Monday, November 19, 2007

Membangun Kemitraan dalam Penempatan Tenaga Kesehatan ke Luar Negeri dan Peranan Organisasi Profesi


Bppsdmk, Jakarta - Menyimak pernik pelayanan kesehatan tidak dapat dilepaskan dari SDM Kesehatan. Sebagai salah satu faktor yang turut berperan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka profesionalisme tenaga kesehatan menjadi unsur penentu dan pendorong terciptanya derajat kesehatan masyarakat. Namun perhatian tidak hanya tertuju kepada tenaga kesehatan saja, hal-hal yang berada di sekitar tenaga kesehatan sebagai faktor pendukung dan penunjang perlu kita cermati dan diperhatikan. Organisasi profesi yang menaungi, melindungi, mengayomi, sempat luput dari perhatian kita.

Pada edisi kali ini, Majalah kesayangan insan SDM kesehatan akan menyajikan seputar tenaga kesehatan luar negeri dan organisasi profesi kesehatan. Berikut hasil wawancara dengan Dr. Asjikin Iman Hidayat, MHA, Kepala Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri.

Tugas Pokok dan fungsi Puspronakes
Tugas pokok dan fungsi Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri (Puspronakes) pada intinya ada dua, yaitu: Pemberdayaan Profesi Tenaga Kesehatan dan Pemberdayaan Tenaga Kesehatan ke Luar Negeri. Pemberdayaan profesi berkaitan dengan kompetensi apa yang harus dimiliki seorang tenaga kesehatan. Dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, ahli gizi, dan lain-lain semuanya berjumlah 32 jenis tenaga kesehatan. Namun dengan adanya Konsil Kedokteran, tugas kita dikurangi dari 32 profesi menjadi 30 profesi karena dokter dan dokter gigi telah ditangani oleh KKI (Konsil Kedokteran Indonesia). Jadi menyangkut semua kompetensi yang harus dimiliki, Nah, ini semua ada kaitannya dengan kurikulum yang dibuat oleh Pusdiknakes. Hal ini juga berkaitan dengan pelatihan tambahan yang dibuat oleh Pusdiklat SDM Kesehatan, yang dasarnya adalah tugas pokok yang dibuat oleh Pusrengunnakes. Dan semuanya ditopang oleh Sekretariat Badan dalam pelayanan administrasi dan lain-lain. Untuk pemberdayaan tenaga kesehatan ke luar negeri, adalah bagaimana kita memanfaatkan kesempatan yang ada. Filosofinya bukan sekedar untuk mendatangkan devisa, yang utama adalah bagaimana tenaga kesehatan kita bisa menimba ilmu tentang pelayanan kesehatan yang baik itu bagaimana. Sehingga waktu mereka kembali kita harapkan pelayanan kesehatan yang kita punyai saat ini kalau sudah maksimal kita pertahankan kalau belum maksimal dapat lebih ditingkatkan lagi. Hal yang lain adalah para tenaga kesehatan yang telah kembali ke tanah air dapat mengkombinasikan pengetahuan yang didapat dengan ilmu yang ada di pemerintahan.

Sekarang adalah bagaimana kita mengembangkan filosofinya agar tenaga kesehatan yang telah kembali ke Indonesia tidak sia-sia. Dan kita manfaatkan serta didayagunakan untuk melihat langsung perbandingan dengan negara lain. Sehingga bila mereka kembali ke instansi semula, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan. Yang perlu diingat, walupun mereka mendapat hal yang bagus di luar negeri, tapi belum tentu cocok dengan kondisi di Indonesia. Puspronakes mengirim tenaga kesehatan tidak untuk merubah sosial budaya, adat istiadat, dan lain-lain, tetapi untuk melihat atau studi banding.

Standar dan registrasi tenaga kesehatan non dokter dan dokter gigi
Sebelum ada KKI sudah dirintis bahwa tenaga kesehatan yang berhubungan dengan profesi kesehatan harus ada regulasinya. Sesorang yang lulus pendidikan tenaga kesehatan harus diregistrasi. Saat ini Puspronakes sedang berusaha meningkatkan perbaikan sistimnya. Dalam waktu dekat kita akan menyusun UU-nya, semacam UU Praktik Kedokteran. Kalau dilihat regulasinya, sesorang yang lulus dari institusi pendidikan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang akan bekerja di Indonesia untuk bisa bekerja di wilayah Indonesia, harus diregistrasi terlebih dahulu. Yang mengeluarkan registrasi ini adalah badan-badan yang ditunjuk dan dibantu oleh organisasi profesi untuk menguji kompetensinya. Demikian halnya untuk ke luar negeri pun kita diuji kompetensi dulu, baru bisa bekerja. Tujuannya adalah untuk menghindari malpraktek, dan kesalahan-kesalahan lain, supaya standar pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia itu ada, tentunya disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.

Menjalin kerjasama dengan pihak Luar Negeri
Saat ini mekanisme yang kita jalankan adalah menghubungi pemerintah-pemerintah negara lain melalui Deplu, Konjen, dan para Dubes. Hampir seluruh dunia kita sudah menjalin kerjasama. Karena ada kaitannya dengan PJTKI yang baru ada MoU-nya adalah negar-negara Eropa, Amerika dan akan dijalin dengan Australia. Karena di negara-negara maju ini hal-hal yang demikian ini sudah dilakukan oleh pihak swasta, jadi kita menjalin kerjasama dengan pihak swasta. Jadi nantinya MoU ini ditingkatkan menjadi G to G dengan bantuan Deplu, misal Depkes menjalin kerjasama dengan pihak luar negeri, Depnakertrans demikian juga, itu oleh Deplu digabung menjadi G to G, nah untuk masing-masing Departemen adalah G to P. Karena di negara maju sudah berjalan, maka kita tinggal memperbaiki sistem dan sistimnya di negara kita.

Kendala utama
Kendala banyak, yang utama adalah, ketidakjujuran akibat dari vested intereted, dan itu selalu muncul. Contoh ke arab saudi gaji perawat kita dibayar 600 dolar per bulan, padahal informasi lain yang akurat, harusnya mereka dapat 1200 dolar, kita berusaha mengatur dalam hal ini. Demikian juga ke Amerika kita menemukan hal yang sama dalam ketidakjujuran. Namun kendala umum dapat kita atasi, kuncinya adalah transparan.

Menjalin kerjasama membangun kemitraan.
Kenapa banyak yag berminat dalam pengiriman nakes ke luar negeri, karena ada imbalannya, reward dan lain sebagainya. Ada poin dan koin, koin ini adalah yang diincar oleh swasta kita, dan kita sebagai pemerintah tidak boleh menerima imbalan seperti itu karena kerjasama kita dalam hal ini G to P. Privat di luar negeri memberikan imbalan sangat variatif sekali. Hal ini ditentukan oleh privat mereka dan privat yang membantu kita dalam melakukan recruitment, seleksi dll.

Fungsi Fasilitasi
Memang akhirnya Puspronakes dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitasi, karena memang itulah tugas pusat atau steering. Bila sektor swasta bergerak dengan aturan yang telah ditetapkan, maka ekonomi kita juga akan ikut bergerak.

Penerapan standar dan evaluasinya
Kita menetapkan standar mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. Ada monitoring yang melibatkan Deplu, Depnakertrans dll, karena kita tidak mungkin melaksanakan monitoring sendirian.

Keberadaan Tenaga Kesehatan asing sehubungan dengan isu global.
Memang isu global ini kita tidak bisa menolak nakes asing akan masuk ke tanah air, apalagi dengan adanya perjanjian WTO yang ditandatangani oleh 144 negara. Kalau kita tidak siap dengan regulasinya, maka kita akan menemui banyak masalah dan tidak berjalan. Misalnya tenaga kesehatan asing mau praktik di Indonesia, kalau kita tidak mempunyai standar, maka nakes asing akan memakai standar mereka sendiri dalam bekerja disini. Oleh karena itu kita harus mempunyai standar tenaga kesehatan di luar dokter dan dokter gigi (sudah ada Konsil Kedokteran -red). Karena di luar negeri tahunya kalau ada urusan yang berhubungan dengan SDM Kesehatan, maka mereka menghubungi Menkes RI, kemudian didelegasikan kepada Badan PPSDM Kesehatan, dalam hal ini Puspronakes. Di luar dokter dan dokter gigi (kita juga bekerjasama dengan KKI) harus di registrasi juga untuk nakes asing yang akan bekerja di Indonesia. Jadi mereka mendaftar ke Badan PPSDM, setelah itu kita panggil organisasi profesinya, lalu diwajibkan untuk mengikut uji kompetensi, setelah lulus baru diijinkan bekerja di Indonesia. Demikian pula di daerah, mekanismenya melalui Depkes, kemudian ke Badan PPSDM Kesehatan lalu ke Puspronakes, dari Puspronakes apabila mau bekerja di daerah, maka kita arahkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi untuk mendapatkan registrasi atas nama Menkes. Nakes asing untuk bisa berpraktik harus mempunya registrasi, untuk bisa membuka tempat praktik harus ada surat ijin praktik (SIP) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan masing-masing Provinsi. Regulasinya seperti itu agar kita dapat mengontrol keberadaan nakes asing di Indonesia.

Pihak mana saja yang dapat menjalankan kerjasama.
Dalam hal penempatan nakes ke luar negeri sebetulnya yang harus kita rintis terlebih dahulu adalah kerjasama lintas sektor pemerintah (Depnakertrans, Deplu) kemudian kita kembangkan lebihlanjut dengan Depkum dan HAM (imigrasi) yang akan mengurusi masalah dokumen imigrasi. Kalau kita tidak mempuyai dokumen imigrasi yang lengkap maka akan bermasalah di luar negeri, bagaimanapun juga warga negara RI yang berada di luar negeri menjadi tanggung jawab pemerintah, karena kita dalam pengiriman nakes ke luar negeri dibawah PP No 102a, bahwa yang dapat merekrut dan mengirimkan nakes ke luar negeri adalah pemerintah atau pihak swasta yang ditunjuk.

Bagaimana dengan pihak Pemda yang mengirimkan nakes ke luar negeri.
Dalam hal ini, pemerintah daerah memang banyak mengirimkan nakes tanpa melalui kita, sehingga nanti kita akan buatkan payung besar untuk menjalin kerjasama dalam hal pengiriman. Yang perlu digaris bawahi bukan berarti pemda yang akan mengirimkan nakes ke luar negeri harus melalui Pusat. Jadi kita tidak mempersulit, yang pokok, nakes yang akan dikirim hendaknya dicatat dengan baik, agar mudah dalam pengontrolan dan menjaga keselamatan tenaga kesehatan itu sendiri. Kita sudah menjalin kerjasama dengan Depnakertrans dan Depkum HAM, agar nakes kita terlindungi pada waktu mereka bekerja di luar negeri.

Bagaimana dengan analisis kecenderungan tenaga kesehatan.
Dengan adanya isu global, sekarang bagaimana masyarakat mempertahankan kesehatannya, bukan memperbaiki. Saat ini masih terjadi mal distribusi tenaga kesehatan di Indonesia, jadi dalam hal pemerataan tenaga kesehatan adalah tugas pemerintah. Maka bila ada dokter asing masuk, kecenderungan masyarakat lebih memilih dan percaya kepada dokter asing, padahal kemampuan dan kualitas dokter kita bisa dikatakan sama. Masalahnya hanya tinggal membangun jalinan kepercayaan dengan masyarakat.

Jenis Nakes yang dikirim ke luar negeri
Karena di luar negeri saat ini yang dibutuhkan adalah perawat dan sebagian tenaga elektromedik, jadi baru perawat tenaga elektromedik saja yang kita kirim. Sebetulnya peluang seperti ini kita harus jeli dalam menangkap peluang-peluang tersebut. Misalnya perlu perawat yang bisa bekerja di ruang kebidanan, kenapa tidak kita kirim bidan saja. Hal inilah ini yang akan kita olah dan dikembangkan lebih lanjut. Untuk dokter dan dokter gigi sementara ini pengirimannya masih melalui puspronakes.

Apakah untuk ke depannya diperlukan semacam konsil tenaga kesehatan non dokter dan dokter gigi.
PP 32 hanya menyebut 7 kategori tenaga kesehatan, dengan adanya UU Praktik Kedokteran kita juga akan membuat dua payung Undang Undang. Yang pertama adalah UU tenaga kesehatan yang berhubungan dengan pasien (perawat, bidan,dll). Sehingga ada kejelasan tentang jenis nakes yang berhubungan dengan pasien itu apa saja. Dan yang kedua UU tenaga kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan pasien (teknisi elektromedik, teknik rontgen, dll). Dibawah UU ini ada konsil-konsil yang akan meregistrasi dan menguji kompetensi dari masing-masing jenis nakes ini. Puspronakes salah satu tugas pokoknya adalah memberdayakan profesi kesehatan, salah satu yang ada kaitannya adalah standarisasi dan komptensi kurikulum harus jelas. Kalau kurikulum pendidikan telah terstandar, maka begitu lulus pendidikan tidak perlu diregistrasi. Karena nakes akan melayani kesehatan sesuai dengan bidangnya. Tapi 3 atau 5 tahun kemudian perlu diuji kompetensinya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,karena perkembangan IPTEK atau kemungkinan lupa, dll. Kalau terstandar dengan jelas dan sama maka nakes akan terlindungi. Inilah maksud uji kompetensi ini selain melindungi masyarakat juga melindungi nakes tersebut, karena Standar Operating Prosedur benar-benar dijalankan, secara tidak langsung masyarakat ikut terjamin juga.

Sejauh mana perhatian organisasi profesi mengenai hal tersebut.
Hal ini variatif sekali, ada organisasi profesi yang sudah jauh melihat hal ini sebagai preseden yang baik. Tapi ada juga yang kurang memperhatikan. Sampai saat ini Ikatan Bidan Indonesia, PPNI, Refraksionis, Gizi, dll sangat memperhatikan. Kita sudah mempunyai kurang lebih 25 organisasi profesi yang cukup interest. Dari memperhatikan kompetensinya, standarnya, dan lain lain. Kebetulan pemerintah mempunyai program Desa Siaga, organisasi profesi yang berkenaan dengan tenaga kesehatan yang akan ditempatkan sangat memperhatikan akan hal tersebut.

Perencanaan ke depan organisasi profesi
Mereka harus melihat pemerintah dalam hal perencanaan nakes, dalam hal ini Pusrengunakes. Seperti kurikulum yang dibuat Pusdiknakes, organisasi profesi hanya membantu dalam menyusun kurikulum. Dalam hal ini, organisasi profesi mengurusi masalah kompetensinya. Pusdiknakes menyusun kurikulum berdasar masukan dari Puspronakes. Supaya lulusan nakes dapat mencapai kompetensi seperti yang disusun oleh organisasi profesi maka perencanaan ini tidak dilaksanakan sendiri-sendiri. Pusrengunakes dalam hal ini merencanakan kebutuhan dan jenis tenaga kesehatan, dalam perencanaan dibutuhkan apa tidak jenis nakes seperti yang diusulkan oleh organisasi profesi melalui puspronakes. Jadi, perencanaan dan kebutuhan nakes kita harus jelas dan terarah untuk mencapai kompetensi ini. Apabila kompetensi ini dirasa kurang maka Pusdiklat menyiapkan pelatihan untuk mencapai kompetensi.

Harapan ke depan terhadap organisasi profesi.
Harapan kita terhadap organisasi agar mereka mempunyai suatu organisasi yang tangguh. Ini tugas kita untuk memberdayakan organisasi profesi, karena organisasi profesi mempunyai andil yang cukup besar dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Selain itu juga melindungi masyarakat dan profesinya. Kita hanya memfasilitasi saja bagaimana organisasi profesi di Indonesia lebih berdaya dan meningkat.

Sumber : Sub Bagian Humas, Set Badan PPSDM Kesehatan

No comments: