Wednesday, January 10, 2007


LUKA TEKAN (PRESSURE ULCER) : PENYEBAB DAN PENCEGAHAN





oleh

Yunita Sari


Jenderal Soedirman University, Purwokerto.

Gerontological Nursing/Wound Care Management DepartmentThe University of Tokyo, Japan








Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering tejadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau penyakit degeneratif. Istilah dekubitus sebenarnya kurang tepat dipakai untuk menggambarkan luka tekan karena asal kata dekubitus adalah de*****bere yang artinya berbaring[13]. Ini diartikan bahwa luka tekan hanya berkembang pada pasien yang dalam keadaan berbaring. Padahal sebenarnya luka tekan tidak hanya berkembang pada pasien yang berbaring, tapi juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan kursi roda atau prostesi[19]. Oleh karena itu istilah dekubitus sekarang ini jarang digunakan di literatur literatur untuk menggambarkan istilah luka tekan.Adanya luka tekan yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan masa perawatan pasien menjadi panjang dan peningkatan biaya rumah sakit. Oleh karena itu perawat perlu memahami secara komprehensif tentang luka tekan agar dapat memberikan pencegahan dan intervensi keperawatan yang tepat untuk pasien yang beresiko terkena luka tekan.

Fisiologi dekubitus
Luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompressi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompressi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel [19].

Daerah daerah yang paling sering terjadi luka tekan tergantung kepada area yang sering mengalami tekanan, yaitu :
a. Pada posisi terlentang yaitu daerah belakang kepala, sakrum dan tumit
b. Pada posisi duduk yaitu daerah ischium, atau koksik.
c. Posisi lateral yaitu pada daerah trochanter.

Faktor resiko
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan.

Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan.

Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari pasien. sedangkan yang dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu faktor - faktor dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada lapisan eksternal dari kulit. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :

1. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan[6][16]. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.

2. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan [16].
3. Kelembapan
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi[18]. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

4. Tenaga yang merobek ( shear )
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad[18]. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit[19].
5. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati[19].

6. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

7. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis[18]. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.

8. Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.

9. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan[18].

10. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.

11. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras[19]. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras

gambar 2 .alat untuk mengukur tekanan antar muka (kiri) dan cara pengukurannya (kanan) (courtesy of prof.Hiromi Sanada, Japan)







Stadium luka tekan
Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel )[9], luka tekan dibagi menjadi empat stadium (gambar 2 ), yaitu :
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.


2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.


3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam


4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.


gambar 3

Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam ( top-down). Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit[21]. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang.

Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear).Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat [3]. NPUAP dan WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial ( bottom-up)[3].
Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar[15]. Yang selama ini sering digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan[3]. Pada orang yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit. Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI, yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan yang parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan dipermukaan kulit atau hanya minimal[15]].


Gambar 4 menunjukan adanya daerah hypoechoic (lingkaran merah) pada pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi.




gambar.4


Pencegahan dan intervensi awal pasien dengan luka tekan :
1. Kaji resiko individu terhadap kejadian luka tekan

2. Pengkajian resiko luka tekan seharusnya dilakukan pada saat pasien memasuki RS dan diulang dengan pola yang teratur atau ketika ada perubahan yang signifikan pada pasien, seperti pembedahan atau penurunan status kesehatan[5]. Beberapa instrumen pengkajian resiko dapat digunakan untuk mengetahui skor resiko. Diantara skala yang sering digunakan adalah skala Braden dan Norton[18]. Saat ini skala Braden telah diuji validitasnya di Indonesia, dan memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang tinggi [17].

3. Identifikasi kelompok kelompok yang beresiko tinggi terhadap kejadian luka tekan. Orangtua dengan usia lebih dari 60 tahun, bayi dan neonatal, pasien injuri tulang belakang adalah kelompok yang mempunyai resiko tinggi terhadap kejadian luka tekan[12].
4. Kaji keadaan kulit secara teratura. Pengkajian kulit setidaknya sehari sekalib. Kaji semua daerah diatas tulang yang menonjol setidaknya sehari sekali . c. Kulit yang kemerahan dan daerah diatas tulang yang menonjol seharusnya tidak dipijat karena pijatan yang keras dapat mengganggu perfusi ke jaringan[1]

5. Kaji status mobilitas. Untuk pasien yang lemah, lakukanlah perubahan posisi. Ketika menggunakan posisi lateral, hindari tekanan secara langsung pada daerah trochanter. Bila ingin memposisikan pasien pada posisi lateral, maka posisikanlah pasien pada posisi lateral inklin 30 , posisi ini memungkinkan distribusi tekanan pada daerah yang lebih luas[16]. Posisi lateral inklin 30 derajad terdapat pada gambar 5.
Untuk menghindari luka tekan didaerah tumit, gunakanlah bantal yang diletakan dibawah kaki bawah. Bantal juga dapat digunakan pada daerah berikut untuk mengurangi kejadian luka tekan :


● Diantara lutut kanan dan lutut kiri
● Diantara mata kaki
● Dibelakang punggung
● Dibawah kepala

6. Minimalkan terjadinya tekanan.

● Hindari menggunakan kasa yang berbentuk donat di tumit[14]. Perawat dirumah sakit di Indonesia masih sering menggunakan donat yang dibuat dari kasa atau balon untuk mencegah luka tekan. Menurut hasil penelitian Sanada (1998) ini justru dapat mengakibatkan region yang kontak dengan kasa donat menjadi iskemia.

● Rendahkan kepala tempat tidur 1 jam setelah makan, bila tidak mungkin karena kondisi pasien, maka kajilah daerah sakral lebih sering

● Tentukanlah jenis matras yang sesuai dengan kondisi pasien[19].


7. Kaji dan minimalkan terhadap pergesekan (friction)dan tenaga yang merobek (shear).

Bersihkan dan keringkan kulit secepat mungkin setelah episode inkontinensia. Kulit yang lembab mengakibatkan mudahnya terjadi pergesaran dan perobekan jaringan. Pertahankan kepala tempat tidur pada posisi 30 atau dibawah 30 derajat untuk mencegah pasien merosot yang dapat mengakibatkan terjadinya perobekan jaringan[19].

8. Kajilah inkontinensia
Kelembapan yang disebabkan oleh inkontinensia dapat menyebabkan maserasi. Lakukanlah latihan untuk melatih kandung kemih (bladder training) pada pasien yang mengalami inkontinesia. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka tekan adalah :

● Bersihkanlah setiap kali lembab dengan pembersih dengan PH seimbang.
● Hindari menggosok kulit dengan keras karena dapat mengakibatkan trauma pada kulit.
● Pembersih perianal yang mengandung antimikroba topikal dapat digunakan untuk mengurangi jumlah mikroba didaerah kulit perianal[10]..
● Gunakalah air yang hangat atau sabun yang lembut untuk mencegah kekeringan pada kulit. Kulit orangtua lebih kecil toleransinya dari efek kekeringan karena sabun dan air panas[19]..
● Berikanlah pelembab pada pasien setelah dimandikan untuk mengembalikan kelembaban kulit.
● Bila pasien menggunakan diaper, pilihlah diaper yang memiliki daya serap yang baik, untuk mengurangi kelembapan kulit akibat inkontinensia.9. Kaji status nutrisi
● Pasien dengan luka tekan biasanya memiliki serum albumin dan hemoglobin yang lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak terkena luka tekan[11]
● Kajilah status nutrisi yang meliputi berat badan pasien, intake makanan, nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan pencernaan, gangguan pada gigi, riwayat pembedahan atau intervensi keperawat/medis yang mempengaruhi intake makanan[19].

10. Kaji dan monitor luka tekan pada setiap penggantian balutan luka[19].meliputi :

● Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan ( granulasi, nekrotik, eschar), ukuran luka, eksudat ( jumlah, tipe, karakter, bau), serta ada tidaknya infeksi.
● Stadium dari luka tekan
● Kondisi kulit sekeliling luka
● Nyeri pada luka

11. Kajilah faktor yang menunda status penyembuhan
● Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi kondisi seperti malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia
● Medikasi seperti steroid, agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga akan mengganggu penyembuhan luka[18].12. Evaluasi penyembuhan luka
● Luka tekan stadium II seharusnya menunjukan penyembuhan luka dalam waktu 1 sampai 2 minggu. Pengencilan ukuran luka setelah 2 minggu juga dapat digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka. Bila kondisi luka memburuk atau terjadi deteriorasi pada luka, evaluasilah luka secepat mungkin[21].
● Parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi luka, eksudat, dan jaringan luka.
● Pantaulah perkembangan dari penyembuhan luka dengan menggunakan instrumen/skala. Contoh instrumen yang sering digunakan untuk mengkaji penyembuhan luka adalah PSST (pressure sore status tool ), dan PUSH ( pressure ulcer scale for healing)[4].

13. Kajilah komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses, osteomielitis, bakteremia, fistula[19].

14. Berilah pasien edukasi berupa penyebab dan faktor resiko untuk luka tekan dan cara cara untuk meminimalkan luka tekan.


