Wednesday, April 30, 2008

MENKES HARUS TINDAK DOKTER YANG CARI UNTUNG

Menteri Kesehatan harus menindak tegas dokter-dokter yang menuliskan resep obat-obat mahal untuk mencari keuntungan pribadi dari janji para produsen obat. Sanksi berupa teguran tidak cukup sebab akibat ulah oknum dokter ini, pembengkakan tagihan Askeskin semakin tidak terkendali. “Dari penelusuran saya, di Bau Bau banyak dokter spesialis yang nakal. Jadi dia tulis obat, katakanlah namanya obat G, harganya Rp2,3 juta. Akibatnya tagihan yang bulan-bulan sebelumnya cuma Rp200 juta sampai Rp300 juta. Mulai bulan Desember naik Rp900 juta dan akhirnya Rp1,7 miliar,” kata Ketua yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta di Jakarta, Rabu (8/8). Penggelembungan harga obat ini akibat iming-iming keuntungan Rp200 ribu yang akan diterima dokter tersebut dari produsen. Bahkan jika berhasil mencapai target penjualan tertentu, dokter dan keluarganya ditawari paket-paket liburan ke luar negeri. “Tanpa bermaksud merendahkan profesi dokter. Dokter seharusnya menuliskan resep yang sesuai dengan keilmuannya tanpa bermaksud cari untung. Tapi memang ada dokter yang seperti itu selain yang memang benar-benar lurus,” lanjut Marius. Tindakan para dokter ini, katanya, adalah bagian dari kecenderungan yang ada sekarang bahwa obat-obat branded (bermerek) lebih diprioritaskan dibanding generik. ”Tidak perlu saya sebut nama, tapi ada pejabat di Depkes yang menyetujui untuk memprioritaskan obat-obatan branded. Jadi semua berdasarkan permintaan obat dari RS. Akibatnya bisa ditebak, ada RS yang harus menanggung sekitar Rp3 miliar per bulan karena selisih harga. Kalau ini di daerah bisa bikin bangkrut.” Selain oknum-oknum dokter yang mencari keuntungan pribadi, Marius memandang perlu ada pidana bagi para aparat Pemda yang memalsukan status ekonomi seseorang dan mempermudah pembuatan Surat Keterangan Tidak mampu (SKTM) oleh orang-orang berada sehingga bisa mendapat pelayanan gratis. “Harusnya ada kerjasama dengan Mendagri untuk menindak orang-orang (yang memalsu SKTM) ini karena dari ulah mereka yang seharusnya lebih layak dapat perawatan jadi dianggap tidak layak. Umumkan masalah pidana ini ke media massa supaya mereka mikir-mikir kalau mau melakukan,” ujarnya. Dari penelusuran yang dilakukannya di Medan, Marius menemukan bahwa orang-orang mampu bisa membuat SKTM dengan sogokan uang yang biasa mereka sebut ‘uang minyak.’ Dengan memberikan uang Rp20 ribu ke kelurahan dan Rp50 ribu ke kecamatan, atau mengaku sebagai kerabat kepala desa, SKTM bisa didapat dengan mudah. Masalah Askeskin juga diperparah dengan buruknya kualitas SDM PT Askes di daerah dan lambannya RS untuk menyerahkan tagihan. Di sisi lain, menanggapi saling tuding antara pihak Depkes dan PT Askes atas masalah pembengkakan tagihan, menurut Marius, sebenarnya bisa diatasi dengan duduk bersama dan membicarakan solusi yang seharusnya ditempuh dan bukannya perang pendapat. “Menkes, PT Askes seharusnya duduk bersama. Selama ini kan dari Menkes bilang sistem PT Askes tidak beres, sementara PT Askes bilang tidak mungkin begitu karena mereka diaudit. Kalau perlu saya mau jadi mediator,” tegas Marius sambil menyatakan keprihatinan terhadap pelaksanaan Askeskin yang semakin karut marut. Ia menyebut tahun ini adalah titik pelaksanaan Askeskin yang paling buruk dan menyedihkan, padahal dua tahun sebelumnya sangat baik dan bahkan sudah mampu menjangkau 70% masyarakat miskin. (DI/Ol-03) Sumber: http://www.mediaindonesia.com/, Humaniora, Copyright © 2007 Media Indonesia Online. All rights reserved. Rabu, 08 Agustus 2007 17:17 WIB

sumber. depkes.go.id

No comments: