Pankreatitis Akut, Apakah Memerlukan Pemberian Antibiotik?
YUDISTIRA PANJI SANTOSA
--------------------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan pankreas yang secara klinis ditandai dengan nyeri perut yang akut disertai kenaikan enzim pankreas dalam darah dan urin1. Pada pankreatitis akut, didapati autodigesti dari enzim pankreas terhadap sel pankreas sehingga menimbulkan reaksi inflamasi2. Inflamasi dimulai dari perilobuler dan jaringan peripankreas dengan manifestasi edema dan nekrosis setempat. Setelah itu, mengenai sel asiner perifer, duktus pankreatikus, pembuluh darah, dan jaringan sekitarnya. Komplikasi digolongkan menjadi dua bagian:
Komplikasi lokal, berupa: (a) Pengumpulan cairan yang akut. Hal ini paling sering terjadi, biasanya terjadi pada awal perjalanan penyakit, dan dapat membaik secara spontan; (b) Nekrosis dari pankreas. Dapat terjadi lokal atau difus, bisa juga steril dan terinfeksi; (c) Abses pankreas. Hal ini merupakan komplikasi lokal yang jarang terjadi; serta (d) Yang lain, seperti pendarahan, trombosis vena splenikus, nekrosis, dan impaksi batu.
Komplikasi sistemik, berupa: (a) Syok sirkulasi; (b) Gagal napas; (c) Gagal ginjal akut; (d) Sepsis; (e) KID (Koagulopati Intravaskular Diseminata); (f) Hiperglikemia; dan (g) Hipokalsemia3.
Secara klinis, penderita pankreatitis akut dapat beragam, dari yang mudah sembuh (self limiting) sampai yang dapat menimbulkan gejala-gejala berat dan kematian. Untuk itu, diperlukan identifikasi pasien yang mempunyai risiko untuk kematian berupa penilaian berat atau tidaknya penyakit yang diderita4.
Saat ini banyak terdapat sistem penilaian, seperti:
Kriteria Ranson
Menilai pada saat pasien masuk/dirawat di rumah sakit: umur > 55 tahun; lekosit dalam darah > 16.000/ml; gula darah > 200 mg/dL; LDH > 350 IU/L; dan AST > 200 IU/L.
Setelah 48 jam perawatan: penurunan hematokrit > 10%; peningkatan BUN > 5 mg/dL; kalsium dalam darah < 8 mg/dL; arterial PaO2 < 60 mmHg; defisit basa > 4 mEq/L; dan defisit cairan > 6 liter5.
Kriteria Glasgow (modifikasi)
Setelah 48 jam perawatan: arterial PaO2 < 60 mmHg; albumin < 32 g/L; kalsium < 2 mmmol/L; lekosit dalam darah > 15.000/ml; AST/ALT > 100 U/L; LDH > 600 U/L; gula darah > 10 mmol/L (tidak ada diabetes); dan urea > 16 mmol/L6.
APACHE II
Cara kerjanya adalah dengan menjumlahkan skor-skor dari skor fisiologis akut dengan skor umur dan skor kesehatan kronis7. Tetapi, skor ini cukup rumit, diperlukan komputer untuk menentukan skor, dan memerlukan standarisasi untuk menentukan angka terendah serta tertinggi1.
Simposium di Atlanta merekomendasikan bahwa keadaan berat dari pankreatitis akut merupakan keadaan dengan skor ≥ 8 dari sistem skor APACHE II, atau skor ≥ 3 dari sistem skor Ranson8. Sedangkan menurut kriteria Glasgow (modifikasi) skor ≥ 3 dikatakan keadaan dengan prognosis buruk6.
Adakah Kelainan Anatomis?
Setelah kita menentukan berat atau tidaknya perjalanan penyakit, perlu juga ditelusuri ada tidaknya kelainan anatomis yang terjadi. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi maupun dengan CT-Scan untuk mengetahui apakah sudah terjadi komplikasi lokal. Jika terjadi komplikasi lokal, apalagi komplikasi sistemik, maka mengharuskan kita untuk memberikan terapi yang lebih agresif seperti pemberian antibiotik atau kalau perlu dengan pembedahan. Sebab, jika terjadi komplikasi lokal seperti nekrosis pankreas, dapat menyebabkan kegagalan organ (organ failure). Ini diketahui oleh Tenner S. dkk. yang menyelidiki pasien pankreatitis akut dengan menggunakan CT Scan. Ia mendapati 50% kasus kegagalan organ pada pasien dengan nekrosis pada pankreas. Keadaan ini dapat menyebabkan bertambah beratnya pankreatitis akut yang dialami9.
Secara patofisiologi, didapatkan adanya keadaan terinfeksi dari pankreas jika terdapat nekrosis pankreas atau lebih berat seperti abses. Tetapi, tidak semua keadaan nekrosis pankreas terjadi infeksi. Untuk itu, banyak penyelidikan terhadap keadaan ini, baik dengan hewan percobaan maupun dengan uji klinis.
