Saturday, June 23, 2007

Penggunaan omega 3 untuk kelainan hati yang disebabkan pemberian nutrisi parenteral (15-Jun-2007)
Oleh: DHS


Kalbe.co.id - Kelainan hati (PNALD = Parenteral Nutrition-Associated Liver Disease) merupakan komplikasi yang paling dikhawatirkan dari pemberian nutrisi parenteral jangka panjang pada anak-anak. Ada2 hal yang terkait dengan hal ini: yang berhubungan dengan toksisitas langsung dari nutrisi parenteral itu sendiri dan yang berhubungan dengan kelainan saluran cerna. Kombinasi keduanya akan mencetuskan progresifitas dari kelainan hati kolestasis.

Beberapa gejala yang dapat terjadi adalah: menurunnya rangsangan saluran cerna terhadap sekresi empedu dan motilitas kandung kemih, berkurangnya sumber makanan untuk enterosit, kadar glutamin kurang, short bowel syndrome, gangguan metabolisme pembentukan asam empedu, sepsis atau meningkatnya pertumbuhan bakteri karena statis saluran cerna atau prosedur infus vena sentral. Semua hal di atas akan merangsang hati yang akan diikuti pelepasan endotoksin: sel kupffer hati membangkitkan sitokin hepatotoksik (TNF-a, IL-1 dan 6). Usus juga memproduksi jenis sitokin yang sama sebagai respon terhadap pemberian nutrisi parenteral. Endotoksin ini akan menghambat aliran dari empedu, selanjutnya hal ini akan mempengaruhi sel kupffer untuk memproduksi kolagen yang akan mencetuskan terjadinya fibrosis. Diduga bahwa komposisi dari emulsi lemak yang diberikan secara intravena merupakan faktor penting yang berperan untuk kejadian ini. Angka kematian kejadian ini pada anak-anak mencapai 70 % jika dibiarkan secara progresif.

Dikatakan bahwa pemberian omega 6 tidak dapat meminimalkan gejala PNALD pada anak-anak ini. Sedangkan pemberian infus lipid intravena dengan kandungan omega 3 memiliki potensi dalam meminimalkan gejala PNALD ini.

Suatu studi untuk menilai efikasi emulsi lipid omega 3 sebagai terapi PNALD dilakukan antara bulan September 2004 hingga Agustus 2006 terhadap 18 bayi usia 1-7 bulan dengan kadar bilirubin > 2 mg/dL. Studi ini dilakukan oleh Mark Pudder,MD dari Harvard Medical School dan telah dipresentasikan pada The annual meeting of the Pediatric Academic Societies (PAS) tanggal 5 Mei 2007. Bayi-bayi ini menerima infus emulsi lemak yang bersumber dari minyak ikan (kaya akan omega 3) dengan rentang dosis 0,2-0,5 g/kgBB/hari dan dititrasi hingga 1 g/kgBB/hari

Setelah 91,5 hari terapi terlihat terjadi perubahan kadar bilirubin menjadi normal (direct bilirubin < 2mg/dL). Tidak terlihat komplikasi yang bermakna akibat pemberian infus omega 3 ini.

Berdasarkan penelitian dari universitas Michigan dilaporkan bahwa omega 3 memiliki kemampuan untuk mengurangi produksi dan efektifitas berbagai prostaglandin yang merupakan hormon yang terlibat pada proses inflamasi dan trombosis. Walaupun kita ketahui bahwa prostaglandin disintesis dari asam lemak tetapi omega 3 memiliki efek pengontrolan melalui 3 mekanisme yang berbeda:

a) Sangat sedikit omega 3 yang disintesa menjadi prostaglandin dibandingkan dengan omega 6.

b) Omega 3 berkompetisi dengan asam lemak omega 6 untuk menduduki tempat pelekatan enzim COX 1 untuk berkonversi menjadi prostaglandin. Semakin banyak omega 3 yang menempel pada tempat perlekatan semakin sedikit pula omega 6 yang dikonversi menjadi prostaglandin.

c) Prostaglandin yang terbentuk dari omega 3 memiliki kekuatan lebih kecil 2-50 kali dibandingkan dengan yang terbuat dari omega 6.



sumber.http://www.kalbe.co.id/index.php?mn=news&tipe=detail&detail=19039

No comments: