmawan
Medical Director PT Otsuka Indonesia
Email: iyan@ho.otsuka.co.id

PENDAHULUAN

Air merupakan unsur vital untuk makhluk hidup. Kira-kira 55-60% dari berat badan orang dewasa terdiri atas air, dan pada bayi dan anak total air tubuh lebih tinggi lagi yakni 80% pada bayi baru lahir dan 70% pada anak. Jadi mudah dipahami bahwa gangguan keseimbangan air akan sangat mempengaruhi kondisi tubuh. Air tubuh yang sebanyak 60% ini, tersebar di tiga kompartemen cairan tubuh yakni:

· Intraselular ( di dalam sel)
· Interstisial (antar sel)
· Intravaskular (di dalam pembuluh darah)

Cairan intravascular dan cairan interstisial keduanya disebut juga cairan ekstraseluler.
Dalam keadaan sehat, tubuh memiliki mekanisme keseimbangan atau homeostasis yang mengatur asupan dan pengeluaran air. Sebagai contoh, jika kita kurang minum air maka produksi air kemih akan berkurang untuk menjaga kadar air tubuh dalam batas-batas normal. Juga, jika tubuh kekurangan air setelah olah raga maka kita akan merasa haus dan minum. Ini adalah mekanisme kompensasi tubuh.
Pada keadaan-keadaan di mana asupan air sangat berkurang sekali atau kehilangan air sangat berlebihan atau cepat, tubuh tidak bisa melakukan kompensasi dengan adekuat, sehingga seseorang jatuh dalam keadaan yang dinamakan dehidrasi.
Dehidrasi bisa terjadi akut dan kronis sesuai dengan penyebabnya. Pada diare berat dan muntaber, bisa terjadi dehidrasi akut yang berat yang mengancam jiwa, karena banyak kehilangan air dari kompartemen ekstraseluler. Sebaliknya pada pasien yang sakit dan dirawat inap karena diare kronis, asupan minum yang kurang atau ada demam tinggi, terdapat kekurangan air juga di kompartemen intraseluler. Biasanya dehidrasi tidak seberat pada diare, dan jenis cairan yang diberikan untuk mengatasi kedua jenis dehidrasi inipun berbeda. Di samping kekurangan air dan elektrolit, beberapa pasien rawat-inap dengan asupan makan yang kurang juga mengalami kekurangan zat gizi, sehingga tidak jarang kita lihat bahwa pasien diberikan infus yang mengandung asam amino dan karbohidrat untuk dukungan nutrisi.
Khusus untuk Indonesia, dimana insiden demam berdarah dan diare yang tinggi dan semakin banyak penduduk yang terancam dari tahun ke tahun, pemahaman tentang produk infus dan terapi cairan tentunya sangat penting.




APA ITU TERAPI CAIRAN

Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa dipenuhi oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan. Pada pasien-pasien yang mengalami syok karena perdarahan juga membutuhkan terapi cairan untuk menyelamatkan jiwanya. Untuk dehidrasi ringan, umumnya digunakan terapi cairan oral (lewat mulut). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, atau asupan oral tidak memungkinkan, misal jika ada muntah-muntah atau pasien tidak sadar, biasanya diberikan cairan melaui infus.

Terapi cairan melalui infus dikerjakan mulai dari Rumah Sakit yang paling canggih sampai kunjungan rumah (home visit) yang diberikan oleh Paramedis s/d Dokter ahli . Ini merupakan bagian manajemen pasien dan salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan untuk “menolong” pasien.

Tujuannya bermacam-macam mulai dari yang samar sampai yang paling tegas

1. IV line : Berjaga-jaga, jalan obat.
2. Resusitasi
3. Pemberian elektrolit rumatan
4. Parenteral feeding

IV line sering disebut juga infus jaga, artinya diberikan sebagai jalan masuk obat suntik ke dalam pembuluh darah balik (catatan i.v artinya intravena atau di dalam pembuluh darah balik). Pada infus jaga, pasien umumnya masih bisa mendapat air cukup dari minum, jadi jumlah cairan yang diperlukan tidak banyak, misal hanya 500 ml per hari atau kurang.

Terapi cairan resusitasi adalah pemberian cairan untuk menyelamatkan jiwa pasien yang mengalami syok karena dehidrasi akut dan berat atau perdarahan. Di sini cairan infus diberikan dengan cepat dan dalam jumlah cairan yang besar sesuai dengan derajat dehidrasi atau perdarahan yang terjadi.

Terapi cairan rumatan bertujuan mengganti kehilangan air normal harian pada pasien rawat inap. Seringkali pasien rawat-inap karena kondisi sakitnya tidak bisa mengkonsumsi air dan elektrolit dalam jumlah cukup melalui minum, sehingga memerlukan dukungan infuse untuk memenuhi kebutuhan hariannya agar tidak jatuh dalam gangguan keseimbangan air dan elektrolit yang bisa mengancam jiwa. Jenis dan jumlah dan kecepatan cairan rumatan yang diberikan kepada pasien berbeda dengan cairan resusitasi.

Terakhir adalah Parenteral feeding atau nutrisi parenteral. Parenteral artinya pemberian selain melalui enteral. Dengan kata lain, nutrisi parenteral adalah pemberian infus zat gizi (bisa asam amino, karbohidrat dan lipid) ke dalam pembuluh balik atau vena. Nutrisi parenteral ini diberikan pada pasien yang kekurangan gizi atau asupan gizi melalui oral diperkirakan akan terhambat oleh kondisi penyakit pasien.

JENIS CAIRAN INFUS

Sekarang tersedia banyak sekali jenis cairan dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis.

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERHATIKAN DALAM PEMBERIAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA

DARI SISI PASIEN
Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi dan hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan kekuatan jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter.

DARI SISI CAIRAN
1. Kandungan elektrolit cairan

a. Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl-, Ca++, laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu banyak.
b. Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing.

2. Osmolaritas cairan
a. Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas yang dianjurkan adalah kurang dari 900 mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis (peradangan vena)
b. Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan melalui vena sentral.

3. Kandungan lain cairan
a. Seperti disebutkan sebelumnya, selain elektrolit beberapa produk infus juga mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa, maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida.
b. Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg++, Zn++ dan trace element lainnya.

4. Sterilitas cairan infus.
Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain. Pada sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill dan non-overkill (bioburden-based).

a.Overkill: Pendekatan Overkill dilakukan untuk membunuh semua mikroba, dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit. Metoda ini sudah dikenal lebih dari satu abad yang lalu. Dengan cara ini, hanya cairan infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan gangguan hati. Selain suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.

b.Non-overkill (bioburden-based) :sesuai dengan perkembangan kedokteran yang membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.
Cairan infus yang dihasilkan oleh Otsuka Jepang termasuk PT Otsuka Indonesia mempergunakan pendekatan metoda Bioburden melalui proses dan teknologi sebagai berikut :

A. Bahan baku (Material)

1. Penyediaan air demineralisata (deionized water), dengan system Reverse Osmosis yang memenuhi syarat, dan penyediaan air untuk injeksi (water for injection) melalui unit distilasi bertahap (multi stage distillation unit) pada suhu 121-140 oC yg bebas pirogen.

2. Bahan baku dengan beban mikroba dan endotoksin (pirogen) tidak melebihi batas yang dipersyaratkan;





B. Proses (Metode).

1. Proses produksi dengan semua komponen produk dan peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan dilakukan secara otomatis.

2. Design dan kebersihan ruang produksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dipantau secara berkala

3. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta fasilitas produksi yang tervalidasi dan terkendali.

4. Penggunaan filter khusus untuk menjamin larutan bebas pirogen dan filter berukuran 0.22 mikron untuk menghilangkan kontaminasi mikroba dan partikel pada tahap pengolahan larutan infus sebelum proses pengisian kedalam botol. (Catatan, pirogen tidak akan hilang hanya dengan pemanasan 121 oC, dengan demikian pemanasan dengan suhu 121oC tidak memjamin bebas pirogen jika tidak difiltrasi)

5. Pembuatan botol, dengan sistem blow moulding pada suhu 1850 C dan pengisian larutan di bawah Laminar Air Flow.

6. Proses sterilisasi akhir dari kemasan dan isi di otoklaf pada suhu yang optimal sehingga tidak merusak zat-zat yang rentan seperti dekstrosa, asam amino, albumin dll

7. Pengendalian kualitas (quality control) yang ketat melalui pengujian secara kimia, fisika, mikrobiologi untuk memastikan kualitas larutan dan kemasan produk sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

C. SDM ( Sumber Daya Manusia)

Pelatihan SDM penerapan higiene perorangan untuk pengelolaan
produk steril dan pemantauan kesehatan dilakukan secara berkala.

Pendekatan bioburden umumnya lebih sesuai untuk produk infus dan telah digunakan secara luas di berbagai negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang.

Dari ulasan persyaratan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan yang baik dalam terapi cairan, diperlukan teknologi dan pengalaman yang handal baik dari segi petugas kesehatan (dokter dan paramedik) dan produsen produk infus.

PT Otsuka Indonesia adalah perusahaan farmasi multinasional Jepang yang didirikan pada tahun 1975, dengan pabrik seluas 40.000 M2 berlokasi di Lawang-Malang, Jawa Timur.
PT Otsuka Indonesia memiliki visi “Menjadi perusahaan yang paling unggul dalam sumbangsihnya untuk meningkatkan kesehatan umat manusia”.

Selama lebih dari 30 tahun, PT Otsuka Indonesia telah memproduksi ratusan juta botol infus dan telah digunakan untuk menyelamatkan jutaan jiwa manusia. Bahkan produksi infusnya telah diekspor ke berbagai negara di Asia Pacific.
Hingga saat ini Otsuka Jepang merupakan produsen infus terbesar di Asia, dimana pabriknya telah tersebar dibeberapa negara seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, Pakistan, China dan Taiwan.

Referensi:

1. JP XV 2006
2. Sterile Dosage Forms 2nd Edition – Salvatore Turco & Robert E King, halaman 37
3. Validation of Aseptic Pharmaceutical Processes – F.J. Carleton and J.P. Agalloco halaman 266
4. USP XXX 2007 hal 669-676
5. Milala AS, Marchaban,Martono S. Optimasi Pembuatan Sediaan Infus Dekstrosa yang disterilkan pada suhu 115 oC. Artocarpus Media Pharmaceutica Indonesiana Vol 5 No 1 Maret 2005. Hal 1-10
6. PDA Journal of Pharmaceutical Science and Technology, Draft 18, Technical Monograph No 1, 2006 Revision

sumber.http://www.majalah-farmacia.com
Ancaman dari Balik Selang Infus
Cairan infus, menolong pasien tapi juga bisa mematikan. Bagaimana menggunakan cairan infus?


Badan Anton tiba-tiba menggigil. Saat itu malam hari, di sebuah rumah sakit di Jakarta Pusat, tujuh tahun lalu. Semuanya diduga berawal dari botol infus. Tusukan hawa dingin, cerita dia, mulai terasa ketika isi botol infus tinggal setengah. Ia merasa lalu lintas air pada selang infus lebih sibuk dari seharusnya. ''Barangkali dosisnya terlalu besar,'' kata dia menduga.

Ketika hal itu dilaporkan, suster segera mengganti botol infus, tanpa ada penjelasan. Over dosis? Barangkali iya. Namun tak keliru-keliru amat jika Anton menduga bahwa cairan infusnya juga bermasalah. Sebab, pada masa itu, cairan infus dari luar negeri berlimpah ruah (sebagian hibah dari AS dan Eropa). Padahal cairan infus bule, menurut dr Oloan Tampubolon SpAn KIC, belum tentu cocok dengan gen bangsa Melayu. ''Mesti ada clinical trial dulu,'' kata dr Oloan, dari Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI), Kamis (9/3).

Menurut Oloan, respons setiap orang terhadap 'benda asing' yang masuk ke dalam pembuluh darah amat spesifik. Kendati infus-infus impor sudah mencantumkan embel-embel sertifikasi, itu belum bisa dijadikan jaminan. Malah, lanjut dia, cairan infus-infus lokal pun --jika salah memilih produk dan metode pemberiannya tidak tepat-- rawan memicu masalah.

Meski begitu, tak keliru juga jika Anton menduga bahwa dosis cairan infusnya kebanyakan. Menurut Dr Pratiwi Pujilestari Sudarmono PhD SpMk, terdapat batas maksimal asupan cairan yang masuk langsung ke pembuluh darah (infus). Jika cairan berlebih, kata dia, jantung bisa gagal memompanya, maka cairan pun meluber ke dalam rongga pleura (pembungkus paru).

''Ini bisa berakibat fatal, bahkan kematian,'' tutur staf pengajar Jurusan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu. Kendati cairan infus sejatinya adalah nutrisi atau elektrolit, namun jika terlalu banyak, tetap bisa memicu masalah. Karena itulah, air dapat diibaratkan pedang bermata dua.

Sensitif
Ada dua cara cairan masuk ke dalam tubuh. Yakni lewat oral (mulut) dan intravena (pembuluh darah). Dalam banyak kasus, air 'terpaksa' harus masuk lewat intravena agar pasien memperoleh dukungan nutrisi jumlah besar. Inilah asal muasal infus.

Bedanya, menurut Pratiwi Sudarmono, air yang masuk lewat pembuluh darah harus memenuhi kriteria yang amat ketat. Tak sama dengan air lewat mulut. Jika air lewat mulut masih boleh mengandung patogen dalam batas toleransi, maka cairan infus, ''Harus bebas sama sekali,'' tuturnya. Jika tidak, kata dia, akan fatal akibatnya. Pasalnya, bakteri atau virus dapat langsung berada di dalam pembuluh darah dan menyerang organ tubuh tanpa mekanisme penyaringan terlebih dahulu. Dalam kasus ini, pasien yang diinfus bukan malah sembuh, tapi penyakitnya bertambah.

Tak kalah penting, cairan infus harus bebas pryogen. Dalam pembuluh darah, pryogen dapat memicu aktivitas pada sel darah putih. Aktivitas ini berakibat naiknya suhu tubuh dengan amat drastis. Pasien yang kemasukan pryogen akan menggigil hebat. Rasa menggigil pasien belum tentu juga karena pryogen. Boleh jadi cairan infus telah mengalami dekomposisi asam amino dan karbohidrat. Dekomposisi menyebabkan timbulnya partikel. Partikel ini dapat langsung menyerang organ tubuh. ''Singkat kata, berurusan dengan cairan yang langsung ke pembuluh darah memerlukan kehati-hatian tingkat tinggi,'' simpul dr Lula Kamal, MSc.

Banyak jenisnya
Ada banyak produk cairan infus di Indonesia. Salah satu cara populer membuat cairan infus yang steril (bebas kuman) adalah lewat metode overkill (pemusnahan). Caranya, dengan memanaskan cairan pada suhu 120 derajat Celcius pada tekanan satu atmosfer selama 20 menit.

Ini adalah metode untuk membuat cairan infus untuk asupan air saja, bukan infus sebagai tambahan nutrisi. Namun, ketika cairan infus perlu ditambahkan nutrisi --seperti albumin (protein) atau gula-- maka metode pemanasan 120 derajat praktis tak dapat diterapkan. ''Sebab, protein atau gula itu bisa-bisa malah terurai menjadi partikel,'' paparnya.

Dalam cairan infus, keberadaan partikel dapat memicu bencana. Jika menyerang organ tubuh, maka ia dapat mendatangkan penyakit baru yang lebih kompleks, malah kematian. Akibat proses pemanasan yang terlalu tinggi (di 120 derajat Celcius) misalnya terjadi dekomposisi asam amino dan karbohidrat, yang berbuah partikel. ''Partikel ini tak dapat terlihat. Karena itu kita harus hati-hati dalam memilih infus,'' jelas dr Oloan Tampubolon.

Sebetulnya ada metode lain, yakni bioburden. Selain mendapatkan cairan infus yang steril, cara ini juga menjamin kandungan cairan infus tidak rusak dengan menerapkan proses dan temperatur yang optimal. Namun, tak ada jaminan seluruh infus yang ada di Indonesia --yang produknya cukup banyak-- menerapkan metode ini. Bioburden baru secara luas diterapkan di Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat (AS). Infus impor sendiri belum tentu cocok diterapkan di Indonesia.

Perhatikan jenis dan dosis
Lantaran banyaknya produk, pemilihan jenis cairan infus harus tepat. Pemberian cairan yang keliru malah akan memperberat penyakit pasien. Bagaimana caranya?

Menurut Oloan, pada tahap awal, dokter atau perawat harus melihat terlebih dahulu respons pasien terhadap tetes pertama infus. Respons tiap orang macam-macam. ''Misalnya, perlu dilihat, apakah pasien malah menggigil, tempat masuk jarum suntik di kulit memerah (mungkin alergi), atau suhu tubuh naik,'' papar dia.

Dosis juga menjadi hal yang amat penting. Dalam kasus tertentu, seperti pasien muntah darah, diperlukan lalu lintas cairan infus yang berimbang antara cairan yang masuk dan keluar. Pratiwi mengakui, kekeliruan dan ketidakakuratan dosis infus, menjadi salah satu penyebab kematian para pasien.

''Umumnya karena tidak hati-hati. Kelebihan guyur. Padahal badannya cuma kuat lima liter, sehingga jantung gagal memompa. Air pun masuk paru-paru, lalu berbusa. Adakalanya itu terjadi,'' tutur Pratiwi. Ia mengaku tidak tahu angka kasus seperti itu. Indikator dosis lebih atau tidak, menurut dia, dapat dilihat dari kecenderungan pasien untuk buang air kecil.

Pasien massal
Menurut Oloan Tampubolon, pemantauan dosis infus terhadap pasien seringkali sulit dilakukan saat terjadi wabah penyakit. Contohnya, kasus demam berdarah di RS-RS di Jakarta yang menyebabkan pasien meluber hingga ke koridor RS.

Namun, secara umum, ia mengakui, sebagian besar RS di Indonesia kekurangan perawat. ''Terutama di ICU. Satu pasien paling tidak harus dipantau tiga perawat. Tapi kalau jumlah pasien berlipat ganda, tentu akan sulit,'' paparnya. n imy


http://www.litbang.depkes.go.id

Wednesday, July 11, 2007

Konsumsi Ikan Semasa Hamil
Tingkatkan Kecerdasan Anak
WASPADA Online


Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang lahir dari seorang ibu yang rutin mengonsumsi ikan dan makanan laut lainnya selama hamil cenderung menjadi lebih cerdas dan memiliki tumbuh kembang yang lebih baik dibandingkan anak dari ibu yang kurang suka konsumsi makanan laut.
Penelitian tersebut menjadi kontroversial di Amerika Serikat karena pemerintah dan beberapa ilmuwan lain disana telah mengeluarkan rekomendasi untuk wanita hamil agar membatasi asupan makanan laut untuk menghindari merkuri, suatu toksin yang dapat membahayakan sistem saraf janin yang sedang berkembang.

Peneliti dari U.S National Institute of Health yang memimpin penelitian tersebut menyatakan bahwa makanan laut adalah sumber penting asam lemak omega 3 yang penting untuk perkembangan otak janin.

Dalam jurnal The Lancet, dituliskan bahwa pembatasan asupan ikan dan makanan laut sebanyak 12 ons per minggu pada wanita hamil (seperti yang direkomendasikan oleh pemerintah Amerika Serikat) tidak melindungi janin dari masalah perkembangan.

Sebaliknya menurut para peneliti, wanita hamil yang menghindari makanan laut bahkan dapat membahayakan janin yang dikandungnya karena akan mengalami kekurangan nutrisi esensial yang dibutuhkan untuk perkembangan otak janin.

Penelitian tersebut dilakukan terhadap lebih dari 8.000 anak yang dipilih oleh The University of Bristol untuk melihat bagaimana perkembangan anak bila ibunya mengonsumsi lebih dari 12 ons makanan laut selama hamil.

Anak-anak tersebut menunjukkan kemajuan yang lebih baik dalam uji perkembangan yang dilakukan untuk menilai keterampilan motorik, komunikasi, dan sosial selama masa balita, berperilaku lebih baik di usia 7 tahun, dan memperoleh nilai IQ verbal lebih tinggi di usia 8 tahun.

Perbedaan yang sangat mencolok dibandingkan anak yang ibunya selama hamil tidak mengonsumsi makanan laut sama sekali, 48% dari anak-anak ini mempunyai nilai IQ verbal yang relatif rendah di usia 8 tahun dibandingkan anak dari kelompok pertama.
Kenali Infeksi Saluran Kemih Pada Anak
WASPADA Online


Mungkin cukup banyak orang yang kurang memahami bahwa gangguan kencing sebenarnya tidak selamanya berhubungan dengan penyakit menular seksual, terlebih bila menyerang anak.

Sebagaimana infeksi yang menyerang organ lain, infeksi kuman tertentu juga bisa menyerang saluran kemih sehingga menyebabkan rasa sakit, panas hingga tidak enak di seputar saluran ini. Berbeda seperti pada orang dewasa yang bisa mengeluhkan gejalanya, pada anak-anak tentu gejala ini harus lebih dikenali oleh orangtuanya.

Dan satu hal yang penting diperhatikan dalam penanganannya yang sebaiknya lebih segera dilakukan, komplikasi yang tidak diharapkan seperti gangguan ginjal sudah jelas tidak diharapkan terjadi pada anak.

Di samping mengenali gejalanya, cukup penting juga untuk mengetahui seluk-beluk lainnya termasuk dalam hal mencegah gangguan ini agar tidak menyerang anak dan menyebabkan persepsi yang salah dalam kemungkinan diagnosanya, seperti yang kerapkali terjadi pada sangkaan adanya kekerasan seksual pada gangguan berkemih ini pada anak. Proses Kemih

Sama seperti orang dewasa, pengeluaran air kencing paling ditentukan oleh asupan cairan. Jika kurang minum apalagi dengan aktifitas yang seringkali lebih tinggi mengakibatkan berbagai pengeluaran cairan ataupun penguapan dari tubuh, maka air kemih juga akan berkurang.

Selain aktifitas, keadaan lingkungan yang dingin juga akan otomatis menambah jumlahnya karena minimnya penguapan dan proses pengeluaran keringat. Kapasitas kandung kemuh sendiri dapat dihitung secara rumus usia ditambah 2 kali 30 cc per jumlah sekali berkemih. Pengukuran yang lebih khas bisa dilakukan dengan penggunaan kateter atau USG.

Pada proses berkemih, terjadi suatu koordinasi diantara komponen-komponen dalam saluran berkemih ini sehingga bila ada sedikit saja gangguan diantaranya maka akan turut mempengaruhi prosesnya secara keseluruhan. Proses tersebut dimulai dari pengisian kandung kemih hingga tersimpan penuh setelah sekian jam dan siap untuk dikeluarkan.

Tubuh akan mengkoordinasikan proses pengosongannya melalui rasa ingin berkemih dan pengeluaran ini diatur oleh kontraksi otot-otot untuk mengosongkan kandung kemih tadi, dengan beberapa proses pertahanan dan retensi yang masih bisa ditolerir.

Jika proses yang alami ini tidak berlangsung optimal maka akan bisa mengganggu ginjal sebagai organ paling penting dalam pengaturan cairan di tubuh kita. Pada bayi proses ini berlangsung sedikit berbeda dalam koordinasinya, dimana pembuangan cairan melalui berkemih berlangsung di luar kesadaran dan secara otomatis, karena ini pula istilah ngompol dianggap lazim pada bayi.

Sekitar 95% bayi dalam waktu 24 jam sudah harus kencing untuk menandakan tidak adanya gangguan pada saluran kemihnya. Mekanisme kontrol selanjutnya yang sama dengan orang dewasa melalui koordinasi secara sadar akan muncul pada usia 1,5 sampai dengan 2 tahun. Bila Terjadi Infeksi

Infeksi saluran kemih seringkali luput dari perhatian orangtua saat mendapatkan anaknya yang masih kecil rewel seperti lazimnya terjadi pada saat terserang flu, demam atau gangguan lainnya.

Ini akan lebih sulit pada bayi dibawah 1 tahun dimana tanda-tanda lewat sikapnya lebih susah dikenali, paling-paling hanya dari sering menangis hingga kehilangan nafsu makan. Tanda-tanda yang lebih jelas bisa diperhatikan dari kebiasaannya mengejan dan meringis serta menangis kesakitan setiap kali buang air kecil, walaupun tidak semudah itu memperhatikan tanda ini.

Tanda penyerta yang biasa muncul dan dapat lebih diperhatikan adalah tanda kemerahan di sekitar kelamin pada anak perempuan dan di sekitar lubang kencing yang terlihat lebih sempit dan bisa berupa pembengkakan kecil pada anak laki-laki.

Gejala lainnya bisa ditandai dari kencing yang tersendat, warna yang keruh dan tak jarang pula berbau lebih menyengat daripada urin biasa. Dalam tahapan yang lebih parah, bisa terjadi nyeri di sekitar pinggang.

Infeksi saluran kemih ini bisa terjadi akibat berkembangnya kuman seperti yang tersering, oleh bakteri, dan dari pemeriksaan diketahui dengan ditemukannya lebih dari 100 ribu koloni kuman di setiap mililiter urin segar.

Kuman yang menyerang saluran kemih bisa masuk secara asendens akibat infeksi dari bagian bawah yang naik ke atas, seperti dari infeksi saluran cerna yang menyebar ke daerah sekitar perineal kemudian menyerang saluran kemih dan masuk ke ginjal.

Pada keadaan ini infeksi sudah bisa digolongkan sebagai infeksi saluran kemih atas. Penyebaran infeksi ini juga bisa terjadi secara hematogen lewat darah ataupun lewat saluran limfe yang masih cukup jarang ditemukan.

Pemicunya sendiri cukup banyak dan beragam jenisnya, bisa dari adanya sumbatan dari berbagai organ seperti ureter (saluran dari ginjal ke kandung kemih), kandung kemih, katup-katup uretra (saluran dari kandung kemih ke luar tubuh), ginjal hingga oleh berbagai jenis tumor.

Sementara secara refluks bisa dijelaskan sebagai adanya aliran baik dari ureter dimana air seni akan kembali ke ureter dan memungkinkan terbawanya kuman-kuman tertentu yang seharusnya dibuang ke luar tubuh.

Beberapa kelainan bawaan seperti adanya kelainan organ baik secara kuantitas dan kualitas juga dapat berperan sebagai pemicu yang jelas lebih kompleks untuk ditangani, dan ada beberapa faktor yang turut berperan seperti seringnya menahan-nahan kencing, kurang minum yang dapat mengganggu sirkulasi optimal atau daya tahan tubuh yang jelek.

Yang paling tidak diharapkan sebagai komplikasi sendiri adalah kerusakan ginjal dalam berbagai bentuk dari ringan hingga fatal, dan hal ini lamanya tergantung dari berat ringannya infeksi yang terjadi. Ketepatan pemeriksaan dan tindakan sejak dini sangat diperlukan untuk mencegahnya.

Bila sudah dikenali gejalanya, pemeriksaan urin lengkap sebaiknya dilakukan dan bila perlu harus dilakukan pemeriksaan biakan yang secara khas bisa mengetahui jenis kuman berikut resistensinya terhadap berbagai macam pengobatan yang ada, dan yang terakhir, pemeriksaan fungsi ginjal bila dicurigai adanya keterlibatan organ ini, baik melalui foto ronsen, USG, ataupun beberapa pemeriksaan yang lebih khas untuk saluran kemih. Penatalaksanaan Infeksi

Penanganan infeksi saluran kemih ini meliputi banyak hal dari pemberian obat pada kasus-kasus ringan dan operasi bila ditemukan keterlibatan organ sebagai pemicunya. Pada tahap sangat lanjut dimana sudah terjadi kerusakan ginjal, tindakan hemodialisa atau transplantasi terkadang terpaksa menjadi pilihan untuk mencegah kefatalan yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Secara keseluruhan, metode yang dilakukan akan bergantung pada bentuk infeksi maupun penyebabnya. Pemberian antibiotik sendiri biasanya membutuhkan waktu lumayan lama hingga 1-2 bulan atau lebih pada kasus yang lebih kompleks.

Ada banyak faktor yang melatarbelakangi pemilihan antibiotik ini termasuk resistensi obat yang memerlukan pemeriksaan biakan untuk menentukan antibiotik yang tepat.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan selama pengobatan berlangsung adalah anjuran untuk menjaga kecukupan cairan melalui minum air putih dalam jumlah optimal dan tidak menahan-nahan kencing berikut tindakan-tindakan lain yang berhubungan dengan optimalitas daya tahan tubuh si anak. Anjuran-anjuran ini juga termasuk dalam tindakan pencegahan agar infeksi tidak sampai terjadi hingga menyeb

Saturday, July 7, 2007

Hak & Kewajiban Pasien

Hak-hak pasien telah dijamin dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor: 23 Tahun 1992 tanggal 17 September 1992 Tentang Kesehatan, yang isinya: “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.”

Hak pasien:
* Hak mendapat pelayanan yang manusiawi sesuai dengan standar profesi kedokteran.
* Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya dan tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya.
* Hak memilih dokter yang merawat dirinya.
* Hak memilih sarana kesehatan.
* Hak atas rahasia yang berkaitan dengan penyakit yang diderita.
* Hak menolak tindakan medis tertentu atas dirinya.
* Hak untuk mengentikan pengobatan.
* Hak untuk mencari second opinion (pendapat lain).
* Hak atas rekam medis.
* Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis.
* Memeriksa dan menerima penjelasan pembayaran.

Kewajiban pasien:
* Memberi keterangan yang jujur tentang penyakitnya kepada petugas kesehatan.
* Mematuhi nasihat dokter.
* Menjaga kesehatan dirinya.
* Memenuhi jasa pelayanan.
TOPIK
Pemantauan Sistem Kardiorespirasi Invasif pada Anak Sakit Kritis

EDY MUHAMMAD
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan


--------------------------------------------------------------------------------

Pendahuluan

Kata pemantauan atau monitoring berasal dari bahasa Latin monere yang berarti 'mengingatkan'. Pada masa lalu, pemantauan pasien sakit kritis dilakukan dengan mengukur tanda-tanda vital secara manual. Namun, penemuan terakhir dalam bidang komputer dan teknologi telah memungkinkan untuk mendapatkan data-data pasien secara cepat dan beragam dalam jumlah yang banyak1.

Tujuan pemantauan pasien adalah1-2: (1) Indikator diagnostik; (2) Memandu dan melihat respons pengobatan; (3) Sistem peringatan terhadap perubahan yang terjadi; dan (4) Prediksi prognosa. Sistem pemantauan yang ideal adalah1-4: (1) Tidak invasif; (2) Akurasi dan sensitivitasnya tinggi; (3) Bereaksi cepat terhadap perubahan yang terjadi; (4) Memberikan data secara terus-menerus; (5) Bisa direkam dan dibuat grafik; (6) Mudah digunakan; (7) Tidak membahayakan pasien dan penderita; (8) Harga dan biaya pemeliharaan murah; serta (9) Kecil dan mudah disimpan.

Pemantauan sistem kardiorespirasi merupakan salah satu hal yang sangat penting pada anak sakit kritis. Fungsi utama sistem kardiorespirasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen tubuh dan mengeliminasi karbondioksida yang dihasilkan jaringan. Oksigenasi mencakup seluruh proses transpor O2 dari paru dan penyebaran ke jaringan, transpor karbondioksdida dari jaringan, serta ekskresi CO2 dari paru melalui ventilasi. Distres sistem kardiorespirasi pada anak sering disertai dengan kelainan proses oksigenasi serta pengeluaran karbondioksida. Hal ini membutuhkan pemantauan yang teliti5.

Pemantauan sistem kardiorespirasi dapat dilakukan secara invasif dan non-invasif. Pemantauan sistem kardiorespirasi secara invasif mencakup pemantauan terhadap4,6-9: (1) Tekanan arterial sistemik; (2) Tekanan arteri pulmonalis; (3) Tekanan vena sentral; (4) Curah jantung (cardiac output); (5) Tekanan atrium kiri; dan (6) Analisa gas darah.

Tulisan ini bertujuan untuk mengemukakan pemantauan sistem kardiorespirasi invasif pada anak sakit kritis.

Pemantauan Tekanan Arterial Sistemik

Pengukuran tekanan arteri sistemik atau perifer secara invasif adalah suatu metode untuk memeriksa tekanan darah secara langsung4,6-10. Pengukuran tekanan darah secara non-invasif dengan sphygmomanometer, oscilometri, dan lain-lain, dapat mendeteksi tekanan darah secara adekuat, bahkan pada bayi. Tapi, pada keadaan dimana didapatkan peningkatan resistensi vaskular atau penurunan aliran darah, metode indirek ini menjadi tidak efektif, misalnya tekanan darah yang terukur lebih rendah dari semestinya. Pada keadaan seperti ini, pemasangan kateter arteri sistemik diperlukan4,6-9.

Selain untuk pemantauan tekanan darah, pemasangan kateter arteri juga dapat dipakai untuk pengambilan sampel darah atau analisa gas darah6,7. Kateter arterial yang terbuat dari bahan plastik yang lembut (teflon) dapat dipasang pada beberapa tempat seperti: a. radialis, a. brachialis, a. axillaris, a. dorsalis pedis, a. tibialis posterior, a. temporalis superfisial, dan arteri femoralis, serta pada bayi dan neonatus dapat dipasang pada arteri umbilikalis4,6-16.

Kriteria pemilihan tempat kateterisasi adalah ukuran pembuluh darah yang sesuai untuk kateter no. 20 atau 22, kolateral yang cukup, dekat ke sirkulasi sentral, dan mudah didapat. Dari sejumlah tempat tersebut, arteri radialis merupakan pilihan utama7,12.

Sebelum kateterisasi dilakukan, perlu diketahui status sirkulasi kolateral dengan pemeriksaan Allen. Pada pemeriksaan ini, a. radialis dan ulnaris ditekan pada pergelangan tangan, setelah tangan pucat dan dingin, lepaskan arteri ulnaris, akan terlihat pengembalian sirkulasi4,7,8,11,13,15. Normalnya, dalam 5 detik sirkulasi akan adekuat. Jika sirkulasi baru kembali antara 6--15 detik, berarti terjadi pengisian lambat, sedang bila dalam 15 detik tidak kembali berarti tidak ada sirkulasi kolateral4,9,10,11,13,17,18.

Selama pemasangan kateter, pantau terjadinya inflamasi serta iskemia pada bagian distal daerah pemasangan. Oleh karena itu, kateter harus diganti setelah 4--5 hari4,17,18.

Pemeriksaan tekanan darah secara langsung biasanya 5--20 mmHg lebih tinggi daripada pemeriksaan tidak langsung. Perbedaan lebih nyata didapatkan pada pasien obesitas, edema, serta syok atau hipotermia. Pemeriksaan indirek 20--30 mmHg lebih rendah dari yang sebenarnya. Pada pasien kritis, tekanan intra arteri lebih tinggi 10--30 mmHg daripada tekanan dengan sphygmomanometer. Jika pengukuran indirek lebih tinggi, mungkin ada kesalahan pemeriksaan atau ada penyakit vaskular perifer4,9,17.

Mendapatkan tekanan darah yang normal tidaklah cukup pada penanganan anak sakit kritis, sebab parameter yang normal pada anak sehat tidaklah sama dengan anak sakit kritis. Untuk itu, kita juga perlu memeriksa beberapa parameter perfusi jaringan yang lain, seperti suhu kulit, pengisian kapiler, pH darah, serta serum laktat karena pada pasien dengan penurunan perfusi jaringan, tekanan darah merupakan parameter terakhir yang mengalami penurunan. Hal ini tampak jelas pada pasien anak dimana pembuluh darahnya relatif lebih fleksibel, lebih responsif, serta daya kompensasi yang tinggi terhadap penurunan curah jantung8,10.

Pemantauan Tekanan Arteri Pulmonalis

Pengukuran tekanan arteri pulmonalis dan tekanan kapiler pulmonalis berguna pada penanganan pasien-pasien dengan perubahan hemodinamik yang cepat atau dengan gejala klinis yang belum jelas. Pemeriksaan ini akan memperlihatkan gambaran karakteristik ventrikel kiri dan kanan dengan mengukur tekanan pengisian masing-masing ventrikel serta curah jantung4.

Pengukuran tekanan arteri pulmonalis dilakukan dengan pemasangan kateter arteri pulmonalis yang diperkenalkan pertama kali oleh Swan Ganz dkk. pada 1970. Kateter Swan Ganz juga digunakan untuk pemeriksaan tekanan vena sentral, curah jantung, analisa gas darah, penghitungan jumlah cairan, dan tekanan kapiler pulmonalis (Gambar 1)3,6,8,9,10,19,20.

Kateter yang ada saat ini, ukurannya no. 3--8, sedangkan yang dipakai pada bagian anak no. 5 dan 7. Kateter no. 5 dipakai pada anak usia kurang 10 tahun atau berat badan kurang dari 18 kg sedangkan yang no. 7 dipakai untuk anak usia lebih 10 tahun dengan berat badan lebih 18 kg7,8,19.

Kateter arteri pulmonalis untuk anak mempunyai empat lumen. Lumen pertama untuk pemeriksaan tekanan arteri pulmonalis, tekanan baji arteri pulmonalis, serta tempat pengambilan sampel darah. Lumen kedua untuk pemeriksaan tekanan vena sentral serta curah jantung. Lumen ketiga untuk tambahan akses ke vena serta lumen keempat untuk meniup dan mengempeskan balon6,19.

Pengukuran tekanan arteri pulmonalis akan memberikan hasil yang akurat bila dilakukan di zone west III arteri pulmonalis pada akhir ekspirasi. Tekanan rata-rata 20 mmHg. Pada keadaan normal, tekanan sistolik arteri pulmonalis sama dengan tekanan ventrikel kanan, tapi tekanan diastolik lebih tinggi karena penutupan katup pulmonal4,8,19,22.

Berikut gambaran perjalanan kateter arteri pulmonalis dan hasil pengukurannya (Gambar 2)14:

Ketika kateter dimasukkan ke vena cava, ia akan memberikan tekanan vena cava di mana sama dengan tekanan vena sentralis.
Ketika memasuki katup trikuspid dan ventrikel kanan, maka muncul tekanan sistolik dan diastolik.
Ketika kateter memasuki katup pulmonal, tekanan diastolik meningkat tiba-tiba dan muncul gelombang tekanan arteri pulmonalis.
Ketika kateter melewati arteri pulmonalis, komponen sistolik hilang dan muncul tekanan baji pulmonalis.
Ketika tekanan baji didapat, balon segera dikempeskan dan gelombang arteri pulmonalis hilang, balon tetap kempes.
Beberapa kelemahan pengukuran dengan kateter arteri pulmonalis14:

Perubahan tekanan bervariasi dipengaruhi oleh respirasi karena perubahan tekanan dalam rongga dada.
Perubahan tekanan bermakna bila peningkatan 4 mmHg atau lebih dari nilai normal.
Tekanan baji tidak boleh melebihi tekanan diastolik arteri pulmonalis. Jika ini terjadi berarti balon terlalu kembang dan harus segera diturunkan untuk mencegah ruptur arteri.
Peninggian tekanan diastolik arteri pulmonalis akan memberikan nilai yang positif palsu bila frekuensi jantung lebih dari 120 kali/menit karena tidak ada waktu bagi tekanan untuk kembali ke dasar.
Tekanan vena sentral dan tekanan baji tidak betul-betul menggambarkan penilaian volume darah, tapi perubahan pada parameter ini berkorelasi dengan perubahan volume darah.
Munculan klinis yang ada bila dikaitkan dengan nilai tekanan arteri pulmonalis sebagai berikut: normal tekanan arteri pulmonalis 10--15 mmHg dan tekanan baji 6-15 mmHg. Bila tekanan baji arteri pulmonalis (pulmonary arterial wedge pressure atau PAWP) sama dengan tekanan kapiler, berarti ada pengaliran cairan dari vaskular ke interstitial. Sedangkan bila PAWP meningkat 18--20 mmHg, ada kongesti ringan pada paru dan bila peninggian sampai 30 mmHg, didapatkan edema pulmonal akut. Pada syok septik atau hipovolemik, tekanan baji arteri pulmonalis kurang dari 5 mmHg. Di samping mengukur, perlu dilihat kecenderungan yang terjadi. Bila PAWP cenderung meningkat, kemungkinan penyakit kronis17.

Pemantauan Tekanan Vena Sentral

Kateterisasi vena intra torakal sering dilakukan pada anak sakit kritis. Salah satu indikasinya adalah untuk mengukur tekanan vena sentral6. Tekanan vena sentral menggambarkan preload ventrikel kanan atau tekanan akhir diastolik ventrikel kanan sehingga dapat memberikan informasi tentang volume darah, gambaran ventrikel kanan, serta kapasitas vena8,9,12,19.

Pemantauan tekanan vena sentral dilakukan pada pasien anak yang menjalani operasi jantung atau prosedur bedah lainnya dimana terjadi kehilangan darah atau perpindahan cairan dalam jumlah yang besar. Juga dilakukan pada pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau untuk mendapatkan akses vena karena tidak adekuatnya vena perifer4,8,9,10.

Pengukuran tekanan vena sentral dilakukan pada percabangan vena cava dan atrium kanan. Hal ini sama pada bayi, anak, dan orang dewasa. Pemasangan kateter vena sentral dapat dilakukan melalui v. jugularis interna, v. antekubiti, v. brakialis, v. subclavia, serta v. femoralis. Pada pasien kecil, v. subclavia dan jugularis interna lebih mudah digunakan8,9,13,18.

Pengukuran tekanan vena sentral dilakukan dengan pemasangan jarum atau kateter pada vena dan dihubungkan dengan suatu transduser. Biasanya dipasang pada saat operasi setelah induksi anestesi atau intubasi sedangkan pada ruang rawat intensif dilakukan dengan sedasi dan anestesi lokal. Pemasangannya harus dipandu dengan pemeriksaan EKG untuk mendeteksi terjadinya aritmia. Kateter yang digunakan bervariasi sesuai dengan usia anak, yaitu nomor 3 untuk anak dengan berat badan kurang dari 3 kg, nomor 4 untuk berat badan kurang dari 10 kg, nomor 5 untuk berat badan 10 sampai 20 kg, serta nomor 6 untuk berat badan lebih dari 20 kg4.

Tekanan vena sentral diukur dengan transduser tekanan dalam milimeter air raksa (mmHg) atau manometer air (cm H2O). Untuk mengkonversi air raksa ke air, nilai air raksa dikalikan 1,36 (mmHg x 1,36); untuk mengkonversi air ke air raksa, nilai air dibagi 1,36 (cm H2O : 1,36)9,18.

Tekanan vena sentral pada bayi yang sehat antara -2 sampai +4 mmHg, dan anak yang menderita kelainan jantung bawaan antara 4--8 mmHg. Pada pasien yang memakai ventilator nilainya antara 2--6 mmHg dan sering tidak toleran dengan tekanan yang rendah antara 0--3 mmHg. Nilai tekanan vena sentral yang lebih dari 8 mmHg biasanya sering disertai dengan disfungsi miokard atau tekanan dalam torak yang meninggi seperti pada pneumotorak, tamponade jantung, regurgitasi trikuspid, hipertensi pulmonal, atau gagal ventrikel4,9,18.

Jika peninggian nilai tekanan vena sentral kurang 3 mmHg setelah pemberian cairan, misalnya 50--200 cc, maka tambahan cairan masih dapat diberikan. Sedangkan bila peninggian tekanan lebih dari 7 mmHg, berarti cairan yang diberikan telah maksimal18.

Pada beberapa keadaan, didapatkan penurunan tekanan vena sentral, preload ventrikel kanan, serta curah jantung. Sistem kardiopulmonal yang lain normal, seperti pada dehidrasi berat, sepsis, perdarahan, diabetik ketoasidosis, dan lain-lain. Pada kasus-kasus yang berat, penanganannya sebaiknya dipandu dengan pemasangan tekanan vena sentral sehingga didapatkan data tentang kebutuhan cairan yang baik untuk membantu curah jantung18.

Kelemahan pemeriksaan tekanan vena sentral sebagai indikator preload otot jantung adalah bahwa tekanan vena sentral hanya mengukur tekanan sisi kanan saja sehingga tidak menggambarkan tekanan sistemik. Toussain dkk.17 memperlihatkan kelemahan pemeriksaan tekanan vena sentral dibandingkan dengan tekanan baji pada diagnosa tanpa gangguan jantung dan lebih jelek lagi pada yang ada gangguan jantung. Shoemaker dkk. (1988) memperlihatkan bahwa pemeriksaan tekanan vena sentral dan parameter non-invasif yang lain seperti frekuensi jantung, EKG, serta urine output sama tidak adekuatnya untuk mendeteksi gagal sirkulasi4,8,17.

Komplikasi pemasangan tekakan vena sentral adalah bakteremia, emboli udara, hematom lokal, pneumotorak, dan sepsis. Oleh karena itu, kateter vena sentral harus dicabut atau diganti setelah 3 hari pemasangan4,6,8.

Pemantauan Curah Jantung

Curah jantung atau cardiac output adalah jumlah darah yang dipompakan jantung ke sirkulasi dalam satu menit7-9. Pemeriksaan curah jantung merupakan dasar pemahaman proses hemodinamik tubuh7. Pada pediatri gawat darurat, pemeriksaan curah jantung dilakukan pada pasien pasca operasi atau syok dan biasanya dipakai kateter Swan Ganz4,8,9,22.

Curah jantung dapat dinilai dengan7,8,21,22: (1) Metode Fick; (2) Metode Dye dilution; dan (3) Metode Thermodilution. Metode thermodilution adalah yang terbanyak digunakan pada pediatri gawat darurat karena indikatornya alamiah serta tidak diperlukan sampel darah16

Cara pemeriksaan: 3--10 cc dextrose % dengan suhu 0 derajat sampai suhu kamar diinjeksikan ke dalam kateter melalui atrium kanan dan perubahan suhu dalam vaskuler dinilai dengan transduser pada arteri pulmonalis7,8. Agar didapatkan hasil yang akurat maka lama penyuntikan tidak lebih dari 2 detik, volume serta suhu obat stabil, suhu arteri pulmonalis stabil, dan lain-lain4,21. Jumlah curah jantung dapat dihitung dengan formula4:

Metode thermodilution dapat dipakai untuk mengukur aliran darah pada organ atau daerah tertentu dengan menempatkan themister pada organ tersebut. Misalnya, aliran pada paru kanan dengan anastomosis Glenn, dapat dilakukan injeksi melalui vena cava superior dan thermister pada arteri pulmonalis18.

Pada anak, penilaian curah jantung dikonversikan dengan luas permukaan tubuh dan disebut indek jantung. Nilai normal tergantung pada usia, biasanya antara 3--5 1/menit/m2. Karena luas permukaan tubuh kurang dari satu, maka besar indek jantung lebih besar dari curah jantung. Demikian pula sebaliknya pada orang dewasa. Pada neonatus, curah jantung lebih kurang 400--500 ml/kg/menit4.

Karena curah jantung dipengaruhi frekuensi jantung dan volume sekuncup, maka nilainya dapat ditingkatkan pada peninggian frekuensi jantung atau volume sekuncup, misalnya dengan pemberian cairan atau obat inotropik7,8.

Pemantauan Tekanan Atrium Kiri

Tekanan darah atrium kiri memberikan gambaran tekanan akhir diastolik ventrikel kiri bila tidak ditemukan kelainan katup mitral atau regurgitasi aorta20. Operasi jantung terbuka meningkatkan resistensi vaskuler perifer. Oleh karena itu, banyak ahli bedah jantung memasang kateter atrium kiri agar mendapatkan gambaran tekanan akhir diastolik ventrikal kiri yang lebih dipercaya. Pengukuran tekanan atrium kiri secara langsung dilakukan dan hasilnya lebih akurat dibandingkan dengan pemeriksaan tekanan baji karena tidak dipengaruhi paru-paru4,8.

Kateter atrium kiri dipasang melalui vena pulmonalis superior kanan dan diarahkan ke atrium kiri. Pada kateter diinfuskan 3 ml NaCl 0,9% atau 0,45% disertai heparin 1 unit/ml sebagai antikoagulan. Selama pemasangan kateter, harus dijaga tidak terbentuknya gelembung udara dan jangan memasukkan obat atau produk darah melalui kateter1,2,8,16.

Pada keadaan normal, tekanan atrium kiri lebih tinggi dari atrium kanan. Normalnya, tekanan rata-rata pada atrium kiri adalah 8 mmHg. Peninggian tekanan atrium kiri didapatkan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri dan gangguan aliran seperti mitral stenosis20.

Pemantauan tekanan atrium kiri dan kanan sangat berguna pada penanganan pasien pasca operasi. Penurunan tekanan keduanya secara simultan menandakan peningkatan fungsi otot jantung atau hipovolemia sedangkan penurunan yang progresif menunjukkan penurunan fungsi otot jantung atau kelebihan cairan. Peninggian atau penurunan yang tiba-tiba biasanya pada kasus katastropik, seperti infark jantung atau aritmia dengan peningkatan tekanan yang bermakna. Diagnosa tamponade jantung perlu dipertimbangkan bila didapatkan peningkatan tekanan atrium kanan dan penurunan tekanan atrium kiri secara simultan8.

Komplikasi yang sering ditemui pada pemasangan kateter atrium kiri adalah perdarahan, emboli, pembekuan darah, atau kegagalan mengangkat kembali kateter yang dipasang8-9.

Pemantauan Gas Darah Arteri

Pengukuran gas darah arteri berguna untuk menentukan keefektifan paru sebagai oksigenator dan ventilator. Pengukurannya dapat dilakukan baik secara invasif maupun non-invasif. Pemeriksaan secara invasif dengan memasang jarum atau kateter1,5.

Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan analisa gas darah dapat dilakukan pada a. radialis, a. tibialis posterior, a. dorsalis pedis, dan lain-lain. Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak2.

Pada neonatus, dimana sering ditemukan kesulitan untuk mendapatkan darah dari arteri, sampel darah kapiler dapat digunakan. Korelasi nilai sampel darah arteri dan kapiler bervariasi, baik untuk pH dan PCO2, tapi jelek untuk PaO22,12.

Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan analisa gas darah2,5,22:


Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan mengikat.


Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.


Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.


Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.

Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah2.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan2:

Derajat ventilasi alveoli ditetapkan berdasarkan tekanan CO2
Apakah telah terjadi asidosis metabolik
Apakah ini keadaan primer atau kompensasi
Nilai efektivitas koreksi keadaan hipoksemia
Pada pemeriksaan gas darah, yang pertama dinilai adalah kecukupan ventilasi untuk mengeliminasi CO2 yang terbentuk. Berdasarkan derajat ventilasi alveoli, hasil analisa gas darah dibagi atas:
Alkalosis respiratorik bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg
Ventilasi normal bila tekanan CO2 antara 30--50 mmHg
Asidosis respiratorik bila tekanan CO2 lebih dari 50 mmHg
Untuk menilai perubahan ventilasi pada fase akut, dapat dinilai hubungan anatara tekanan CO2 dan pH yang ada. Setiap peninggian tekanan CO2 20 mmHg, akan menurunkan pH 0,10 unit atau setiap penurunan tekanan CO2 10 mmHg maka pH akan meningkat 0,10 unit. Dengan melihat hubungan ini, kita dapat menilai keadaan ventilasi dan metabolisme yang mempengaruhi status asam basa2.

Koreksi terhadap asidosis metabolik dapat dilakukan dengan menilai defisit basa, yaitu dengan mengalikan base excess dengan cairan ekstrasel. Jumlah cairan ekstrasel adalah sepertiga berat badan. Para ahli menganjurkan koreksi setengah dosis dan kemudian dinilai ulang2,12.

Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi2:

Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.
Cara lain untuk memeriksa analisa gas darah arteri secara terus-menerus adalah dengan menempatkan suatu sensor (Paratrend 7) pada ujung kateter arteri. Dengan cara ini, kita dapat memantau perubahan nilai analisa gas darah secara kontinyu tanpa harus mengambil sampel darah23.

Kesimpulan

Pemantauan secara invasif dilakukan pada penanganan pasien di mana terjadi perubahan hemodinamik yang cepat atau diperlukan data yang banyak dan beragam dalam waktu yang singkat.

Pemantauan sistem kardiorespirasi invasif dilakukan dengan memakai beberapa macam alat atau satu macam alat yang mempunyai fungsi ganda seperti kateter arteri pulmonalis. Pemeriksaan secara invasif menyebabkan terganggunya sistem barier tubuh dan dapat menimbulkan komplikasi.

Pemantauan sistem kardiorespirasi secara invasif memberikan hasil yang lebih akurat sehingga dapat mempertajam diagnosa, melakukan intervensi pada saat yang tepat sehingga didapatkan hasil yang maksimal serta menekan angka kesakitan dan kematian serta prognosis paska perawatan yang lebih baik, yang menjadi tujuan utama perawatan anak sakit kritis dapat dicapai.

Akhirnya, pemantauan dengan cara invasif tetaplah hanya merupakan suatu alat bantu yang tidak dapat menggantikan posisi pemeriksaan klinis yang dilakukan secara baik, terutama bila pemantauan tidak dilakukan dengan cara yang benar.

Daftar Pustaka

Tobin MJ. Respiratory monitoring in the intensive care unit. Am Rev Respir Dis 1998; 138:1625-42.
Meliones JN, Wilson BG, Cheifetz IM, Hayden WR, Greenberg RS. Respiratory monitoring. Dalam : Rogers MC, Nichols DG, penyunting. Textbook of Pediatric intensive care. Edisi ke-3. London : Williams & Wilkins, 1996, h.331-63.
Cifra HL. Non invasive monitoring in neonatal intensive care. Disampaikan pada 5th Symposium on shock & critical care. Jakarta, 1996, h.39-41.
Heitmiller ES, Wetzel RC. Hemodynamic monitoring considerations in pediatric critical care. Dalam : Rogers MC, Nichols DG, penyunting. Textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-3. London : Williams & Wilkins, 1996, h.607-40.
Venkataram ST. Respiratory : assesment of oxygenation & ventilation. Dalam : Singh NC, penyunting. Manual of pediatric critical care. Sydney : Saunders, 1996, h.48-57.
Notterman DA. Intensive hemodynamic monitoring. Dalam : Zimerman, penyunting. Critical care pediatrics. Sydney : Saunders, 1985. h.43-54.
Wetzel RC, Togers MC. Invasive monitoring. Pediatric hemodynamic monitoring. h.39-61.
Blitt CD. Invasive monitoring. Monitoring in anesthesia and critical care medicine. New York : Churchill Livingstone, 1985. h.613-39.
Flynn JBC, Bruce NP. Hemodynamic and respiratory monitoring. Introduction to critical care skill. Boston : Mosby, 193. h.161-217.
Wetzel RC. Pediatric monitoring. Dalam : Ayres SM, Grenvik A, Holbrook PR, Shoemaker WC, penyunting. Textbook of critical care. Edisi ke-3. London : Saunders, 1996. h.323-31.
Marino PL. Arterial pressure recording. The ICU book. Pensylvania : Lea & Febiger, 1991. h.89-100.
Hughes DG. Monitoring in paediatric anaesthesia. Dalam : Mather JS, Hughes DG, penyunting. A handbook of paediatric anasthesia. New York : Oxford, 1991. h.62-83.
Bongard FS, Sue DY. Critical care monitoring. Dalam : Bongard FS, Sue DY, penyunting. Current critical care diagnosis & treatment. Edisi ke-1. London : Prentice hall, 1994.h.170-90.
Marino PL. The world of the pulmonary artery catheter. The ICU book. Pensylvania : Lea & Febinger. 1991. h.101-10.
Wiedemann HP, Matthay MA, Matthay RA. Cardiovascular pulmonary monitoring in the intensive care unit (part 1). Chest 1984; 85: 537-49.
Bartlett SCS. Arterial cathetherization. Dalam : Taeusch HW, Christiansen RO, Buescher ES, penyunting. Pediatric and neonatal tests and procedures. Tokyo : Saunders, 1996. h.160-72.
Scwartz AJ. Pulmonary artery catheter. Dalam : Taeusch HW, Christiansen RO, penyunting. Pediatric and neonatal tests and procedures. Tokyo : Saunders, 1996. h.131-39.
Gomersall CD, Oh TE. Haemodynamic monitoring. Dalam : Oh TE, penyunting. Intensive care manual. Edisi ke-4. Hongkong : Butterworth heinemann. h.831-38.
Figuera LOT, Craft M, Copeland MM, Fixler D. Swan Ganz Pulmonary artery catheter and left atrial catheter. Dalam : Levin DL, Morris FC, penyunting. Essentials of pediatric intensive care. St Louis : Quality medical publishing, 1991. h.834-43.
Lock JE, Keane JF, Mandell VS, Perry SB. Cardiac catheterization. Dalam : Fyler DC, penyunting. Nadas' pediatric cardiology. Singapore : Infor access & distribution, 1992. h.187-97.
Bernstein D. The cardiovascular system. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-15. London : Saunders, 1996. h.1262-82.
Shemi SD. Cardiovascular monitoring. Dalam : Singh NC, penyunting. Manual of pediatric intensive care. Sydney : Saunders, 1996. h.119-27.
Weiss KI, Fink S, Harrison R, Feldman JD, Brill JE. Clinical use of continuous arterial blood gas monitoring in the pediatric intensive care unit. Pediatrics 1999; 103: 440-5.

sumber.http://www.tempo.co.id