Percobaan Menggunakan Antibiotik sebagai Regimen Terapi
Meithover K., dkk. membuat eksperimen terhadap binatang percobaan (tikus) yang dibuat nekrosis pada pankreas. Kemudian, hewan percobaan diberi antibiotik (imipemen dan siproflokasin). Hasilnya menunjukkan hal yang berbeda dengan kontrol (hanya diberikan saline). Eksperimen mendapatkan hasil berupa komplikasi sepsis pankreatitis berkurang dan kelangsungan hidup tikus yang diberi antibiotik lebih lama daripada kontrol10.
Pada binatang percobaan, infeksi dapat timbul secara spontan. Hipotesis-hipotesis menyatakan infeksi dapat terjadi melalui nekrosis peripankreas, hematogen, translokasi dari usus (migrasi transmural), ascites, limfatik, sistem duktus bilier, dan duodenum lewat duktus pankreatikus11.
Kuman yang didapati pada pankreatitis akut adalah kuman pada traktus gastrointestinal seperti Escherichia coli, Pseudomonas spesies, Streptococcus fecalis, Enterococcus, Staphylococcus aureus. Kuman ini didapati dengan cara aspirasi cairan empedu dengan bantuan USG abdomen dan CT Scan12.
Jika kita menggunakan antibiotik, perlu juga dipikirkan penetrasi antibiotik ke pankreas. Antibiotik yang dapat dipakai adalah antibiotik yang dapat masuk sawar darah pankreas (blood-pancreatic juice). Hal ini ditemukan karena beragamnya konsentrasi antibiotik di dalam pankreas sesudah diberikan secara intravena pada hewan percobaan (anjing)13. Antibiotik yang telah diujicobakan pemakaiannya pada manusia dengan cara penghitungan kadar antibiotik dalam jaringan nekrosis dari pankreas dan diambil dengan aspirasi jarum dengan bantuan CT scan, adalah imipenem-cilastatin, pefloxacin, metronidazole, amikacin, gentamicin, dan mezlocillin. Hasilnya menunjukkan bahwa pefloxacin dan metronidazole mempunyai daya penetrasi yang baik, yaitu 89% dan 99%, kemudian diikuti oleh imipenem dan mezlocillin14.
Sedangkan hasil klinis yang didapat dengan percobaan serupa dengan membandingkan luas daerah nekrosis, terinfeksinya nekrosis, dan skor APACHE II, menghasilkan berupa tidak adanya perbedaan yang mencolok antara besar dan terinfeksinya daerah nekrosis. Tetapi, mempunyai hasil yang mencolok berupa perubahan skor APACHE II menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak diberikan antibiotik. Studi ini dilakukan oleh Schwarz dkk., yang melakukan studi mengunakan ofloxacin 2 x 200 mg dan metronidazole 3 x 500 mg secara intravena15. Sedangkan Pederzolli, Bassi, dan Vensentini, melakukan studi dengan menggunakan imipenem. Studi ini menghasilkan penurunan terinfeksinya jaringan nekrosis, tetapi tidak berpengaruh pada mortalitas16.
Penelitian Sanio dkk. mengunakan cefuroxime, mendapatkan hasil yang tidak baik sehingga mengharuskan perubahan pemberian antibiotik di hari ke-9 (rata-rata) dengan memakai imipenem ditambah vancomycin dan fluconazole17. Sedangkan Luitten dkk., dengan menggunakan kombinasi norfloxacin, colistin, dan amphotericin tidak mendapatkan hasil yang signifikan dalam hal morbiditas maupun berkurangnya infeksi pada pankreas18.
Studi yang dilakukan pada 1998 oleh Bassi, Falconi, dan Talamini dihasilkan hal yang menggembirakan, dengan membandingkan pemakaian imipenem 3 x 500 mg (IV) dengan pefloxacin 2 x 400 mg (IV) selama 2 minggu. Studi ini dilakukan terhadap 60 pasien. Tiga puluh (30) pasien diberikan imipenem dan 30 pasien diberikan pefloxacin. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan penggunaan imipenem, prosentase terinfeksinya jaringan nekrosis dan ekstrapankreatik lebih kecil daripada penggunaan pefloxacin. Tetapi, tidak ada perbedaan yang signifikan dari mortalitas19.
Perlukah Pemberian Antibiotik?
Jika mendapati pasien pankreatitis, perlu diketahui berat atau tidaknya perjalanan penyakitnya. Kemudian, perlu juga adanya identifikasi mengenai kelainan anatomis apakah sudah terjadi nekrosis, abses, dan sebagainya atau belum. Sebab, jika kita mendapati kasus yang berat, perlu adanya pertimbangan pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik dapat menurunkan mortalitas.
Pilihan antibiotik merupakan masalah berikutnya. Antobiotik yang dipilih harus sesuai dengan kuman yang ada (jika terjadi infeksi) pada pankreatitis akut, dan harus mempunyai konsentrasi yang cukup dengan cara melewati sawar darah-pankreas. Hal ini menimbulkan perlunya penelitian-penelitian lebih lanjut, meskipun pada studi-studi yang terbaru menunjukkan penggunaan imipenem dan pefloxacin merupakan regimen terapi yang mempunyai hasil yang memuaskan.
sumber.tempo.co.id
No comments:
Post a Comment