Friday, May 25, 2007

Tips menghadapi kanker.......


Tips-tips kecil berikut kelihatannya sepele, tetapi akan membuat Anda lebih mudah
melewati hari-hari kanker Anda....

Pemeriksaan dan Pengobatan

Sejak pertama kali didiagnosa kanker, buatlah (atau mintalah orang yang mendampingi Anda membuat) catatan harian tentang apa saja yang berkaitan dengan kanker Anda: diagnosa dokter, pemeriksaan dan hasil laboratorium, nama dan dosis obat, terapi yang anda terima, diet yang harus Anda lakukan, kunjungan ke dokter/rumah sakit (dan untuk keperluan apa), segala keluhan dan perubahan keadaan Anda, serta segala tetek-bengek lain yang kelihatan tidak penting sekalipun! Suatu saat Anda akan memerlukan catatan ini.
Ajaklah keluarga atau teman saat ke dokter, dan mintalah mereka mencatat hal-hal penting yang dikatakan dokter.
Agar tidak menunggu terlalu lama, teleponlah dokter satu jam sebelumnya untuk memastikan dokter Anda tidak terlambat datang.
Sempatkan ke dokter gigi sebelum memulai terapi kanker Anda agar tidak timbul masalah di tengah-tengah pengobatan.
Potonglah pendek rambut Anda sebelum memulai kemoterapi agar tidak terlalu banyak yang rontok. Kalaupun rontok, tidak tampak mencolok.
Berhati-hatilah. 7-12 hari sesudah kemoterapi Anda mudah terkena infeksi. Jagalah kebersihan dan hindari berada di dekat orang yang sakit. Jika demam, segeralah ke dokter.
Makan dan Minum

Sekalipun Anda merasa mual, upayakan tetap makan. Makan sedikit lebih baik daripada tidak makan sama sekali, karena perut yang kosong akan memperparah rasa mual Anda.
Minumlah 8-10 gelas sehari untuk membantu tubuh Anda membuang racun sisa-sisa pengobatan.
Kurangi minum kopi, terlebih jika Anda diare. Waspadai juga caffeine pada minuman cola dan sebangsanya. Lebih baik diganti teh, apalagi kalau teh hijau.
Jangan sampai persediaan makanan di kulkas habis, untuk persediaan jika sewaktu-waktu tidak sempat memasak/membeli makanan.
Aktivitas

Tetaplah berolahraga, sekalipun hanya berjalan-jalan di sekitar rumah, agar Anda mendapat udara segar dan tetap merasa bugar fisik maupun mental.
Tetaplah melakukan aktivitas sehari-hari, tetapi jangan dipaksakan. Istirahatlah jika lelah.
Jika Anda tidak punya pembantu, ini saatnya mengambil pembantu, atau mintalah kerabat Anda untuk membantu melakukan tugas Anda sehari-hari.
Jika ada bagian tubuh Anda yang terasa nyeri, mintalah obat nyeri pada dokter. Jika masih tetap nyeri, mintalah obat lain. Jangan biarkan rasa nyeri mengganggu aktivitas Anda.
Hiburan

Nikmati hidup Anda. Lakukan hal-hal yang Anda sukai: berkunjung ke rumah sanak-saudara, nonton film, belanja ke mal, memasak, pengajian, arisan, memperbaiki mobil, merawat tanaman, membersihkan rumah, apa saja sesuka Anda!
Letakkan handphone di dekat Anda. Tidak hanya penting untuk saat-saat darurat, tetapi juga bermanfaat untuk menghubungi keluarga, sanak-saudara, dan teman-teman agar Anda tetap merasa gembira.
Matikan telepon saat Anda ingin istirahat. Kalau perlu rekamlah perkembangan kesehatan Anda dan gunakan sebagai pesan pada mesin penjawab.
Jika Anda terpaksa berada di tempat tidur cukup lama, siapkan hiburan di kamar Anda: televisi, radio, majalah, buku, telepon, dll.
Lain-lain

Pindahlah ke kamar tidur yang terdekat dengan kamar mandi.
Pasang tombol bel di kamar mandi, barangkali Anda membutuhkan bantuan.
Siapkan obat kumur dan sikat gigi yang lunak. Kemoterapi kadang menyebabkan sariawan.
Upayakan cukup tidur untuk memulihkan kondisi.
Ragam Pengobatan

Pengobatan - Pengobatan Medis
Saat ini ada banyak sekali jenis pengobatan kanker. Dokter akan menjelaskan pada Anda prosedur pengobatan yang harus Anda tempuh. Kalau tidak, jangan segan menanyakannya. Berikut beberapa contoh pertanyaan yang bisa Anda tanyakan kepada dokter, serta garis besar berbagai teknik pengobatan kanker yang bisa Anda pilih:

Apa persisnya jenis kanker saya? Bagaimana kondisinya?
Apa saja pengobatan yang memungkinkan?
Apa sisi posisif pengobatan tersebut?
Apa sisi negatifnya?
Pengobatan apa yang Anda sarankan? Mengapa itu, bukan yang lain?
Apa yang akan saya rasakan selama pengobatan itu?
Apakah ada efek sampingnya?
Upaya apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi efek samping tersebut?
Apa yang boleh atau tidak boleh saya lakukan?

Selain pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sudah pasti Anda bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan Anda sendiri. Apa pun yang ingin Anda ketahui, tanyakan. Dan apa pun yang Anda rasakan, kemukakan, karena bisa jadi akan mempengaruhi keputusan dokter. Terlebih kalau menyangkut masalah kesehatan yang selama ini rutin Anda alami, kelainan, kebiasaan tertentu, dan sebagainya.

Berikut adalah berbagai pilihan pengobatan untuk kanker. Untuk keterangan yang lebih jelas Anda bisa menanyakannya kepada dokter Anda.

1. Operasi/Pembedahan
Pembedahan merupakan prosedur pengobatan kanker yang paling tua, dan paling besar kemungkinannya untuk sembuh, khususnya untuk jenis kanker tertentu yang belum menyebar ke bagian tubuh lain. Kemajuan di bidang pembedahan telah memungkinkan tindakan operasi dengan luka dan efek seminimal mungkin (bahkan ada yang tanpa luka sama sekali), sehingga sesudahnya Anda bisa kembali beraktivitas seperti semula.

2. Kemoterapi
Kemoterapi telah digunakan untuk pengobatan kanker sejak tahun 1950-an. Diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker yang akan dioperasi, atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa-sisa sel kanker. Kadang dikombinasi dengan terapi radiasi, kadang tidak.

Obat penghancur sel kanker ini diberikan dalam tablet/pil, suntikan, atau infus. Jadwal pemberiannya ada yang setiap hari, seminggu sekali, atau bahkan sebulan sekali. Berapa lama Anda akan menjalani kemoterapi dan ada efek sampingnya atau tidak, tergantung jenis kanker Anda dan jenis kemoterapinya.

3. Radiasi
Untuk beberapa jenis kanker seperti kanker di daerah leher dan kepala, kelenjar, paru-paru, dan penyakit Hodgkin, radiasi merupakan pilihan pengobatan yang paling utama. Tetapi radiasi juga biasa diberikan pada kanker-kanker jenis lain, baik sebagai terapi tunggal maupun terapi kombinasi dengan pembedahan maupun kemoterapi.

Terapi yang efeknya bersifat lokal ini diberikan secara eksternal atau secara internal. Secara eksternal menggunakan alat tertentu untuk menembakkan gelombang radioaktif ke arah sel-sel kanker (“disinar”), sedang internal dalam bentuk implant radioaktif yang disisipkan di area kanker, atau berupa obat telan/suntik.

4. Immunoterapi
Immunoterapi yang disebut juga terapi biologis merupakan jenis pengobatan kanker yang relatif baru. Sekalipun demikian diperkirakan akan segera maju pesat dan menjadi andalan para dokter dalam upaya penyembuhan kanker secara total.

Tidak beda dengan imunisasi pada umumnya, immunoterapi bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh guna melawan sel-sel kanker. Ada tiga macam immunoterapi, yaitu aktif (vaksin kanker), pasif, dan terapi adjuvan. Di Indonesia immunoterapi kadang diberikan bersama-sama dengan jenis pengobatan lain untuk mendapatkan hasil lebih optimal, tetapi tidak selalu. Sampaikan kepada dokter kalau Anda menginginkannya.

5. Terapi Gen
Terapi gen dilakukan dengan beberapa cara: (1) mengganti gen yang rusak atau hilang, (2) menghentikan kerja gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan sel kanker, (3) menambahkan gen yang membuat sel kanker lebih mudah dideteksi dan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh, kemoterapi, maupun radioterapi, dan (4) menghentikan kerja gen yang memicu pembuatan pembuluh darah baru di jaringan kanker sehingga sel-sel kankernya mati.

Pada saat ini terapi gen belum dipergunakan secara umum, tetapi berbagai ujicoba klinis telah dilakukan dan menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Penggunaannya secara luas hanya soal waktu saja.

6. Pengobatan Alternatif
Pada dasarnya yang disebut “pengobatan alternatif” dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis pengobatan di atas, tetapi kurangnya riset medis yang memadai menyebabkan pengobatan yang pada umumnya merupakan pengobatan tradisional ini kurang diakui kalangan kedokteran, karenanya hanya disebut sebagai “alternatif”. Tentang pengobatan ini akan kita bahas tersendiri.

Nah, sebaiknya Anda mendiskusikan apa pengobatan yang paling tepat dengan dokter Anda, dan mulailah segera. Semakin cepat Anda memulainya, semakin baik hasilnya :)

Tips:
Kalau ingin mencoba cara pengobatan yang paling mutakhir, Anda bisa bergabung dengan “clinical trials” di lembaga-lembaga riset, tetapi sayang kebanyakan berada di luar negeri.

http://rumahkanker.com/content/view/2/40/
Mengapa Pembedahan?


Pembedahan merupakan jenis pengobatan kanker yang paling tua dan paling penting. Selain untuk pengobatan, pembedahan juga dilakukan untuk menegakkan diagnosa dan menentukan stadium kanker. Dengan semakin majunya teknik pembedahan, tingkat keberhasilannya pun semakin meningkat. Kini pembedahan diupayakan menimbulkan luka seminimal mungkin, sehingga penderita tetap dapat beraktivitas senormal mungkin.

Pembedahan –yang secara awam lebih dikenal dengan istilah operasi– menawarkan tingkat kesembuhan yang paling tinggi dibanding pengobatan kanker jenis lainnya, khususnya jika sel-sel kanker belum menyebar ke bagian tubuh lain.

Sebagian besar penderita kanker memerlukan operasi pembedahan (dalam skala besar maupun kecil, yang kadang bahkan tidak menimbulkan luka bedah sama sekali) dengan berbagai tujuan:

Preventif (Pencegahan)
Dilakukan untuk mengangkat jaringan tubuh non kanker yang dikhawatirkan akan berkembang menjadi ganas/kanker. Contohnya, operasi untuk mengangkat polip di usus besar.

Diagnostik
Lazim disebut biopsi, dilakukan untuk mengambil sampel jaringan untuk mengetahui ganas-tidaknya atau apa jenis kankernya. Diagnosa kanker sering hanya dapat dipastikan dengan cara memeriksa sampel jaringan menggunakan mikroskop.

Menentukan Stadium
Sekalipun pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium atau foto dapat membantu menetukan stadium kanker, operasi bisa lebih akurat menunjukkan sudah seberapa jauh kanker itu menyebar, misalnya operasi laparotomi atau laparoskopi.

Penyembuhan
Selama berpuluh-puluh tahun tindakan operasi merupakan cara penyembuhan kanker yang paling utama. Terkadang dikombinasikan dengan kemoterapi atau radiasi (atau keduanya sekaligus), terkadang tidak. Kemoterapi dan radiasi bisa diberikan sebelum atau sesudah pembedahan, bahkan radiasi kadang diberikan pada saat dilakukan pembedahan.

Jika jaringan kanker belum menyebar dan seluruhnya bisa diangkat, tindakan ini dapat membawa kesembuhan total. Tetapi jika sudah menyebar ke sekitarnya, apalagi ke organ tubuh lain seperti pada penderita stadium lanjut, mengangkat seluruh jaringan kanker beresiko menyebabkan kerusakan yang terlalu parah. Tindakan operasi dilakukan hanya untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan, sisanya dibersihkan dengan kemoterapi atau radioterapi.

Paliatif
Pada beberapa jenis kanker stadium lanjut yang tidak mungkin disembuhkan, tindakan operasi dilakukan untuk mengatasi komplikasi dan gangguan yang timbul. Misalnya, kadang ada kanker di bagian perut tumbuh begitu besar sampai menyumbat usus atau mengganggu organ-organ lain. Ini perlu diatasi. Bisa juga pembedahan dilakukan untuk menghilangkan sumber rasa sakit yang tidak mungkin diatasi dengan obat-obatan biasa.

Suportif
Pembedahan jenis ini bertujuan untuk menunjang pengobatan jenis lain. Misalnya operasi pemasangan port kateter pada pembuluh darah, yang akan digunakan untuk memasukkan obat-obat kemoterapi, mengambil sampel darah, dsb.

Rekonstruktif
Bedah rekonstruksi dilakukan untuk mengembalikan penampilan seseorang atau fungsi organ tubuhnya setelah dilakukan operasi lain sebelumnya. Contohnya pada kanker payudara, perlu dilakukan bedah rekonstruksi setelah penderita menjalani operasi mastektomi (pengangkatan payudara).

http://rumahkanker.com/content/view/14/40/
Kemoterapi, Kawan Atau Lawan?


Terdapat kurang lebih 130 jenis penyakit kanker, yang mempengaruhi kondisi tubuh kita dengan berbagai macam cara dan membutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Tetapi semua jenis kanker itu memiliki kesamaan: terdiri atas sel-sel yang membelah dengan cepat dan tumbuh tak terkontrol. Fungsi utama obat-obat kemoterapi adalah mengenali dan menghancurkan sel-sel seperti ini.

Kemoterapi telah digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan sebelum atau sesudah pembedahan. Kadang disertai dengan terapi radiasi, kadang cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah membasmi seluruh sel kanker sampai ke akar-akarnya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak untuk mengontrol sel-sel kanker agar tidak menyebar lebih luas.

Karena jenis kanker dan kondisi tiap orang berbeda, berbeda-beda pula jenis kemoterapinya. Dokter akan mengajak Anda berbicara untuk memutuskan kemoterapi mana yang paling tepat untuk Anda.

Bentuk Kemoterapi
Ada beberapa cara pemberian kemoterapi:

Dalam bentuk tablet atau kapsul yang harus diminum beberapa kali sehari. Keuntungan kemoterapi oral semacam ini adalah: bisa dilakukan di rumah.

Dalam bentuk suntikan atau injeksi. Bisa dilakukan di ruang praktek dokter, rumah sakit, klinik, bahkan di rumah.
Dalam bentuk infus. Dilakukan di rumah sakit, klinik, atau di rumah (oleh paramedis yang terlatih).

Tergantung jenisnya, kemoterapi ada yang diberikan setiap hari, seminggu sekali, tiga minggu sekali, bahkan sebulan sekali. Berapa seri Anda harus menjalani kemoterapi, juga tergantung pada jenis kanker Anda.


Efek Samping
Yang paling ditakuti dari kemoterapi adalah efek sampingnya. Ada orang yang sama sekali tidak merasakan adanya efek samping kemoterapi. Ada yang mengalami efek samping ringan. Tetapi ada juga yang sangat menderita karenanya. Ada-tidak atau berat-ringannya efek samping kemoterapi tergantung pada banyak hal, antara lain jenis obat kemoterapi, kondisi tubuh Anda, kondisi psikis Anda, dan sebagainya.

Efek samping kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi sangat kuat, dan tidak hanya membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat.
Karena itu efek samping kemoterapi muncul pada bagian-bagian tubuh yang sel-selnya membelah dengan cepat, yaitu:

rambut (rontok)
sumsum tulang (berkurangnya hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah, sesak nafas, mudah mengalami perdarahan, dan mudah terinfeksi)
kulit (membiru/menghitam, kering, serta gatal), mulut dan tenggorokan (sariawan, terasa kering, dan sulit menelan)
saluran pencernaan (mual, muntah, nyeri pada perut)
produksi hormon (menurunkan nafsu seks dan kesuburan)

Tetapi Anda tidak perlu takut. Bersamaan dengan kemoterapi, biasanya dokter memberikan juga obat-obat untuk menekan efek sampingnya seminimal mungkin. Lagi pula semua efek samping itu bersifat sementara. Begitu kemoterapi dihentikan, kondisi Anda akan pulih seperti semula.

Beberapa produk suplemen makanan mengklaim bisa mengurangi efek samping kemoterapi sekaligus membangun kembali kondisi tubuh Anda. Anda bisa menggunakannya, tetapi konsultasikanlah dengan ahlinya, dan sudah tentu dengan dokter Anda juga.

Saat ini, dengan semakin maraknya penggunaan obat-obatan herbal (yang semakin diterima kalangan kedokteran), banyak klinik yang mengaku bisa memberikan kemoterapi herbal yang bebas efek samping. Kalau Anda bermaksud menggunakannya, pastikan yang menangani Anda di klinik tersebut adalah seorang dokter medis. Paling tidak Anda harus berkonsultasi dengan dokter yang merawat Anda, dan lakukan pemeriksaan laboratorium secara teratur untuk memantau hasilnya.

http://rumahkanker.com/content/view/19/40/

Wednesday, May 23, 2007

PROTEIN DENGUE PERANGSANG ANTIBODI

Tim peneliti Universitas Airlangga menemukan vaksin baru Imunisasi Demam Berdarah. Berhasil diuji coba pada kera, Berbeda dengan vaksin Thailand. Adela masih tergolek di bangsal anak Rumah sakit Dr. Sutomo, Surabaya Jawa Timur, Hingga Rabu pekan lalu , bocah tiga tahun ini belum diizinkan meninggalkan Rumah Sakit. Adela terpaksa dirawat inap sejak pekan sebelumnya. Orang tuanya, Adi Winarko, 36 tahun, dan Winarti, 30 tahun, panik. Mereka tak menduga putra pertamanya terjangkit demam berdarah. Padahal, rumah mereka di jalan Barata Jaya, Surabaya, setiap hari dibersihkan. Bak mandipun dua hari sekali dikuras, Kani 52 tahun, yang setiap hari menunggui Adela di rumah sakit, menduga nyamuk Aidesaegypti, pentebab demam berdarah, yang menyerang cucunya berasal dari waduk Kali Wonokromo, hanya 10 meter dari rumahnya. Serangan demam berdarah memang sering datang tak terduga, Apalagi di musim hujan, “ Jumlah nyamuk penyebab demam berdarah berlipat ganda bila hujan tiba, “ kata Rita Kusriastuti, Kepala subdirektorat Arbovirusis, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular, Departemen Kesehatan. Korban meninggal sejak penyakit ini dotemukan pun tetap tinggi. Adela mungkin tidap perlu terlalu lama menginap di rumah sakit, bila vaksin pencegah demam berdarah yang mumpuni. Sejak penyakit ini diketahui pertama kali, berbagai negara berupaya membuat vaksin, Misalnya Thailand, Para ahli “ negari gajah Putih “ ini memulai proyek pembuatan vaksin, 10 tahun lalu. Hasilnya sudah diujicobakan pada manusia. “ Namun, efektifitasnya belum sempurna,” kata Rita. Meski terlambat, ahli-ahli Indonesia tak mau ketinggalan. Tim peneliti Pusat Riset Penyakit Tropis Universitas Airlangga Surabaya, telah menemukan serum baru untuk imunisasi demam berdarah, Hasilnya dipaparkan di Singapura, dalam simposium Demam berdarah dan TBC, 22 Januari lalu. Tim dipimpin guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Soegeng Soegijanto, bersama empat koleganya sefakultas, yakni Fedik A, Rantam, Soetjipto, Ketut Sudiana, dan Yos Priyatna. Mereka menghabiskan dana hibah dari Departemen Pendidikan Nasional Rp. 800 juta.

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=19
Ekstrak Daun Jambu Biji Bisa Mengatasi DBD

Konferensi pers BPOM beserta Fakultas Kedokteran Unair. Merujuk hasil kerja sama penelitian Fakultas Kedokteran Unair dan BPOM, ekstrak daun jambu biji bisa menghambat pertumbuhan virus dengue. Bahan itu juga meningkatkan trombosit tanpa efek samping. Masyarakat mesti memperhatikan informasi penting ini. Berdasarkan hasil kerja sama dalam uji pre klinis Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dilansir di Jakarta, Rabu (10/3) siang, ekstrak daun jambu biji dipastikan bisa menghambat pertumbuhan virus dengue penyebab demam berdarah dengue (DBD). Bahan itu juga mampu meningkatkan jumlah trombosit hingga 100 ribu milimeter per kubik tanpa efek samping. Peningkatan tersebut diperkirakan dapat tercapai dalam tempo delapan hingga 48 jam setelah ekstrak daun jambu biji dikonsumsi.
Menurut Kepala BPOM dokter Sampurno, sampai saat ini obat demam berdarah memang belum ditemukan. Tak heran bila pola pengobatannya pun hanya bersifat pendukung semata. Sampurno menambahkan, setelah uji lebih lanjut yang dilakukan tim peneliti yang dipimpin Profesor Doktor Sugeng Sugiarto itu, diharapkan ekstrak daun jambu biji dapat dijadikan obat antivirus dengue berupa suplemen yang dipasarkan ke masyarakat. Di antaranya dalam bentuk kapsul buat orang dewasa dan sirup untuk anak-anak.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, sebenarnya di Bangkok, Thailand, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pernah berhasil membuat vaksin Dengue Divalen dan Trivalen, buat mengatasi wabah demam berdarah alias Dengue Hemorrhagic Fever. Namun sampai saat ini, vaksin tersebut belum dipasarkan di Indonesia. Alternatif yang muncul adalah memperbanyak minum air putih untuk mengembalikan homeostatis (kecenderungan menetap dalam keadaan tubiuh normal dalam organisme) cairan tubuh. Solusi lainnya adalah pasien diberi jus bambu biji yang memiliki kandungan vitamin C dan vitamin A yang tinggi. Vitamin C berfungsi dalam meningkatkan kecerdasan sel, sedangkan vitamin A berfungsi menjaga regenerasi sel agar selalu tepat waktu.
Kehadiran dua vitamin ekstra dalam ekstrak jambu biji tadi amat penting. Merujuk pada contoh kasus uji coba, pasien DBD yang menerima kapsul ekstrak jambu biji berdosis 3X2 setiap hari selama lima hari, mendapat pasokan trombosit baru lebih besar dari 100 ribu per ml pada hari terakhir. Itu lantaran asam amino dalam jambu biji mampu membentuk trombopoitin dari serin dan threonin, yang berfungsi dalam proses maturasi megakariosit menjadi trombosit.(BMI/Tim Liputan 6 SCTV)
PNEUMONIA

Pengertian Pnemonia
Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pnemonia.
Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pnemonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah Pnemonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan Pnemonia.
Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia:
Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia)
Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia )
Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan otitis, tidak termasuk penyakit yang tercakup dalam program ini.
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropah. Di AS misalnya, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa.

Mengobati Pneumonia
Anda mengalami tanda-tanda penumonia ?, Jangan khawatir, kesempatan sembuh masih amat besar dengan syarat-syarat berikut ini; usia masih muda, dideteksi sejak dini, sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik, infeksi belum menyebar, dan tidak ada infeksi lain.
Pengobatan awal biasanya adalah antibiotik, yang cukup manjur mengatasi penumonia oleh bakteri, mikoplasma dan beberapa kasus rickettsia.
Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan pasien juga bisa diobati dirumah. Biasanya dokter yang menangani peneumonia akan memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing, setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Soalnya, seranganberikutnya bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah.
Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembvalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari dari pneumonia mikoplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang. Secara rutin, pasien yang sudah sembuh dari pneumonia jangan dilarang kembali melakukan aktifitasnya. Namun mereka perlu diingatkan untuk tidak langsung melakukan yang berat-berat. Soalnya, istirahat cukup merupakan kunci untuk kembali sehat.
Untuk menangani pernapasan akut parah ( Severe Acute Respiratory Syndrom/SARS) yang masih misterius, organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan para petugas kesehatan untuk menerapkan Universal Precautions. Artinya, mereka harus mengenakan sarung tangan, masker, sepatu boot dan jas yang melindungi seluruh tubuh dari kontak langsung dengan penderita. Buat penderitanya juga dianjurkan untuk mengenakan masker dan pelindung lain sampai SARS-nya ditanggulangi. Pasien yang dicurigai atau kemungkinan besar terkena SARS harus diisolasi. Ruang perawatannya harus bertekanan rendah dengan pintu tertutup rapat, tidak sharing dengan pasien lain ( termasuk dengan pasien sindrom serupa ) dan punya fasilitas kamar mandi dan kloset sendiri.
Semua peralatan yang digunakan sebaiknya sekali pakai dan ruangan dibersihkan dengan menggunakan desinfektans yang mengandung antibakteri, antivirus dan antijamur. Pasien sebaiknya dijaga tidak banyak bergerak. Pasien maupun para petugas kesehatan yang menangani dianjurkan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun untuk menghindari penyebaran. Karena antibiotika berspekturm luas tidak menunjukkan efektifitas menangani SARS, WHO lebih menganjurkan untuk memanfaatkan suntikan intravena ribavirin dan steroid untuk menstabilkan kondisi pasien yang sudah kritis.

Kenali Pneumonia biar tak Terlambat
PNEUMONIA sebenarnya bukan peyakit baru. American Lung Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di negara itu.
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru ? paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara ? gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

Pneumonia Oleh Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pencandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan.
Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang eksterm, pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia.

Pneumonia Oleh Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.
Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.
Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 ? 136 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru.

Pneumonia Mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia ).
Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi dalam perang dnia II. Mikoplasma adalah agen terkecil dialam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.
Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan sedikit lendir. Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah baru hilang dalam waktu lama.

Pneumonia Jenis Lain
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pnumonia ( PCP ) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS.
PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang baik akan mencegah atau menundah kekambuhan.
Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan , gas, debu maupun jamur.
Rickettsia- juga masuk golongan antara virus dan bakteri-menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan psittacosis. Penyakit-penyakit ini juga mengganggu fungsi Paru, namun pneumonia tuberkulosis alis TBC adalah infeksi paru paling berbahaya kecuali dioabati sejak dini.

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=48

Sunday, May 13, 2007

Perawatan Paliatif? Apa Sih?

Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit. Dan yang ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya.

Dulu perawatan ini hanya diberikan kepada pasien kanker yang secara medis sudah tidak dapat disembuhkan lagi, tetapi kini diberikan pada semua stadium kanker, bahkan juga pada penderita penyakit-penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti HIV/AIDS dan berbagai kelainan yang bersifat kronis.

Menurut dr. Maria A. Witjaksono, dokter Palliative Care Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:

1. Menghargai setiap kehidupan.
2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien dan keluarga.
7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat.
9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.

Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal 19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar).

Di RS Dr. Soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh Pusat Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri. Pelayanan yang diberikan meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat rumah, day care, dan respite care.

Pengertian rawat jalan dan rawat inap sudah cukup jelas. Rawat rumah (home care) dilakukan dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita, terutama yang karena alasan-alasan tertentu tidak dapat datang ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim yang terdiri atas dokter paliatif, psikiater, perawat, dan relawan, untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami penderita kanker dan keluarganya, bukan hanya menyangkut masalah medis/biologis, tetapi juga masalah psikis, sosial, dan spiritual.

Day care merupakan layanan untuk tindakan medis yang tidak memerlukan rawat inap, misalnya perawatan luka, kemoterapi, dsb. Sedang respite care merupakan layanan yang bersifat psikologis. Di sini penderita maupun keluarganya dapat berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, atau sekedar bersantai dan beristirahat. Bisa juga menitipkan penderita kanker (selama jam kerja), jika pendamping atau keluarga yang merawatnya ada keperluan lain.

Menurut Prof. R. Sunaryadi Tejawinata dr., SpTHT (K), FAAO, PGD.Pall.Med (ECU) –Kepala Pusat Pengembangan Paliatif & Bebas Nyeri RSU Dr. Soetomo periode 1992-2006– salah satu aspek penting dalam perawatan paliatif adalah kasih, kepedulian, ketulusan, dan rasa syukur. Begitu pentingnya aspek ini, sampai melebihi pentingnya penanganan nyeri yang mutlak harus dilakukan dalam perawatan paliatif.

Beliau juga menyatakan, pada penderita kanker yang tidak mungkin tersembuhkan lagi, perawatan paliatif pada dasarnya adalah upaya untuk mempersiapkan awal kehidupan baru (akhirat) yang berkualitas. Tidak ada bedanya dengan perawatan kandungan yang dilakukan seorang calon ibu, yang sejak awal kehamilannya rutin memeriksakan diri untuk memastikan kesehatannya dan tumbuh kembang calon bayinya, agar dapat melewati proses kelahiran dengan sehat dan selamat, selanjutnya dalam kehidupan barunya sebagai manusia si bayi dapat tumbuh menjadi manusia yang sehat dan berkualitas.

Sedang bagi penderita kanker stadium dini, perawatan paliatif merupakan pendamping pengobatan medis. Meningkatnya kualitas kehidupan pasien karena perawatan paliatif diharapkan akan membantu proses penyembuhan kanker secara keseluruhan.

sumber.http://rumahkanker.com/content/view/24/45/
Terapi Gen: Senjata Baru


Terapi gen merupakan pendekatan baru dalam pengobatan kanker, yang saat ini masih bersifat eksperimental. Sejak mengetahui bahwa kanker merupakan penyakit akibat mutasi gen, para ahli mulai berpikir bahwa terapi gen tentu efektif untuk mengobatinya. Apalagi kanker jauh lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan penyakit keturunan akibat kelainan genetis yang selama ini diobati dengan terapi gen.

Saat ini para ilmuwan sedang mencoba beberapa cara kerja terapi gen untuk pengobatan kanker:

1. Menambahkan gen sehat pada sel yang memiliki gen cacat atau tidak lengkap. Contohnya, sel sehat memiliki “gen penekan tumor” seperti p53 yang mencegah terjadinya kanker. Setelah diteliti, ternyata pada kebanyakan sel kanker gen p53 rusak atau bahkan tidak ada. Dengan memasukkan gen p53 yang normal ke dalam sel kanker, diharapkan sel tersebut akan normal dan sehat kembali.

2. Menghentikan aktivitas “gen kanker” (oncogenes). “Gen kanker” merupakan hasil mutasi dari sel normal, yang menyebabkan sel tersebut membelah secara liar menjadi kanker. Ada juga gen yang menyebabkan sel kanker bermetastase (menjalar) ke bagian tubuh lain. Menghentikan aktivitas gen ini atau protein yang dibentuknya, dapat mencegah kanker membesar maupun menyebar.

3. Menambahkan gen tertentu pada sel kanker sehingga lebih peka terhadap kemoterapi maupun radiasi, atau menghalangi kerja gen yang dapat membuat sel kanker kebal terhadap obat-obat kemoterapi. Juga dicoba cara lain, membuat sel sehat lebih kebal terhadap kemoterapi dosis tinggi, sehingga tidak menimbulkan efek samping.

4. Menambahkan gen tertentu sehingga sel-sel tumor/kanker lebih mudah dikenali dan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Atau sebaliknya, menambahkan gen pada sel-sel kekebalan tubuh sehingga lebih mudah mendeteksi dan menghancurkan sel-sel kanker.

5. Menghentikan gen yang berperan dalam pembentukan jaringan pembuluh darah baru (angiogenesis) atau menambahkan gen yang bisa mencegah angiogenesis. Jika suplai darah dan makanannya terhenti, kanker akan berhenti tumbuh, atau bahkan mengecil lalu mati.

6. Memberikan gen yang mengaktifkan protein toksik tertentu pada sel kanker, sehingga sel tersebut melakukan aksi “bunuh diri” (apoptosis).

Jasa Virus
Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana cara memasukkan gen yang dikehendaki ke dalam sel yang dituju. Karena sejauh ini pekerjaan menyelipkan langsung sebuah gen ke dalam sel masih belum mungkin. Harus menggunakan jasa perantara (vektor), yaitu virus. Ya, virus. Virus memiliki kemampuan lebih untuk mengenali sel tertentu, menembus masuk dan mentransfer material genetik ke dalamnya (begitulah cara kerja virus dalam menjangkitkan penyakit ke dalam tubuh seseorang).

Secara garis besar ada dua macam cara yang biasa digunakan untuk memasukkan gen baru ke dalam sel. Yang pertama, secara ex vivo. Sebagian sel darah atau sumsum tulang penderita diambil untuk dibiakkan di laboratorium. Sel itu diberi virus pembawa gen baru. Virus masuk ke dalam sel dan “menembakkan” gen baru tersebut ke dalam rantai DNA sel yang dituju.

Sel tersebut masih dibiakkan beberapa saat lagi di laboratorium. Setelah gen benar-benar menyatu dengan selnya, kemudian sel tersebut dikembalikan ke dalam tubuh penderita dengan cara disuntikkan ke dalam pembuluh darah.

Yang kedua, secara in vivo. Virus pembawa gen disuntikkan ke dalam tubuh penderita. Virus yang telah diprogram tersebut akan mencari dan menyerang sel yang dituju (kanker) dengan cara menembakkan gen baru yang dibawanya ke dalam sel. Peran virus ini kadang digantikan oleh liposom atau plasmid sebagai vektor buatan.

Ada beragam jenis virus yang digunakan untuk ujicoba terapi gen, antara lain retrovirus, adenovirus, virus herpes, cacar, dan lain-lain. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebelum digunakan semuanya direkayasa terlebih dahulu sehingga tidak mampu menjangkitkan penyakit, sekaligus ditingkatkan kemampuannya untuk mengenali dan memasuki sel target, juga mentransfer gen.

Sekalipun memberi harapan besar, bahkan beberapa RS kanker telah berani menjadikannya terapi unggulan, terapi ini juga bisa menimbulkan masalah. Karena virus bisa menyerang lebih dari satu jenis sel, jika disuntikkan ke dalam tubuh bisa saja virus tersebut memasuki sel tubuh yang lain, bukan hanya sel kanker seperti yang diharapkan.

Atau, kalau gen yang ditransfer menempel pada lokasi yang salah dalam rantai DNA, hal ini bisa menimbulkan mutasi yang berbahaya, bahkan kanker jenis baru. Jika gen tersebut “salah sasaran” mengenai sel reproduksi, maka mutasi ini akan diturunkan juga pada keturunan penderita, jika kelak si penderita punya anak.

Ada juga kemungkinan gen yang ditransfer tersebut bereaksi berlebihan di lingkungan barunya (sel kanker) sehingga malah menimbulkan peradangan, atau memicu reaksi pertahanan/perlawanan dari sel kankernya. Bagaimana juga kalau virus yang telah direkayasa itu malah menular kepada orang lain yang sehat?

Para ilmuwan terus mencari cara yang aman dan memberikan hasil paling optimal sesuai dengan kondisi penderita yang berbeda-beda.

sumber.http://rumahkanker.com/content/view/18/41/
Mengatasi Efek Samping Terapi Radiasi


Efek samping terapi radiasi tidak selalu muncul, tetapi ada yang mengalaminya, menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan kadang cukup parah. Ada yang merasakan beberapa hari/minggu sejak terapi dimulai (dan menghilang beberapa waktu setelah radiasi dihentikan), ada juga yang efek sampingnya baru muncul beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Yang begini biasanya bersifat kronik/permanen.

Berbeda dengan kemoterapi yang efeknya mengenai seluruh tubuh, khususnya sel-sel yang membelah dengan cepat, dan relatif sama dari satu orang ke orang lain, efek samping radioterapi berbeda-beda tergantung pada area tubuh yang diterapi.

Yang paling umum adalah rasa lemah tak bertenaga, yang biasanya muncul beberapa minggu setelah radioterapi dimulai. Banyak yang menjadi penyebabnya. Bisa karena kurang darah, stres, kurang tidur, nyeri, kurang nafsu makan, atau capai karena setiap hari harus ke rumah sakit. Juga, selama radiasi tubuh membutuhkan banyak energi untuk memulihkan sel-sel sehat yang rusak. Setelah terapi dihentikan, efek ini lambat laun menghilang.

Jika merasa lemah Anda tidak perlu memaksakan diri untuk bekerja, apalagi melakukan hal-hal yang kurang begitu penting. Bila perlu ambillah cuti atau mintalah dispensasi dari kantor. Perbanyak istirahat, tetapi jangan istirahat total. Anda tetap perlu beraktivitas ringan, berolahraga ringan seperti berjalan-jalan, agar sirkulasi darah tetap lancar dan Anda merasa lebih segar.

Perawatan Kulit

Efek samping lain yang umum terjadi adalah perubahan kulit pada area yang diterapi. Setelah beberapa kali biasanya kulit tampak merah, gosong, lama-kelamaan mengering dan gatal. Tetapi ada juga yang sebaliknya: kulit menjadi lembab, basah, dan mengalami iritasi/lecet, terutama di lipatan-lipatan tubuh. Segeralah konsultasikan kepada dokter sebelum terjadi infeksi.

Ada beberapa hal yang perlu Anda lakukan untuk merawat kulit pada area radiasi, yakni:
• Kenakan pakaian berbahan katun yang longgar. Hindari pakaian yang menempel ketat.
• Tanyakan dokter, bolehkah Anda menggunakan sabun, krim, lotion, salep, parfum, bedak, minyak gosok, atau apa pun pada kulit yang terkena radiasi itu. Jenis/merk apa?
• Jangan menggunakan perekat di area tersebut. Jika Anda perlu memasang perban di sana, mintalah petunjuk dokter atau perawat.
• Jangan menggaruk, menggosok, atau menyikat kulit di area irradiasi.
• Gunakan air suam-suam kuku (dan sabun yang lembut, kalau boleh) untuk membasuhnya, kemudian keringkan dengan lembut dan hati-hati.
• Jangan menempelkan kompres hangat ataupun dingin.
• Jika di sana ada rambut yang perlu dicukur, gunakan pencukur listrik tanpa lotion ataupun sikat pembersih rambut.
• Lindungi kulit dari sinar matahari menggunakan payung atau pakaian yang ringan. Jika ingin menggunakan sunscreen/sunblock lotion, tanyakan dulu pada dokter produk apa yang sesuai.

Biasanya efek samping yang terjadi pada kulit akan menghilang beberapa minggu setelah irradiasi dihentikan. Tetapi kadang-kadang warna kulit tetap lebih gelap dibanding sekitarnya, dan lebih sensitif terhadap sinar matahari.

Rambut Rontok

Radioterapi di daerah kepala dapat mengakibatkan rambut rontok sebagian atau seluruhnya. Tetapi setelah terapi selesai rambut akan tumbuh lagi, walau tekstur dan warnanya mungkin sedikit berbeda. Selama periode terapi sebaiknya kenakan topi lebar yang lembut atau kerudung dari bahan katun. Jika ingin mengenakan wig, pastikan bagian tepinya tidak menggesek kulit Anda.

Perawatan Mulut

Radiasi di daerah kepala dan leher kadang membuat gigi mudah keropos. Sebelum terapi dimulai sebaiknya datanglah ke dokter gigi untuk perawatan mulut dan gigi, begitu juga selama radiasi berjalan. Dokter gigi akan membantu mencegah munculnya efek samping di mulut seperti gigi keropos, sariawan, dan mulut kering. Beberapa hal lain yang dapat Anda lakukan adalah:

• Bersihkan gusi dan gigi dengan sikat yang lembut sedikitnya 4x sehari (sesudah makan dan menjelang tidur).
• Gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride tapi tidak mengandung zat-zat yang bersifat abrasif.
• Jika Anda terbiasa membersihkan gigi dengan benang gigi (dental floss), bersihkan sela-sela gigi dengan hati-hati setiap hari.
• Larutkan ½ sendok teh garam dan ½ sendok teh baking soda dalam segelas besar air hangat, dan sering-seringlah berkumur dengannya. Jangan lupa bilas dengan air bersih/tawar.
• Oleskan fluoride secara teratur menurut petunjuk dokter gigi.

Sariawan pada mulut dan tenggorokan biasanya muncul setelah 2-3 minggu radiasi dimulai, dan baru akan menghilang sekitar sebulan setelah radiasi dihentikan. Mungkin Anda merasa sulit menelan, selain sakit juga karena ludah Anda mengental menyebabkan mulut terasa kering.

Mintalah obat pada dokter/dokter gigi untuk merangsang produksi ludah dan mengurangi rasa sakit waktu menelan. Sering meneguk air dingin (bukan es!) atau mengunyah permen karet akan sangat membantu. Begitu juga makan makanan lunak dan berkuah. Tetapi ingat, rokok dan alkohol membuat mulut Anda semakin kering.

Jika Anda memakai gigi galsu, mungkin perlu dilepas sementara. Karena kadang gusi sedikit bengkak, sehingga gigi palsu terasa tidak nyaman bahkan mungkin melukai gusi dan menyebabkan infeksi.

Radiasi Dada dan Payudara

Radioterapi pada kanker payudara dapat menyebabkan bahu agak sulit digerakkan –mintalah nasehat pada dokter tentang senam ringan yang bisa membuatnya lemas kembali. Efek samping lainnya adalah kulit menjadi sedikit gosong, iritasi, atau bengkak. Jika Anda baru saja menjalani operasi lumpektomi atau mastektomi, selama radiasi sebaiknya tidak usah mengenakan BH. Kalau tidak enak, kenakan BH katun yang lembut tanpa kawat penyangga.

Efek lain yang sering terjadi pada radiasi di daerah dada adalah sakit saat menelan, batuk, demam, dan sesak nafas. Jika batuk Anda berlendir, bisa jadi warna dan tekstur lendirnya berubah, tidak seperti biasanya. Tidak usah panik. Utarakan kepada dokter, yang tahu persis bagaimana mengatasinya.

Mengatasi Efek Samping Radiasi Perut

Terapi radiasi pada daerah perut dapat menyebabkan perut mulas, mual, maupun diare. Jangan minum obat apa pun kecuali dokter yang memberikannya! Untuk menghindari mual, makanlah dengan jarak waktu 1-2 jam sebelum atau setelah radiasi. Tetapi bisa juga rasa mulas, mual, maupun diare itu hanya sekedar karena Anda tegang menghadapi terapi itu. Jadi, usahakan bersikap santai saja.

Pada minggu ketiga atau keempat sering muncul diare. Mintalah obat pada dokter, juga nasehat tentang perubahan menu makanan Anda. Beberapa hal berikut juga dapat membantu:

• Kurangi makanan berserat seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Lebih baik diminum sarinya saja (dijus kemudian disaring), agar Anda tidak kekurangan vitamin dan mineral.
• Kurangi makanan yang menimbulkan gas, berlemak, atau terlalu berbumbu.
• Makan sedikit tetapi sering.
• Perbanyak mengkonsumsi cairan bening (air, teh, kaldu, kuah sup, sari buah, dsb), hindari minuman yang mengandung caffeine.

Lanjutkan diet itu sampai dua minggu sesudah radioterapi selesai. Kemudian secara bertahap makanlah diet yang wajar seperti semula.

Pengaturan diet merupakan hal yang sangat penting bagi penderita yang menjalani radiasi di daerah perut. Untuk menjaga kondisi tubuh dan menggantikan nutrisi yang hilang karena muntah atau diare, upayakan selalu makan makanan padat gizi.


sumber.http://rumahkanker.com/content/view/33/45/
Penanganan Kanker Stadium Lanjut

Strategi “perang” melawan kanker yang terbaik ialah dengan pencegahan seperti juga pada penyakit-penyakit lain. Tetapi apabila hal ini telah dikerjakan, namun masih juga terserang penyakit kanker, maka seyogyanya penyakit itu secepatnya diketahui dengan melaksanakan upaya-upaya deteksi dini. Karena bila penyakit itu diketemukan dalam stadium dini, maka pengobatan akan memberikan hasil yang lebih baik. Dengan kata lain, prosentase kesembuhan akan lebih tinggi.



Pengobatan penyakit kanker dapat dengan pembedahan , dengan memberikan obat-obat antikanker (yang disebut kemoterapi ), ataupun dengan penyinaran yang disebut radioterapi . Sering juga diberikan kombinasi dari ketiga cara pengobatan itu.

Tetapi kalau penyakit kanker itu telah dalam stadium lanjut, atau telah menyebar luas ke berbagai bagian tubuh, maka sulitlah –bahkan dapat dikatakan tidak mungkin– untuk disembuhkan, sekalipun dengan teknologi kedokteran yang canggih.

Seringkah Diketemukan Penderita Penyakit Kanker Stadium Lanjut?

Ironisnya, sebagaimana telah dilaporkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, lebih dari 50% penderita kanker datang pertama kali untuk berobat sudah dalam stadium lanjut. Sedangkan angka kejadian atau insidens penyakit kanker di Indonesia adalah 0,1% dari jumlah penduduk.

Mengapa kebanyakan penderita kanker datang terlambat untuk berobat? Banyak faktor penyebabnya, antara lain:

• Pada stadium dini sering tidak disadari oleh penderita bahwa ia sedang menderita penyakit kanker. Karena gejala pada stadium dini sering tidak khas dan tidak menakutkan.
• Kalau penyakit kanker sudah mulai menyebar ke kelenjar getah bening yang menyebabkan timbulnya benjolan, masih juga kurang mendapat perhatian, atau kadang-kadang berpendapat bahwa hal itu “dibuat” (disantet) oleh orang yang bermaksud jahat terhadap penderita.
• Bila penderita mengerti bahwa penyakit itu bukan penyakit biasa, seringkali penderita takut memeriksakan diri karena takut dioperasi.
• Yang juga sering terjadi, penderita sadar bahwa penyakit itu bukan penyakit biasa, dan tidak takut meskipun ada kemungkinan dioperasi, tetapi biaya untuk berobat sering menjadi kendala. Untunglah sekarang sudah ada program “maskin” yang sangat membantu penderita yang kurang beruntung (tidak mampu).

Akibat itu semua, maka penderita baru datang untuk berobat setelah dirasakan penderitaannya mengganggu atau menakutkan, misalnya nyeri, pendarahan, sesak nafas, dan sebagainya.

Penderitaan Penderita Kanker Stadium Lanjut

Makin lanjut stadiumnya akan memberikan penderitaan yang makin berat. Kadang-kadang penderitaan itu tidak tertahankan oleh penderita. Karena beratnya penderitaan yang dideritanya, ia nekad mencoba bunuh diri. Penderitaan itu tidak saja dirasakan oleh penderita sendiri, tetapi juga oleh keluarganya.

Mengapa tidak kita tingkatkan upaya dengan terus mempergunakan berbagai cara untuk dapat menyembuhkan? Bila sembuh penyakitnya tentu penderitaannya juga akan hilang!

Kalau kanker itu sudah menyebar ke berbagai bagian tubuh atau ke berbagai organ tubuh kita, sebagaimana dikatakan tadi tidak mungkin lagi disembuhkan. Kalau kita terus mengupayakan dengan berbagai cara pengobatan dengan harapan dapat sembuh, yang kita dapatkan ialah bertambahnya penderitaan. Karena upaya kita akan menyebabkan penderitaan datang dari dua sumber:
• Sumber pertama dari penyakitnya sendiri yang memang tidak mungkin disembuhkan dan akan tetap memberikan penderitaan.
• Sumber kedua akibat dari upaya kita. Pengobatan kanker dengan cara apa pun selalu memberikan efek samping yang menyebabkan penderita tidak nyaman. Pembedahan dan pasca bedah tentu akan menyebabkan nyeri . Efek samping kemoterapi dan radioterapi juga akan membuat penderita tidak nyaman, antara lain mual, muntah , dan sebagainya.

Karena hal-hal tersebut, maka penderita akan tambah menderita dan akhirnya meninggal dalam penderitaan yang berat.

Apakah Strategi Kita Bila Kanker Sudah Dalam Stadium Lanjut?

Kalau saja anggota keluarga kita ada yang menderita demikian, atau kalau Anda pernah melihat betapa berat penderitaannya, kalau saja Anda pernah mendengar rintihannya atau bahkan jeritannya, saya percaya Anda tidak akan sampai hati membiarkannya.

Tetapi tentunya tidak cukup hanya merasa iba tanpa berbuat sesuatu. Marilah kita berbuat sesuatu untuk menolong saudara kita yang menderita itu. Marilah kita memberikan terang kepada saudara kita yang telah jatuh ke dalam kegelapan penuh derita. Marilah kita berbuat sesuatu untuk mengembalikan iman saudara kita yang telah tergoncang atau bahkan hilang akibat penderitaan yang berat.

Tetapi apa yang akan kita perbuat? Dalam keadaan seperti ini hanyalah perawatan paliatif yang dapat dikerjakan secara manusiawi, realistik, dan rasional.

Apakah Perawatan Paliatif Itu?

Kalau perawatan paliatif belum Anda kenal, bahkan Anda belum pernah mendengarnya, itu dapat dimengerti. Karena memang perawatan paliatif merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang relatif baru di Indonesia. Kebijakan perawatan paliatif ini baru dicanangkan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dengan diterbitkannya SK Menkes RI nomor 604/MENKES/SK/IX/1989. Sedangkan pelayanan perawatan paliatif untuk masyarakat baru dimulai pada tanggal 19 Februari 1992.

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization; WHO) memberikan definisi perawatan paliatif sebagai berikut (2005):


Paliative Care is an integrated system of care that: improves the quality of life, by providing pain and symptom relief, spiritual and psychosocial support from diagnosis to the end of life and bereavement.


Terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut:

Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang meningkatkan kualitas hidup, dengan meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hidup, dan dukungan terhadap keluarga yang merasa kehilangan.


Sedangkan di dalam buku Pedoman Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997) didapatkan falsafah yang mendasari pelaksanaan perawatan paliatif, sebagai berikut:

Menjadi hak semua pasien untuk mendapatkan perawatan yang terbaik sampai akhir hayatnya. Penderita kanker yang dalam stadium lanjut atau tidak berangsur-angsur sembuh perlu mendapat pelayanan kesehatan sehingga penderitaannya dapat dikurangi. Pelayanan yang diberikan harus dapat meningkatkan kualitas hidup yang optimal, sehingga pasien dapat meninggal dengan tenang dalam iman.


Dalam definisi dan falsafah yang mendasari perawatan paliatif, disebut-sebut selain masalah fisik –misalnya nyeri– juga masalah psikologis, sosial, dan spiritual. Hal ini didasarkan kepada: manusia sebenarnya tidak hanya terdiri dari unsur fisik saja, tetapi juga psikologis, sosial, kultural, dan spiritual. Berbagai unsur ini saling berhubungan dan saling memperngaruhi. Karenanya bila salah satu unsur ini mengalami gangguan, maka unsur lainnya akan ikut terganggu. Sebenarnya hal ini telah lama sebelumnya diajarkan kepada kita.

“Dalam tubuh manusia itu terdapat segumpal daging. Jika bagus (segumpal daging itu), maka bagus jugalah seluruhnya (jiwa, pikiran, perilakunya). Tapi jika buruk (segumpal daging itu), maka buruk jugalah seluruhnya (jiwa, pikiran, perilakunya). Ketahuilah, bahwa ia (segumpal daging itu) adalah HATI.”
-Hadist
(Sumber: Rizal Ibrahim. Keajaiban Hati. DIVA Press. Cetakan III. Jan 2007)

Konsep Penderitaan Total

Sebagaimana telah dikatakan di atas, bahwa manusia tidak hanya terdiri dari unsur fisik saja yang dapat kita lihat, tetapi masih banyak lagi unsur-unsur yang membentuk manusia seutuhnya. Karena tidak nampak jelas seperti unsur fisik, unsur-unsur itu sering tidak diperhatikan bahkan diabaikan.

Unsur-unsur yang membentuk manusia itu seperti telah disinggung di atas, yakni: fisik, psikologis , sosial, kultural dan spiritual. Unsur-unsur ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Contoh: masalah-masalah psikologis, sosial, kultural, dan spiritual dapat menyebabkan nyeri fisik atau memperberat nyeri fisik. Dalam hal ini tidak ada satupun obat anti nyeri yang dapat memperingan apalagi menghilangkan nyeri yang dirasakan penderita, kecuali bila pada saat yang sama kita tangani juga masalah-masalah dari berbagai unsur tesebut. Demikian pula sebaliknya.

Contoh di atas merupakan suatu kenyataan yang menggarisbawahi betapa pentingnya untuk mengevaluasi berbagai masalah itu dan menanganinya secara simultan. Untuk dapat melaksanakan ini dibutuhkan suatu tim dari individu-individu dengan berbagai keahlian yang saling mendukung, yang disebut tim interdisiplin.

Ke dalam tim ini harus dimasukkan penderita dan keluarganya. Justru sebenarnya penderita adalah anggota tim yang utama. Karena penderitalah yang berhak pertama kali mengetahui tentang penyakitnya dan pengobatan apa yang akan diberikan padanya. Ia pula yang berhak menentukan pengobatan mana yang akan diterima dan mana yang ditolak, setelah mendapatkan informasi yang jelas.

Tanpa tim yang mampu melaksanakan perawatan total (total care) atau perawatan holistik (holistic care) seperti ini, yang merupakan persyaratan dalam pelaksanaan perawatan paliatif, tidak mungkin kita akan meningkatkan kualitas hidup penderita dan keluarganya.

Kasih Dalam Perawatan Paliatif

Kasih, mau tidak mau harus kita akui sebagai suatu aspek penting dalam perawatan paliatif, bahkan lebih penting dari penanganan nyeri yang merupakan salah satu hal yang mutlak harus dilaksanakan. Perwujudan kasih akan nampak dalam perawatan paliatif pada hal-hal seperti: kasih dalam merespon kebutuhan-kebutuhan seseorang. Kasih akan nampak pula dalam pelaksanaan pendampingan dan momen-momen lain keberadaan kita bersama penderita yang dilakukan dengan penuh perhatian.

Ini semua tak lain merupakan bentuk pernyataan kasih sayang yang merupakan inti dari altruistic love, kasih sayang yang mengutamakan kepentingan orang lain (altrui = orang lain). Namun demikian, kasih sayang yang demikian itu tidak perlu meniadakan kepedulian terhadap diri sendiri.

Marilah kita melihat sejenak arti kasih dan berbagai bentuk perwujudannya, yang secara sadar atau tidak, pernah kita alami.
Kasih antara sepasang insan.
Kasih kepada orang tua kita.
Kasih kepada anak.
Masih banyak lagi kasih yang pernah kita alami dalam arti dan perwujudannya yang berbeda-beda. Lalu apakah arti kasih dalam pelaksanaan perawatan paliatif? Kasih yang mendasari pelaksanaan perawatan paliatif mempunyai arti kepedulian.

Kasih yang berarti kepedulian dapat berupa:
• Kepedulian pada diri sendiri
Menyebabkan kita mampu mengenal dan mencintai diri sendiri. Kita akan mengetahui kekuatan dan kelemahan yang kita miliki. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, maka individu itu dapat selalu menampilkan diri yang dapat diterima oleh siapapun di lingkungan di mana ia berada.
• Kepedulian terhadap masyarakat
Karena kepeduliannya terhadap masyarakat, sering individu tersebut dalam upayanya berbuat suatu kebaikan untuk masyarakatnya mendapat cemoohan dan ejekan.

Kepedulian adalah deskripsi kasih sayang seseorang yang muncul akibat adanya rasa ketidaktegaan melihat keadaan atau penderitaan seseorang. Kemudian timbul dorongan dalam diri kita untuk membantu orang lain yang sedang menderita.

Kepedulian sesunguhnya merupakan ungkapan ketulusan atau pengorbanan tanpa pamrih. Seseorang yang mencoba mengulurkan tangan saat melihat kendaraan orang lain mogok di perjalanan tidaklah diartikan sebagai upaya menarik simpati orang. Tetapi semata-mata murni ungkapan kasih sayang pada sesama.

Kalaupun akibat bantuan tersebut, orang yang dibantu merasa simpati, itu hal lain. Yang pasti bantuan yang diberikan merupakan panggilan hati yang telah mengusik pikiran dan perasaan seseorang akan kesusahan orang lain. Kepedulian sebagai wujud kasih sayang memang harus dilandasi oleh ketulusan. Jika tidak, ia hanya sebuah ungkapan semu yang tidak bermakna. Kalau kita membantu orang lain tanpa ketulusan, ada yang terlintas dalam pikiran ingin mendapat imbalan atau pujian dari orang lain. Apabila hal ini tidak terjadi, timbullah kekecewaan.

Ketulusan adalah kata lain dari keikhlasan. Ikhlas adalah kekuatan yang mampu menyuntikkan sindroma ketenangan jiwa. Keikhlasan menjadikan kita sebagai manusia yang pandai bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita, sehingga ada kebahagiaan yang menyelimuti gerak dan langkah kita. Ada kepuasan batin ketika apa yang kita miliki memberikan manfaat pada orang lain.

Habis manis sepah dibuang

Sebenarnya dengan berkembangnya pelayanan kesehatan ke arah yang makin baik, maka kita sekarang telah melakukan intervensi medis terhadap manusia pada awal kehidupannya, yakni semasa manusia itu masih di dalam kandungan ibunya, dengan pelayanan ante natal yang bertujuan (Acuan Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2002):
• Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi.
• meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan bayi.
• Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.
• Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat baik Ibu maupun bayinya, dengan trauma seminimal mungkin.
• Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan dapat memberikan ASI eksklusif.
• Mempersembahkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

Dari tujuan-tujuan tersebut di atas, maka kita mengerti semua itu dilakukan antara lain untuk mempersiapkan awal kehidupan yang berkualitas. Atau dengan kata lain kita mempersiapkan manusia itu untuk memulai kehidupan di dunia ini dengan baik.

Kemudian bayi itu tumbuh sebagai anak yang sehat, dan selanjutnya menjadi orang dewasa yang sehat. Manusia ini dapat dipastikan pernah berbuat kebaikan atau jasa, paling sedikit untuk keluarganya, atau bahkan untuk masyarakat, bangsa, dan negaranya. Mengapa saat manusia ini menjadi tidak berdaya karena penyakitnya, tidak menjadi perhatian kita?

Sangatlah tidak adil, apabila kita tidak menyiapkan manusia ini untuk memulai kehidupannya di akhirat, seperti yang kita lakukan pada waktu manusia ini akan mulai dengan kehidupan di dunia.

Janganlah habis manis sepah dibuang!

Marilah kita persiapkan dan kita hantarkan mereka yang sudah tidak berdaya itu untuk memasuki pintu kehidupan akhirat dengan baik, dengan melakukan perawatan paliatif.

* Makalah disampaikan pada Simposium Awam dan Citra Pesona Paliatif, Hyatt Regency Hotel Surabaya, 17 Februari 2007


Terakhir direvisi ( Saturday, 07 April 2007 )
sumber http://rumahkanker.com/content/view/37/54/
Terapi Hipertermia: Memanggang Kanker

Akhir-akhir ini kita sering melihat iklan di koran yang menawarkan “pengobatan mutakhir” untuk kanker, salah satunya menggunakan terapi hipertermia. Sebetulnya apa sih terapi hipertermia itu? Kok dokter di rumah sakit kita tidak pernah menyebut-nyebutnya?

Terapi hipertermia (disebut juga termoterapi, selanjutnya kita sebut hipertermia saja) adalah pengobatan kanker dengan cara memanaskan jaringan tubuh sampai mencapai 44o bahkan 45oC. Riset membuktikan bahwa suhu yang tinggi dapat menghancurkan dan membunuh sel kanker, dengan kerusakan minimal pada jaringan normal. Dengan merusak protein maupun struktur sel, hipertermia dapat membunuh sel kanker dan memperkecil ukuran tumor.
Biasanya hipertermia digunakan bersamaan dengan terapi lain, misalnya radioterapi , kemoterapi , atau imunoterapi , karena hipertermia dapat membuat sel kanker lebih sensitif, bahkan dapat langsung menghancurkan sel-sel kanker yang tidak dapat dihancurkan oleh radiasi.

Ada banyak metode yang digunakan untuk hipertermia. Berdasar luas area yang diterapi, terbagi atas hipertermia lokal, hipertermia regional, dan hipertermia total (seluruh tubuh).

Hipertermia Lokal

Pada hipertermia lokal pemanasan dilakukan pada area yang terbatas, dalam hal ini jaringan kanker. Sumber panas yang digunakan antara lain gelombang mikro (microwave), gelombang radio (radio frequency), dan gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound).

Untuk kanker yang terletak di permukaan tubuh atau dekat dengan kulit, alat penghasil panas diletakkan di dekat tumor, kemudian pancaran gelombang diarahkan ke area yang hendak dipanaskan. Jika kanker terletak di dalam atau di sekeliling lubang-lubang tubuh (misal kerongkongan atau dubur), sumber panas dimasukkan ke dalamnya menggunakan alat khusus agar pemanasan langsung mengenai sasaran. Teknik ini dinamakan intraluminal atau endocavitary hyperthermia.

Sedang jika lokasi tumor jauh di dalam tubuh, misalnya pada kanker otak, teknik yang digunakan adalah interstitial. Penderita dibius, lalu jarum khusus atau alat pemanas disuntikkan ke tengah jaringan kanker dengan panduan alat ultrasonografi atau CT (computed tomography). Gelombang radio yang dipancarkan akan memanaskan dan membunuh sel-sel kanker di sekitarnya.

Hipertermia Regional

Hipertermia regional bertujuan untuk memanaskan area tubuh yang lebih luas seperti seluruh lengan, tungkai, organ-organ tubuh, dan saluran-saluran tubuh. Ada beberapa teknik yang digunakan. Teknik pertama untuk kanker yang dekat lubang atau sepanjang saluran tubuh seperti kanker mulut/leher rahim, kanker kandungan, kanker kandung kencing, dsb. Alat pemanas diletakkan di dekat lubang atau di dalam saluran, kemudian pancaran panas dari gelombang mikro atau gelombang radio diarahkan ke jaringan kanker yang menjadi sasaran.

Teknik kedua yaitu regional perfusion, untuk mengobati kanker di lengan dan kaki, atau di dalam organ-organ tubuh seperti hati dan paru-paru. Caranya, sebagian darah penderita dikeluarkan, dipanaskan, lalu dipompa kembali ke dalam lengan, kaki, atau organ tersebut. Teknik ini biasanya dilakukan bersamaan dengan kemoterapi.

Teknik ketiga adalah CHPP (continuous hyperthermic peritoneal perfusion), digunakan untuk mengobati kanker di dalam rongga perut seperti peritoneal mesothelioma. Selama pembedahan, obat kemoterapi dipanaskan kemudian dialirkan ke dalam rongga perut, sehingga suhunya mencapai 41,1-42,2oC.


Hipertermia Total

Untuk kanker yang sudah bermetastase (menyebar) ke seluruh tubuh, dilakukan hipertermia total (whole body hyperthermia). Penderita diselimuti dengan selimut listrik atau air panas, atau dimasukkan ke dalam ruang panas (semacam inkubator) untuk membuat suhu tubuhnya meningkat sampai 41,7-43,8oC.


Terapi hipertermia terbukti dapat meningkatkan efektivitas radioterapi maupun kemoterapi. Banyak lokasi yang dapat dicapai, antara lain kanker di kepala dan leher, kanker payudara, paru-paru, liver, rongga perut, leher rahim, usus, kandungan, prostat, kulit, tulang. Jenis kanker yang dapat diterapi pun macam-macam, dari adenocarcinoma, melanoma, carcinoma, thymoma, mesothelioma, lymphoma, sarcoma, squamous cell, basa cell.

Efektivitas pengobatan hipertermia tergantung pada sejauh mana suhu tubuh berhasil ditingkatkan, berapa lama berhasil dipertahankan, selain juga tergantung pada karakteristik sel dan jaringan yang diterapi. Selama terapi suhunya terus dipantau menggunakan termometer mini, agar suhu yang diinginkan dapat tercapai tetapi tidak terlampaui. Panas buatan ini dipertahankan selama satu jam.

Efek Samping Hipertermia

Terapi hipertermia pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan jaringan normal/sehat jika suhunya tidak melebihi 43,8oC. Tetapi perbedaan karakter jaringan dapat menimbulkan perbedaan suhu atau efek samping pada jaringan tubuh yang berbeda-beda. Yang sering terjadi adalah rasa panas (seperti terbakar), bengkak berisi cairan (mlenthung –Jw), tidak nyaman, bahkan sakit.

Teknik perfusi dapat menyebabkan pembengkakan jaringan, penggumpalan darah, perdarahan, atau gangguan lain di area yang diterapi. Tetapi efek samping ini bersifat sementara. Sedang whole body hyperthermia dapat menimbulkan efek samping yang lebih serius –tetapi jarang terjadi– seperti kelainan jantung dan pembuluh darah. Kadang efek samping yang muncul malah diare, mual, atau muntah.


Terakhir direvisi ( Sunday, 15 April 2007 )
http://rumahkanker.com/content/view/38/41/
Penyebab dan Pengobatan Infeksi Saluran Kencing

Normalnya saluran kencing itu steril dan sangat kebal (resistan) terhadap kolonisasi. Namun pada kondisi tertentu di dalam saluran kemih tak kebal oleh kolonisasi bakteri, parasit dan jamur. Kondisi demikian disebut dengan infeksi saluran kemih (ISK).

ISK dapat terjadi pada seluruh organ saluran kemih mulai dari atas, yakni ginjal dan yang bawah, yakni kandung kemih paha yang paling ujung yaitu uretra. Oleh karena itu, gejala klinis dan pengobatan ISK ini bergantung pada jenis infeksinya.

Penyebab ISK bakterial adalah sebagai berikut: Gram-negative; Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Serratia, Anaerobes. Gram-positive: Enterococci, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus aureus.

Bakteri yang menginfeksi saluran kemih tersering adalah jenis aerobic gram negative. Escherichia coli adalah yang paling sering ditemukan pada isolasi penderita di komunitas, yakni sekitar 80%, setelah itu Staphylococcus saprophyticus sekitar 10%. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit; E.coli ditemukan pada 50% kasus, sedangkan bakteri gram negatif lainnya seperti Klebsiella, Proteus, Enterobacter, dan Serratia sekitar 40% menyusul selanjutnya adalah bakteri gram positif jenis enterococcus faecalis dan Staphylococcus sp (saprophyticus, aureus).

ISK jenis fungal atau yang disebabkan oleh jamur seperti Candida, Blastomyces, dan Coccidioides immitis.

Candida sp, merupakan penyebab tersering, utamanya pada saluran kemih bagian bawah dan seringkali berhubungan dengan penggunaan kateter urin. Di samping itu seluruh jamur yang invasif seperti Cryptococcus neoformans, Aspergillus sp, Mucoraceae sp, histoplasmosis, blastomycosis, coccidioidomycosis dapat menyerang ginjal sebagai bagian dari infeksi mykotic sistemik. Infeksi jamur ini biasanya pula bersamaan dengan infeksi bakteri.

Penyebab lain ISK, yakni filariasis, trichomoniasis, leishmaniasis, malaria, dan schistosomiasis seringkali menyebabkan infeksi pada ginjal dan saluran kencing bagian bawah.

TANDA DAN GEJALA

Untuk infeksi kandung kemih:

• Sering berkemih disertai keinginan yang sangat untuk berkemih walaupun hanya sedikit ataupun tidak ada urine yang keluar.

• Nocturia: Keinginan berkemih yang timbul pada malam hari

• Urethritis ditandai dengan tidak nyaman atau sakit saat berkemih atau sensasi seperti terbakar pada uretra selama berkemih.

• Cystitis ditandai nyeri pada garis tengah daerah suprapubik (daerah di atas tulang kemaluan).

• Pyuria/Hematuria: Kencing nanah atau darah

• Demam sedang atau ringan

• Keluarnya cairan tertentu dari uretra (bukan kencing)

• Air seni keruh dan berbau aneh

• Asymptomatik: sebagian ISK tidak bergejala.

Untuk Infeksi Ginjal:

• Sama seperti gejala di atas

• Emesis: muntah adalah salah satu yang tersering

• Nyeri pinggang, belakang perut atau lipat paha

• Nyeri atau rasa tertekan pada perut

• Menggigil disertai peningkatan panas yang tiba-tiba.

• Berkeringat malam

• Rasa letih yang berlebihan.

PENGOBATAN

Bila diagnosisnya sudah pasti ISK dan gejalanya adalah tipikal ISK, maka tablet antibiotik adalah pilihan pengobatan yang utama. Jenis obat dan berapa lama bergantung keadaan penderita dan jenis bakteri yang ditemukan dalam urine. Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan ISK yang tidak disertai komplikasi di antaranya Amoksisilin, nitrofurantoin, trimetoprim, sepalosporin, dan flouroquinolone (siprofloksasin, levofloksasin), trimetoprim yang dikombinasi dengan sulfonamide (cotrimoksazole) memberikan efek yang sedikit lebih baik daripada trimetoprim tunggal. Perlu diperhatikan pula dalam pengobatan ini adalah adanya obat lain yang dikonsumsi penderita pada saat itu dan ada tidaknya riwayat alergi penderita.

Gejala-gejala ISK biasanya akan hilang dalam beberapa hari pengobatan, tetapi antibiotik harus dilanjutkan sampai satu minggu atau lebih sampai dipastikan kuman yang menginfeksi betul-betul telah habis.

Pada ISK yang tidak disertai gejala terapi jangka pendek mungkin dibutuhkan seperti pemberian antibiotik selama tiga hari, namun hal ini bergantung pada riwayat medis penderita.

Pada ISK yang berulang mungkin dibutuhkan terapi antibiotik jangka panjang atau semacam self-treatment program dengan antibiotik jangka pendek pada setiap munculnya gejala awal. Bila pengulangan infeksi ini berkait dengan aktivitas seksual, maka terapi dengan antibiotik dosis tunggal setiap habis melakukan aktivitas seksual mungkin dibutuhkan.

Untuk ISK berat perawatan di rumah sakit dan pengotan dengan infus antibiotik mungkin dibutuhkan. ISK dapat mengakibatkan kerusakan pada organ kemih dan ginjal anda. Bila hal ini terjadi pemeriksaan dan evaluasi dari ahli (spesialis) mungkin dibutuhkan.(*)

sumber www.kaltimpost.web.id
Kemoterapi: menggunakan zat kimia untuk mengatasi kanker

--------------------------------------------------------------------------------

Kemoterapi: menggunakan zat kimia untuk mengatasi kanker
Mayo Clinic medical information and tools for healthy living - MayoClinic.com


Bila Anda sedang mempertimbangkan kemoterapi untuk perawatan kanker, Anda mungkin ingin tahu bagaimana kerjanya dan apa yang mesti diharapkan. Dapatkan dasarnya disini.

Kemoterapi — pengobatan untuk mengatasi kanker — telah memegang peranan penting dalam perawatan terhadap kanker untuk setengah abad terakhir. Pengujian dan penelitian selama bertahun-tahun telah membuktikan bahwa kemoterapi dapat mengobati kanker. Pengobatan ini mungkin merupakan jalan satu-satunya, atau dapat digunakan sebagai kombinasi dengan perawatan lain, seperti operasi dan terapi radiasi.

Kemoterapi bekerja dengan membunuh dengan cepat sel-sel yang membelah. Sel ini termasuk sel kanker yang terus membelah membentuk sel yang baru serta sel sehat yang pembelahannya cepat seperti pada sel tulang, saluran pencernaan, sistem reproduksi dan folikel rambut. Sel yang sehat umumnya akan kembali baik tak lama setelah kemoterapi selesai, sebagai contoh adalah rambut akan tumbuh kembali.

Kemoterapi dapat mencapai tujuan yang berbeda

Keuntungan utama dari kemoterapi adalah — tidak seperti radiasi yang hanya menangani area tertentu dari tubuh yang disinari — kemoterapi mengobati seluruh tubuh. Sebagai hasilnya, sel kanker yang telah metastasis (meluas) dapat juga diterapi.
Tergantung dari tipe kanker yang dihadapi dan apakah telah menyebar atau belum, dokter anda dapat menggunakan kemoterapi untuk:


1. Menghilangkan semua sel kanker di tubuh, bahkan saat telah menyebar.
2. Memperpanjang harapan hidup dengan membatasi pertumbuhan dan penyebaran kanker.
3. Menyembuhkan gejala dan meningkatkan kualitas hidup.



Pada beberapa kasus, kemoterapi mungkin merupakan perawatan satu-satunya. Akan tetapi lebih sering kemoterapi dikombinasikan dengan perawatan lain seperti dengan operasi, radiasi atau transplantasi untuk memberikan hasil yang lebih baik. Sebagai contoh, Anda akan mendapatkan:


* Terapi Neoadjuvan. Tujuan dari terapi neoadjuvan adalah mengurangi resiko tumor sebelum operasi atau terapi radiasi.
* Terapi Adjuvant. Diberikan setelah operasi atau radiasi, tujuan terapi tambahan adalah menanggulangi sel kanker yang mungkin tertinggal dalam tubuh setelah pengobatan pendahuluan.



Tipe Kemoterapi

Kemoterapi tidak dibatasi dengan penggunaan satu obat. Biasanya kemoterapi berupa kombinasi dari obat yang bekerja bersama untuk membunuh sel kanker. Mengkombinasikan obat yang memiliki mekanisme aksi yang berbeda saat di dalam sel dapat meningkatkan pengrusakan dari sel kanker dan mungkin dapat menurunkan resiko perkembangan kanker yang resisten terhadap salah satu jenis obat. Dokter akan merekomendasikan obat kombinasi yang telah teruji pada manusia dengan kondisi yang sama dan telah memperlihatkan efek terhadap tipe kanker tertentu.

Senyawa kimia yang direkomendasikan dokter umumnya berdasarkan tipe, stadium dan tingkatan dari kanker yang diderita, beserta dengan umur, pemeriksaan kesehatan, dan keinginan anda untuk mentoleransi efek samping yang mungkin muncul. Beberapa tipe kemoterapi yang umum digunakan menangani kanker termasuk:


* Alkilating agen. Obat ini mengganggu pertumbuhan sel kanker dengan memblokir replikasi dari DNA.
* Antimetabolit. Obat ini memblokir enzim yang diperlukan oleh sel kanker untuk hidup dan tumbuh.
* Anti-tumor antibiotik. Antibiotik ini berbeda dengan yang biasa digunakan untuk infeksi bakteri, bekerja dengan mengganggu DNA, memblokir enzim tertentu dan mengganti dinding sel.
* Mitotic inhibitors. Obat ini menghambat pembelahan sel atau menghalangi enzim tertentu dalam proses reproduksi sel.
* Nitrosourea. Pengobatan ini mengganggu enzim yang memperbaiki DNA.



Bagaimana kemoterapi diberikan?

Biasanya kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, tergantung dari kondisi yang dihadapi dan obat yang digunakan. Termasuk dalam siklus pengobatan ini adalah minum obat harian, mingguan atau bulanan untuk beberapa bulan, dengan periode untuk pemulihan pada tiap perawatannya. Periode pemulihan menyediakan waktu untuk tubuh beristirahat dan memproduksi sel baru yang sehat.
Obat kemoterapi tersedia dalam berbagai bentuk. Dokter akan menentukan bentuk sediaan obat sesuai dengan tipe kanker yang diderita dan obat terbaik untuk mengatasi kanker. Contoh dari berbagai bentuk kemoterapi termasuk:


* Intravena (IV). Kemoterapi diinjeksi ke dalam vena, menggunakan jarum suntik. Pemberian ini memungkinkan pendistribusian yang cepat ke seluruh tubuh.
* Oral. Dengan menelan obat kemoterapi.
* Topical. Tipe obat ini diberikan pada kulit untuk mengatasi kanker kulit.
* Injeksi. Menggunakan jarum suntik, dokter akan menyuntikkan obat ke dalam otot dibawah kulit atau pada area kanker pada kulit.



Pengobatan kemoterapi, bagaimanapun cara pemberiannya, umumnya didistribusikan ke seluruh tubuh. Umumnya adalah melalui intravena, cara pemberian ini memungkinkan penyebaran keseluruh sistem tubuh secara cepat. Bila ingin menterapi kanker dengan area yang spesifik, maka diperlukan kateter yang disambungkan langsung ke dalam area atau dalam pembuluh darah yang memberi nutrisi pada tumor tersebut.

Efek samping dari kemoterapi

Karena obat-obat kemoterapi dapat mengganggu sel sehat, maka kerugian lain adalah mungkin terjadi efek samping dari obat, beberapa bersifat sementara dan lainnya dalam jangka panjang. Tetapi tidak semua obat menimbulkan efek samping. Dokter akan memberi tahu apa saja efek yang mungkin timbul dalam pengobatan.

Efek samping sementara dapat berupa:


* Rambut rontok.
* Mulut kering.
* Luka pada mulut (stomatitis).
* Susah atau sakit saat menelan (esophagitis).
* Mual.
* Muntah.
* Diare.
* Konstipasi.
* Kelelahan.
* Pendarahan.
* Lebih mudah terkena infeksi.
* Infertilitas.
* Hilangnya nafsu makan.
* Perubahan indera perasa.
* Pelemahan kesadaran, kadang terjadi pada kemo otak.
* Kerusakan hati.



Lamanya efek samping ini tergantung dari obat apa yang digunakan dan untuk berapa lama digunakan. Kebanyakan efek samping akan hilang saat perawatan kemoterapi dihentikan. Dan kebanyakan efek samping temporer dapat diminimalkan dengan pengobatan. Bila efek samping membuat tak nyaman, maka segeralah memberi tahukan pada dokter yang merawat Anda. Bila efek samping yang timbul lebih dari yang Anda harapkan, maka Anda dapat mengganti pengobatan yang dilakukan.

Penderita kanker akan hidup lebih lama setelah pengobatan, tetapi kadang muncul efek samping lama setelah pengobatan berakhir. Efek samping jangka panjang ini sangat jarang terjadi. Sebelum memulai terapi, konsultasikan pada dokter efek samping jangka panjang apa yang mungkin timbul. Beberapa kemoterapi dapat menyebabkan:


1. Kerusakan organ, termasuk masalah dengan hati, paru-paru dan ginjal.
2. Kerusakan syaraf.
3. Adanya darah di urin (hemorrhagic cystitis).
4. Kanker lain, termasuk Hodgkin's disease dan non-Hodgkin's lymphoma, leukemia dan beberapa tumor.



Dokter akan memberi tahu bagaimana tanda dan gejala yang timbul setelah perawatan. Dengan mengetahui efek samping jangka panjang untuk melihat dan menolong untuk tetap sehat setelah perawatan.
Saat memulai untuk kemoterapi memang sangat menakutkan, tetapi dengan pengobatan efek samping yang timbul dapat dikurangi. Kemoterapi memang akan selalu menimbulkan efek samping, tetapi harus selalu diingat bahwa banyak penderita kanker hidup lebih lama dari seharusnya berkat kemoterapi.

Saturday, May 12, 2007

Menepis Kontroversi Profilaksis Trombosis
GERAI - Vol.5 No.11, Juni 2006 oleh daniel

--------------------------------------------------------------------------------

Penggunaan profilaksis trombosis pada general medical patient risiko tinggi VTE. MEDENOX mencoba mencari titik terang.

Sejak beberapa dekade silam, telah dikembangkan berbagai upaya penting untuk mencegah venous thromboembolism (VTE) pada pasien yang berisiko tinggi. Salah satunya adalah dengan pemberian profilaksis trombosis. Pencegahan dengan cara ini telah terbukti efektif dan cost-effective untuk pasien yang menjalani prosedur bedah. Bahkan, berbagai konsensus telah merekomendasikan, pasien yang akan menjalani operasi diberi heparin standar atau low molecular weight heparin (enoxaparin) dosis rendah .

Meskipun profilaksis trombosis telah terbukti efektif dan popular untuk prevensi pasien yang akan menjalani operasi, tapi penggunaannya pada pasien lain yang berisiko –VTE (general medical patient), masih menjadi kontroversial. Padahal, menurut sebuah studi surveillance, insiden VTE dijumpai cukup besar pada kelompok pasien ini, sekitar 10-25%.

Kontroversi terus berkembang, karena hanya sedikit studi yang telah dilakukan untuk melihat efikasi profilaksis trombosis pada general medical patient. Beragamnya definisi hasil dan terbatasnya variasi perekrutan pasien pada sebagian besar studi yang telah ada, menghalangi interpretasi yang jelas dari pengurangan risiko untuk VTE pada kelompok pasien ini.

Hal tersebut yangkemudian mendasari dilakukannya studi internasional, the prophylaxis in MEDical patients with ENOXaparin (MEDENOX). Tujuan studi ini adalah untuk menentukan risiko sesungguhnya dari VTE pada general medical patient, mengevaluasi perbandingan efikasi dan kemanan 2 rejimen dosis enoxaparin, 20 mg dan 40 mg, pada pasien-pasien dengan penyakit akut.

MEDENOX merupakan suatu studi prospektif, double-blind, yang dilakukan acak pada 1102 pasien yang dirawat di 68 center di 9 negara. Pasien yang diikutkan dalam studi adalah berusia 40 tahun yang dirawat selama 3 hari karena infark miokard akut , juga disertakan pasien gagal jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA) kelas III atau IV, gagal napas akut dengan pneumonia atau acute decompensated chronic respiratory failure, penyakit infeksi, gangguan rematik, atau satu episode aktif dari inflammatory bowel disease. Kelompok terakhir disyaratkan untuk memiliki satu faktor risiko tambahan lain untuk VTE, yang biasanya dikaitkan dengan pasien bedah. Tapi khusus untuk gagal jantung dan gagal napas, tak perlu tambahan tersebut (Lihat tabel 1).


Faktor Risiko VTE

1.Usia > 75 tahun

2.Punya riwayat kanker atau tengah menderita kanker

3.Punya riwayat VTE

4.Varicose vein

5.Menjalani terapi hormonal

6.Gagal jantung kronik

7.Gagal napas kronik

Selanjutnya, secara acak, pasien menerima enoxaparin 20mg/hari atau enoxaparin 40 mg/hari atau placebo, diberikan secara subkutan selama 6-14 hari. Sebagai primary outcome adalah VTE (deep vein thrombosis atau pulmonary embolism) antara hari ke-1 dan ke-14.

Hasilnya, pasien yang menerima dosis enoxaparin 40 mg, mengalami pengurangan risiko VTE yang signifikan. Penurunan risiko ini dijumpai pada pasien gagal jantung dan penyakit lainnya, termasuk pasien gagal napas, penyakit infeksi, dan gangguan rematik. Setelah tiga bulan, insiden VTE terjadi sekitar 5,5 % pada grup yang menerima 40 mg enoxaparin dibandingkan dengan 14,9 % pada placebo. Sedangkan efek samping yang dilaporkan tidak berbeda signifikan antara kelompok yang menerima pengobatan dan plasebo. Pasien yang pernah mengalami stroke, terutama stroke paralitis, berisiko tinggi mengalami VTE, dengan kisaran insiden 30-75%, dan pemberian heparin standar atau LMWH dosis rendah juga direkomendasikan untuk pasien ini.

Setelah Medenox, ada studi lain yang menyusul untuk evaluasi profilaksis trombosis pada general medical patiet, yakni Artemis. Studi ini dilakukan pada 849 yang secara acak diberi fondaparinux 2,5 mg atau plasebo sekali sehari. Terapi dimulai dalam 48 jam perawatan di rumah sakit sampai dengan 6-14 hari untuk pencegahan VTE pada pasien tua akut (>60 tahun) dan pasien berisikotinggi mengalami VTE yang menjalani tirah baring > 4 hari.

Hasil Artemis terutama nilai relative risk reduction (RRR) lebih kecil dibandingkan dengan MEDENOX, 47% untuk fondaparinux 2,5 mg vs plasebo dan 63% enoxaparin 40 mg vs plasebo. Tidak ada penurunan signidikan pada DVT proksimal pada studi Artemis (pada Medenox RRR 65%).

Dari hasil perbandingan kedua studi terlihat bahwa enoxaparin lebih baik untuk mencegah VTE pada pasien tirah baring. Dan hingga saat ini, enoxaparin adalah satu-satunya LMWH yang memiliki indikasi untuk profilaksis pada pasien-pasien tirah baring (bed-ridden patients).


--------------------------------------------------------------------------------

Taken from : /rubrik/one_news_print.asp?IDNews=177 | 12 hits
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi dan Stroke

TJIPTO HARIYONO
SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas


--------------------------------------------------------------------------------

Pendahuluan

Stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke masih merupakan penyebab utama dari kecacatan. Data dari NHLB's Farmingham Heart Study, di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 600.000 yang terdiri dari 500.000 penderita stroke baru dan 100.000 penderita stroke ulang1.

Di Indonesia, belum ada data epidemologis stroke yang lengkap, tetapi proporsi penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari laporan survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai rumah sakit di 27 provinsi di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan terjadinya peningkatan antara 1984 sampai 1986, dari 0,72 per 100 penderita pada1984 menjadi 0,89 per 100 penderita pada 19862. Di RSU Banyumas, pada 1997 pasien stroke yang rawat inap sebanyak 255 orang, pada 1998 sebnyak 298 orang, pada 1999 sebanyak 393 orang, dan pada 2000 sebanyak 459 orang.

Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan stroke dan kehilangan mata pencaharian sangat tinggi. Di Amerika Serikat, pada 1981 pernah dihitung biaya yang dikeluarkan untuk perawatan pasien stroke, yaitu sebanyak 7 milyar dolar3 dan pada 1996 meningkat menjadi 40 milyar dolar. Biaya tersebut terdiri dari direct costs (biaya rumah sakit, dokter, dan rehabilitasi) sebanyak 27 milar dolar dan indirect costs (kehilangan produktivitas) sebanyak 13 milyar dolar4. American Heart Association memperkirakan total biaya menjadi 51 milyar dolar pada 19995.

Stroke merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan, dan biaya yang dikeluarkan sangat besar. Karena itu, perlu usaha pencegahan untuk terjadinya stroke primer maupun stroke sekunder (stroke ulang). Salah satu faktor risiko yang penting untuk terjadinya stroke adalah hipertensi. Oleh karena itu, dengan mengendalikan tekanan darah, angka kejadian stroke primer maupun stroke sekunder dapat diturunkan. Dalam makalah ini, akan dibahas peran hipertensi terhadap kejadian stroke, pengendalian hipertensi untuk pencegahan stroke, serta terapi hipertensi pada stroke akut.

Pengaruh Hipertensi pada Organ Target

Hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ target seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifir, dan retina. Beberapa penelitian secara cross sectional membuktikan bahwa kerusakan organ target lebih erat hubungannya dengan hasil pengukuran tekanan darah selama 24 jam atau Ambulatory Blood Preasure (ABP) daripada tekanan darah sesaat di klinik6.

Pada orang normal, tekanan darah mengikuti pola sirkadian, yaitu tekanan darah mengalami penurunan pada malam hari dan mengalami kenaikan pada pagi hari. Demikian pula pada sebagian besar penderita hipertensi, yang juga mengikuti pola sirkadian orang normal (dippers). Tetapi, pada penderita hipertensi non-dippers tidak terjadi penurunan tekanan darah malam hari. Kejadian penyakit kardiovaskular maupun stroke lebih sering timbul pada penderita hipertensi non-dippers daripada penderita hipertensi dippers. Kerusakan organ target yang lebih berat erat hubungannya dengan pasien dengan tekanan darah tetap tinggi pada malam hari (non-dippers) daripada pasien yang tekanan darahnya menurun secara normal pada malam hari (dippers)7. Sebagai contoh, hasil penelitian dari Verdecchia dan kawan-kawan secara kohort prospektif terhadap1100 penderita hipertensi, dilaporkan angka kematian rata-rata lebih tinggi, baik pada non-dippers dan reverse dipper daripada dippers. Hasil penelitian Yamamoto membuktikan bahwa tekanan darah yang tinggi pada pengukuran secara ambulatory (ABP), khususnya tekanan darah yang tinggi pada malam hari dan penurunan tekanan darah yang kurang pada malam hari, akan menyebabkan efek yang merugikan (bertambah luasnya lesi) pada lesi iskemik yang tenang (silent ischemic lesions) dan stroke simptomatis pada pasien dengan infark lakuner9.

Kejadian serangan stroke dan infark miokard akut mengikuti pola sirkadian. Hasil metaanalisis terhadap 30 laporan dari berbagai negara, dengan 66.635 penderita infark miokard akut (IMA), menunjukan adanya kenaikan risiko IMA sebesar 40% pada jam 06.00--12.00 dibandingkan saat lain dalam sehari10. Demikian pula hasil meta-analisis dari 19 penelitian dengan 19.390 kejadian kematian mendadak karena serangan jantung. Ada kenaikan 29% risiko kematian mendadak pada jam 06.00--12.0010. Hasil meta-analisis dari 31 laporan yang telah dipublikasi menunjukkan bahwa dari 11.816 pasien stroke, terjadi kenaikan risiko 49% serangan stroke pada jam 06.00--12.00 dari seluruh tipe stroke. Tiga dari seluruh sub-tipe stroke menunjukkan secara bermakna risiko yang lebih tinggi (55% pada 8250 stroke iskemik, 34% pada 1801 stroke hemoragik, dan 50% pada 405 TIA) pada jam 06.00--12.00 (gbr)11.

Sementara itu, hasil penelitian dari Chaturvedi dan kawan-kawan membuktikan bahwa serangan stroke iskemik lebih sering terjadi pada pagi hari (antara jam 06.00 sampai 12.00). Menurut Chaturvedi, ada beberapa penjelasan yang dapat diterima mengapa serangan stroke iskemik terjadi pada pagi hari:


Pola sirkadian tekanan darah. Pola tekanan darah meningkat pada pagi hari (peningkatan tertinggi terjadi pada pertengahan pagi hari sampai tengah hari). Peningkatan tekanan darah menyebabkan peningkatan intraplaque hemorrhage, sehingga akan memperberat stenosis pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis.
Peningkatan agregasi platelet terjadi pada pagi hari.
Viskositas darah mencapai puncaknya pada pagi hari.
Aktivitas TPA (endogenous tissue plasminogen activator) sangat rendah pada pagi hari. Hal ini akan mengubah keseimbangan antara trombosis dan fibrinolisis sehingga trombosis menjadi lebih dominan.
Peran Hipertensi Dalam Patogenesis Stroke

Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (voasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak tetap konstan. Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg, autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke otak tetap normal. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan 110-120 mmHg untuk tekanan diastolik.

Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat. Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak13.

Pada hipertensi kronis dapat terjadi mikroaneurisma dengan diameter 1 mm. Mikroaneurisma ini dikenal dengan aneurisma dari Charcot-Bouchard dan terutama terjadi pada arteria lentikulostriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik, sewaktu orang marah atau mengejan, aneurisma bisa pecah. Hipertensi yang kronis merupakan salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotelial dari pembuluh darah.

Pada keadaan normal, endotelial menunjukkan fungsi dualistik. Sifat ini secara simultan mengekspresikan dan melepaskan zat-zat vasokonstriktor (angiotensin II, endotelin-I, tromboksan A-2, dan radikal superoksida) serta vasodilator (prostaglandin dan nitrit oksida). Faktor-faktor ini menyebabkan dan mencegah proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah secara seimbang. Keseimbangan antara sistem antagonis ini dapat mengontrol secara optimal fungsi dinding pembuluh darah. Akibat disfungsi endotel, terjadi vasokonstriksi, proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah, agregasi trombosit, adhesi lekosit, dan peningkatan permeabilitas untuk makromolekul, seperti lipoprotein, fibrinogen, dan imunoglobulin14. Kondisi ini akan mempercepat terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis memegang peranan yang penting untuk terjadinya stroke infark.

Penurunan Tekanan Darah Dalam Pencegahan Stroke Primer dan Sekunder

Pencegahan stroke primer ini ditujukan bagi individu berisiko tinggi untuk terjadinya stroke, yaitu dengan mengendalikan faktor-faktor risiko stroke. Faktor-faktor risiko stroke yang dapat diobati atau dikendalikan dan terbukti dapat menurunkan terjadinya stroke dengan baik adalah hipertensi, merokok, diabetes, stenosis arteri karotis yang asimptomatis, penyakit sel Sickle, hiperlipidemia, dan arterial fibrilasi. Faktor risiko lain yang potensial dapat dikendalikan adalah obesitas, aktivitas fisik yang kurang, alkohol, hiperhomosisteinemia, penyalah gunaan obat (kokain, ampetamin, dan heroin), nutrisi (diet kurang sayuran dan buah-buahan), oral kontrasepsi, hiperkoagulabilitas, infeksi kronis Chalmydia pneumoniae, dan terapi pengganti hormon15.

Klugel dan kawan-kawan melaporkan bahwa hipertensi yang tidak terkontrol terdapat pada 78% kasus stroke iskemik dan 85% pada kasus stroke hemoragik16. Hipertensi yang tidak terkendali sangat kuat hubunganya dengan stroke akut17. Suatu overviews dari 14 prospective randomized menunjukkan bahwa dengan penurunan tekanan darah 5 mmHg sampai 6 mmHg dapat menurunkan terjadinya stroke 42%18. Hasil penelitian The Systolic Hypertension in the Eldery Program (SHEP) memperlihatkan penurunan insiden stroke 36% dengan pengobatan antihipertensi (klortahalidon atau atenolol) pada pasien usia lanjut dengan hipertensi sistolik terisolasi (isolated systolic hypertension)19. Risiko terjadinya stroke akan meningkat dua kali setiap kenaikan 7,5 mmHg tekanan diastolik. Antihipertensi dapat menurunkan risiko terjadinya stroke 38%20.

Hasil meta-analisis yang dilakukan oleh Gueyffier menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dengan obat antihipertensi dapat menurunkan terjadinya risiko stroke ulang21. Sedangkan hasil penelitian dari POGRESS (Perindopril Protection Against Recurrent Study) menunjukkan bahwa terapi dengan perindopril pada pasien stroke dengan hipertensi dapat menurunkan secara bermakna terjadinya sroke ulang (risk reduction=28%, 95% Cl = 17% to 38%, P<0.0001)22.

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Akut

Hipertensi didapatkan pada 80% penderita stroke akut ketika masuk ke rumah sakit. Terjadi kenaikan tekanan darah pada stroke iskemik akut yang sebagian besar hanya bersifat sementara. Hasil penelitian dari Harper dan kawan-kawan menunjukkan penurunan tekanan darah yang signifikan sampai hari ke-7 setelah serangan stroke iskemik akut23. Mekanisme kenaikan tekanan darah, baik pada stroke iskemik maupun stroke hemoragik, masih belum diketahui. Tetapi, diduga ada hubungan dengan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik, yaitu dengan adanya peningkatan kadar katekolamin plasma dan kortikosteroid24. Prognosis dan hipertensi post stroke masih belum jelas. Tekanan darah pada saat masuk ke rumah sakit tidak berhubungan dengan prognosis stroke, kecuali pada penderita dengan gangguan kesadaran. Ada korelasi antara hipertensi dengan besarnya angka kematian. Tetapi, hasil penelitian Danish menunjukkan bahwa tekanan sistolik pada saat masuk rumah sakit berhubungan dengan menurunnya risiko terjadinya progresivitas dan stroke sebesar 40% setiap kenaikan 20% tekanan sistolik25.

Terapi hipertensi pada saat stroke akut mempunyai risiko kurang baik pada prognosis stroke. Penurunan tekanan darah beberapa jam setelah stroke akut menyebabkan perburukan kelaianan nerologis. Mungkin hal ini disebabkan

oleh adanya penurunan tekanan perfusi di darah infark26. Pada beberapa hari sesudah serangan stroke akut, autoregulasi serebral dan tekanan perfusi serebral lokal mengalami gangguan. Namun, kebanyakan akan menjadi normal kembali setelah 2 sampai 4 hari27. Peneliti lain melaporkan bahwa apabila hipertensi tidak diturunkan pada waktu serangan stroke akut, dapat menyebabkan edema otak28. Hasil penelitian dari Chamorro dan kawan-kawan menunjukan bahwa perbaikan yang sempurna pada iskemik stroke dipermudah oleh adanya penurunan tekanan darah yang cukup ketika edema otak berkembang, sehingga menghasilkan tekanan perfusi serebral yang adekuat29.

Masih ada perbedaan pendapat mengenai dapat tidaknya hipertensi pada stroke akut segera diturunkan. Walaupun demikian, belum ada uji klinik randomisasi mengenai pemberian obat antihipertensi pada penderita stroke akut dengan hipertensi. Guideline Stroke 2000 yang dikeluarkan oleh kelompok studi Serebrovskular & Neurogeriatri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dapat digunakan sebagai pegangan dalam terapi hipertensi pada saat stroke akut30.

Stroke Iskemik Akut

Tekanan darah baru diturunkan setelah 2--7 hari pasca stroke iskemik akut, kecuali ada indikasi khusus. Pada fase akut, tekanan darah tidak boleh diturunkan > 20-25% dari tekanan darah rata-rata. Indikasi terapi hipertensi pada stroke akut:


Jika tekanan darah diastolik > 140 mmHg pada dua kali pembacaan selang 5 menit, berikan infus natriun nitroprusid (sangat emergensi).
Jika tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan atau tekanan darah diastolik l21--140 mmHg pada dua kali pembacaan selang 20 menit, berikan 20 mg labetolol iv selama 1--2 menit. Dosis labetolol dapat diulang setiap 10--20 menit sampai penurunan darah yang memuaskan. Setelah pemberian dosis awal, labetolol dapat diberikan setiap 6--8 jam bila diperlukan (emergensi).
Jika tekanan darah sistolik 180--230 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 105--120 mmHg, terapi darurat harus ditunda tanpa adanya bukti perdarahan intraserebral atau gagal ventrikel jantung kiri. Jika tekanan darah menetap pada dua kali pengukuran selang 60 menit, maka diberikan 200--300 mg labetolol 2--3 kali sehari. Pengobatan alternatif selain labetolol adalah nifedipin oral 10 mg tiap 6 jam atau kaptopril 6,25--12,5mg tiap 8 jam (urgensi).
Tekanan sistolik <180 mmHg dan atau tekanan diastolik < l05 mmHg, terapi hipertensi biasanya tak diperlukan.
Stroke Perdarahan Intraserebral

Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan tekananan darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dan tekanan darah arteri rata-rata. Kriteria penurunan:


Bila tekanan darah sistolik lebih dari 230 mmHg atau tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan natrium nitroprusid atau nitrogliserin drip.
Bila tekanan sistolik 180--230 mmHg atau tekanan diastolik 105--140 mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 20 menit, berikan labetolol injeksi atau enalapril.
Bila tekanan sistolik kurang dari 180 mmHg dan tekanan diastolik kurang 105 mmHg, pemberian obat anti hipertensi ditangguhkan.
Obat hipertensi yang diberikan kepada pasien stroke adalah obat yang tidak mempengaruhi aliran darah otak. Dyker dan kawan-kawan melaporkan bahwa pemberian perindopril efektif menurunkan tekanan darah tanpa menganggu aliran darah otak pada pasien stroke iskemik akut31. Sedangkan Walter dan kawan-kawan melaporkan bahwa pemberian perindopril pada pasien stroke iskemik yang tidak akut, dengan stenosis atau oklusi sedang sampai berat pada arteri karotis intema, terjadi penurunan tekanan darah tanpa penurunan aliran darah otak32.

Kesimpulan

Stroke merupakan masalah yang serius, karena merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian ketiga setelah penyakit jantung serta kanker. Angka kejadian stroke di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan stroke cukup besar. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya stroke iskemik maupun stroke hemoragik (perdarahan). Dengan mengendalikan tekanan darah pada pasien hipertensi, dapat menurunkan terjadinya stroke primer ataupun stroke sekunder (stroke ulang). Namun, mengenai pemberian segera terapi anti-hipertensi pada stoke akut dengan hipertensi, masih ada perbedaaan pendapat. Guideline Stroke 2000 yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dapat digunakan sebagai pegangan dalam terapi hipertensi pada saat stroke akut.

Daftar Pustaka


Stroke Statistcs. Available at: http.//www;stroke association.org/statistics
Budiarso LR, Bakri Z & Kortani DS. Morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler. Medika 1989,5:423-428.
Wieufield FD. The nationani survey of stroke. Stroke 1981; 12(suppl) 1-71.
Taylor TN, Davis PH, Tomer JC et al. Lifetime cost of stroke in The United State. Stroke 1996; 27:1459-1466.
American Hearth Association. Economic Cost of Cardiovasculer Disease.Available at: http://w\vw.arnericanheart.org/statistics/{oeconorn.html}
Clement DL, De Buyzere M, Duprez D. Prognostic value of ambulatory blood peassure monitoring. J Hypertens. 1994,12:857-64
Lip GJH, Gibbs CR, Beevers DG. Ambulatory blood pressure monitoring and stroke. Stroke 1998:29:1495-7.
Verdechhia P, Schillaci G, Galteschi C et al Ambulatory blood preasure: an independent predictor of prognosis in essential hypertension. Hypertension 1994; 24:793-801.
Yamarnoto Y, Akiguchi I, Oiwa K, et al. Adverse Effect of Nighttime Blood Preasure on the Outcome ofLacunar Infarct Patients. Stroke 1998:29:570-576.
Cohen MC,Rahtla KM, LaveryCE et al. meteanalisis of the morning excess of acute myocardial infark and sudden death. Am J cardiol 1999; 79:1512-16.
Elliot WJ. Circadian variation in timing of stroke onset. Stroke 1998:29:992-996.
Chaturvedi S, Adam Harolod P, Woolson Roberth F. Circadian Variation in Ischemic Stroke Subtype. Stroke 1999:30:1793-1795.
Toole JF. Cerebrovasculer Disorder 4th ed. Reven pers New Yorki 990:352-3.
Surnantri D, Hindariati E, Rudyatmoko. Peran ACE-inhibitor pada disfungsi endotel dan remodeling kardiovaskular. Medika 2001: 8:509-11.
Goldstein LB, Adam R, Becker K et al. Primary prevention of ischernic stroke, A steatment for healthcare professional from Stroke Council of the American Hearth Assoation. Stroke, 2001;32:280-99..
Klungel OH, Kaplan RC, Heckbert SR, et al. Control of blood pressure and risk of stroke among pharmacologicaly treated hypertensive patients. Stroke 2000; 31 :420-4.
Lamsudin R. Well controlled and less well controlled hypertension in stroke patients in Yogyakarta, Indonesia. Ind Cin Epid & Biostat 1996,3:4-9.
Collins R, Peto Rand MacMahon S. Blood pressure, stroke and coronary hearth disease, part 2. shortterm reductions in blood pressure overviews ofrandomized drug trials in their epidemiological context. Lancet 1990; 335:827-38.
SHEP Cooperative Research Group Prevention of stroke by antihypertensive drug tetreatment in older person with systolic hypertension: final results of Systolic Hypertension in the Eldery Program (SHEP). JAMA 1991; 265:3255-64.
MacMahon S, Rodger A. The effects of antyhipertesive treatment on vascular disease: Reapprasial of evidence in 1994. J Vase Med Biol 119:4: 265-71.
Gueyffeir F, Boissel JP, Boutitie F et al. Effect of antihypertensive treatment in patients having already suffered from stroke. Stroke 1997,28:2557-62.
PROGRESS. Randornised trial of a perindopril-based blood-pressure-lowering regimen among 6105 individual with previous stroke or tansient ischaemic attack. Lancet 2001; 358:1033-41
Harper G, Casteldan CM & Potter JF. Factor affecting changes in Blood pressure afteracute stroke. Stroke 1994:25:1726-29.
Feibel J, Baldwin C, Joynt R. Cathecholamine-associated refractory hypertension following acute intracranial haemorrhage: control with propanolol. Ann Neuro. 1981:9:340-3 (Medline).
Chlamers J, MacMahon S, Anderson C et al. Clinicians manual on Blood pressure & Stroke prevention 2 nd ed. Science press 2000.
Yatsu FM, Zivm J. Hypertension in acute ischemic stroke; not to treat. Arch Neurol 1985,42.999-1000.
Fieschi C, Lenzi GL. Cerebral blood flow and metabolism in stroke patients. In: Russel RW, ed Vascular Disease of Central Nervous System. 2nd ed. New York, NY:Churchill Livingstone, inc l983:101-27.
Spance JD & Delmaestro RF. Hypertension in acute ischemic stroke treatment. Arch Neurol 1985;421000-1002.
Chomorro A, Ascaso C, Elices E, el al. Blood Preasure and Functional Recovery in Acute Ischemic Stroke. Stroke 1998,29:1850-3.
Guideline Stroke 2000 seri pertama. Kelompok studi serebrovaskuler & neurogeriatri PERDOSSI.
Dyker AG, Grosset DG , Less KR. Penndopril reduce blood pressure but not cerebral blood flow in patients with recent cerebral ischaemic stroke. Stroke. 1997:28: 580-3.
Walters M.R, Bolter A, Dyker AG, Lees KR. Effect of Penndopril on Cerebral and Renal Perfusion in Stroke Patients with Carotid Disease. Stroke 2001; 30: 473-8.

sumber www.tempo.co.id