AcknowledgementI would like to thank to Professor Hiromi Sanada and Gojiro Nakagami for the figures and helping me in creating this article. Daftar Pustaka1. Agency for Health Care Policy and Reseach, U.S. Department of health and Human Services. Pressure ulcers in adult: prediction and prevention. 1992. Rockville2. Allman R.M.,Goode,P.S, Patrick,M.M.,et al. Pressure ulcer risk factors among hospitalized patients with activity limitations. Journal of the american Medical association. 1995;273:865-8703. Ankrom A.M., Bennet G.R., Sprigle S.,et al. Pressure-related deep tissue injury under intact skin skin and the current pressure ulcer staging systems. Advances in skin and wound care.2005;18:35-424. Bates -Jensen . Indices to include in wound healing assessment. Advances in Wound Care. 1995;8:25-35. Berlowitz D.R., Brandeis. G.H., Anderson J., Du W, et al. Effect of pressure ulcers on the survival of long -term care residents. The Journal Of Gerontology. 1997, 52A6. Braden BJ, Bergstrom N . A conceptual schema for the study of the etiology of pressure sores. Rehab Nursing, 2000, 25, 105-1107. Defloor T., The Risk of Pressure Sores: Aconceptual scheme. Journal of Clinical Nursing, 1999;8:206-216,. 8. Guenter P., Malyszck R.,Bliss D.Z.,et al. Survey of nutritional status in newly hospitalized patiens with stage III or stage IV pressure ulcers. Advances in Wound Care.2000;13:164-1689. National Pressure Ulcer Advisory Panel. Push Tools. Available at : http://www.npuap.org. Accesed Desember 200610. Newman. D.K., Wallace.D.W., et.al Moisture control and incontinence management. In D.L Krasner.G.T. Rodeheaver,and R.G Sibbald, Chronic wound care : A clinical source book for healthcare professionals (3rd ed).2001. Wayne,PA:HMP communication11. Pieper B., Sugrue M., Weiland M., et al. Risk factor, prevention methods, and wound care for patients with pressure ulcers. Clinical Nurse Speacialist.1998;12:712. Quigley. S.M., Curley. M.A.Q. Skin Integrity in The Pediatric Population: preventing and managing pressure ulcers. Journal Of The Society Of Pediatric Nurses. 1996;1(1):713. Republika. Dekubitus. Available at: www.republika.co.id. Acessed Desember 2006.14. Sanada, H. Pressure ulcers management. http://square.umin.ac.jp/sanada/english/show-e.html. Accessed Desember 200615. Sato M., Sanada H., Konya C., et al. Prognosis stage I and related factors. International Wound Journal. 2006;3:335-36216. Sugama., J., Sanada, H., Kanagawa, K., et al . Risk factors of pressure sore development, intensive care unit, Pressure – relieving care, the Japanese version of the Braden Scale. Kanazawa Junior Collage, 1992, 16, 55-5917. Suriadi, Sanada H, Kitagawa A, et.al. Study of reliability and validity of the braden scale translated into indonesia. 2003. Master thesis. Kanazawa University, Japan18. Sussman, C. & Bates-Jensen, B.M.. Wound Care: a collaborative practice manual for physical therapist and nurses. Second Edition. Gaithersburg: AN Aspen publication, 2001,235 – 26019. Wound Ostomy and Continence Nurses Society : Guideline for prevention and management of pressure ulcers, 2003, 1-1520. Wound, Ostomy, and Continence Nurses Society. WOCN society response to NPUAP white papers: Deep tissue injury, stage 1 pressure ulcer, and stage II pressure ulcers. Glenview ill: Wound, Ostomy, and Continence Nurses Society;200521. Van Rijswijk L., Braden B. Pressure ulcer patient and wound assessment: An AHCPR clinical parctice guideline update. ostomy/Wound Management.1999;45(suppl.1A):56S-67S


artikel ini dimuat atas izin yunita sari

1 comment:

Unknown said...

My name is hoover, my 18 years old daughter, Tricia was diagnosed of herpes 3 years ago. ever since then,we have been going from one hospital to the other. We tried all sorts of pills but all efforts to get rid of the virus was futile. The blisters kept on reappearing after some months. My daughter was making use of Acyclovir tablets 200mg. 2 tablets every 6hours and fusitin cream 15grams. and H5 POT. Permanganate with water to be applied 2x a day but all still show no result. So I was on the internet some months back, to sought for any other means of saving my only child. just then, i came across a comment on dr imoloa herbal treatment and decided to give it a try. i contacted the him and he prepared some herbs and sent it to me together with guidelines on how to use the herbs through DHL courier service. my daughter used it as directed dr imoloa and in less than 14days, my daughter regained her health.. You should contact Dr imoloa today directly on his email address for any kind of health challenge; lupus disease,  mouth ulcer,  mouth cancer, body pain, fever, hepatitis A.B.C.,   syphilis,  diarrhea,  HIV/AIDS,  Huntington's Disease,   back acne,  Chronic renal failure,   addison disease,  Chronic Pain,   Crohn's Disease,   Cystic Fibrosis,  Fibromyalgia,   Inflammatory Bowel Disease,  fungal nail disease, Lyme Disease, Celia disease, Lymphoma, Major Depression,  Malignant Melanoma,   Mania,  Melorheostosis,   Meniere's Disease,  Mucopolysaccharidosis , Multiple Sclerosis,  Muscular Dystrophy,  Rheumatoid Arthritis, Alzheimer's Disease, parkison disease, vaginal cancer, epilepsy,  Anxiety Disorders, Autoimmune Disease,   Back Pain,  Back Sprain,   Bipolar Disorder,  Brain Tumour,  Malignant,   Bruxism, Bulimia,  Cervical Disk Disease, cardiovascular disease, Neoplasms, chronic respiratory disease,  mental and behavioural disorder,     Cystic Fibrosis,   Hypertension, Diabetes, asthma,  Inflammatory autoimmune-mediated arthritis.  chronic kidney disease, inflammatory joint disease,  impotence,  feta alcohol spectrum,  Dysthymic Disorder,   Eczema, tuberculosis,  Chronic Fatigue Syndrome, constipation, inflammatory bowel disease.  and many more; contact him on email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com./ also on  whatssap-+2347081986098.