Sunday, May 13, 2007

Penanganan Kanker Stadium Lanjut

Strategi “perang” melawan kanker yang terbaik ialah dengan pencegahan seperti juga pada penyakit-penyakit lain. Tetapi apabila hal ini telah dikerjakan, namun masih juga terserang penyakit kanker, maka seyogyanya penyakit itu secepatnya diketahui dengan melaksanakan upaya-upaya deteksi dini. Karena bila penyakit itu diketemukan dalam stadium dini, maka pengobatan akan memberikan hasil yang lebih baik. Dengan kata lain, prosentase kesembuhan akan lebih tinggi.



Pengobatan penyakit kanker dapat dengan pembedahan , dengan memberikan obat-obat antikanker (yang disebut kemoterapi ), ataupun dengan penyinaran yang disebut radioterapi . Sering juga diberikan kombinasi dari ketiga cara pengobatan itu.

Tetapi kalau penyakit kanker itu telah dalam stadium lanjut, atau telah menyebar luas ke berbagai bagian tubuh, maka sulitlah –bahkan dapat dikatakan tidak mungkin– untuk disembuhkan, sekalipun dengan teknologi kedokteran yang canggih.

Seringkah Diketemukan Penderita Penyakit Kanker Stadium Lanjut?

Ironisnya, sebagaimana telah dilaporkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, lebih dari 50% penderita kanker datang pertama kali untuk berobat sudah dalam stadium lanjut. Sedangkan angka kejadian atau insidens penyakit kanker di Indonesia adalah 0,1% dari jumlah penduduk.

Mengapa kebanyakan penderita kanker datang terlambat untuk berobat? Banyak faktor penyebabnya, antara lain:

• Pada stadium dini sering tidak disadari oleh penderita bahwa ia sedang menderita penyakit kanker. Karena gejala pada stadium dini sering tidak khas dan tidak menakutkan.
• Kalau penyakit kanker sudah mulai menyebar ke kelenjar getah bening yang menyebabkan timbulnya benjolan, masih juga kurang mendapat perhatian, atau kadang-kadang berpendapat bahwa hal itu “dibuat” (disantet) oleh orang yang bermaksud jahat terhadap penderita.
• Bila penderita mengerti bahwa penyakit itu bukan penyakit biasa, seringkali penderita takut memeriksakan diri karena takut dioperasi.
• Yang juga sering terjadi, penderita sadar bahwa penyakit itu bukan penyakit biasa, dan tidak takut meskipun ada kemungkinan dioperasi, tetapi biaya untuk berobat sering menjadi kendala. Untunglah sekarang sudah ada program “maskin” yang sangat membantu penderita yang kurang beruntung (tidak mampu).

Akibat itu semua, maka penderita baru datang untuk berobat setelah dirasakan penderitaannya mengganggu atau menakutkan, misalnya nyeri, pendarahan, sesak nafas, dan sebagainya.

Penderitaan Penderita Kanker Stadium Lanjut

Makin lanjut stadiumnya akan memberikan penderitaan yang makin berat. Kadang-kadang penderitaan itu tidak tertahankan oleh penderita. Karena beratnya penderitaan yang dideritanya, ia nekad mencoba bunuh diri. Penderitaan itu tidak saja dirasakan oleh penderita sendiri, tetapi juga oleh keluarganya.

Mengapa tidak kita tingkatkan upaya dengan terus mempergunakan berbagai cara untuk dapat menyembuhkan? Bila sembuh penyakitnya tentu penderitaannya juga akan hilang!

Kalau kanker itu sudah menyebar ke berbagai bagian tubuh atau ke berbagai organ tubuh kita, sebagaimana dikatakan tadi tidak mungkin lagi disembuhkan. Kalau kita terus mengupayakan dengan berbagai cara pengobatan dengan harapan dapat sembuh, yang kita dapatkan ialah bertambahnya penderitaan. Karena upaya kita akan menyebabkan penderitaan datang dari dua sumber:
• Sumber pertama dari penyakitnya sendiri yang memang tidak mungkin disembuhkan dan akan tetap memberikan penderitaan.
• Sumber kedua akibat dari upaya kita. Pengobatan kanker dengan cara apa pun selalu memberikan efek samping yang menyebabkan penderita tidak nyaman. Pembedahan dan pasca bedah tentu akan menyebabkan nyeri . Efek samping kemoterapi dan radioterapi juga akan membuat penderita tidak nyaman, antara lain mual, muntah , dan sebagainya.

Karena hal-hal tersebut, maka penderita akan tambah menderita dan akhirnya meninggal dalam penderitaan yang berat.

Apakah Strategi Kita Bila Kanker Sudah Dalam Stadium Lanjut?

Kalau saja anggota keluarga kita ada yang menderita demikian, atau kalau Anda pernah melihat betapa berat penderitaannya, kalau saja Anda pernah mendengar rintihannya atau bahkan jeritannya, saya percaya Anda tidak akan sampai hati membiarkannya.

Tetapi tentunya tidak cukup hanya merasa iba tanpa berbuat sesuatu. Marilah kita berbuat sesuatu untuk menolong saudara kita yang menderita itu. Marilah kita memberikan terang kepada saudara kita yang telah jatuh ke dalam kegelapan penuh derita. Marilah kita berbuat sesuatu untuk mengembalikan iman saudara kita yang telah tergoncang atau bahkan hilang akibat penderitaan yang berat.

Tetapi apa yang akan kita perbuat? Dalam keadaan seperti ini hanyalah perawatan paliatif yang dapat dikerjakan secara manusiawi, realistik, dan rasional.

Apakah Perawatan Paliatif Itu?

Kalau perawatan paliatif belum Anda kenal, bahkan Anda belum pernah mendengarnya, itu dapat dimengerti. Karena memang perawatan paliatif merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang relatif baru di Indonesia. Kebijakan perawatan paliatif ini baru dicanangkan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dengan diterbitkannya SK Menkes RI nomor 604/MENKES/SK/IX/1989. Sedangkan pelayanan perawatan paliatif untuk masyarakat baru dimulai pada tanggal 19 Februari 1992.

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization; WHO) memberikan definisi perawatan paliatif sebagai berikut (2005):


Paliative Care is an integrated system of care that: improves the quality of life, by providing pain and symptom relief, spiritual and psychosocial support from diagnosis to the end of life and bereavement.


Terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut:

Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang meningkatkan kualitas hidup, dengan meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hidup, dan dukungan terhadap keluarga yang merasa kehilangan.


Sedangkan di dalam buku Pedoman Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997) didapatkan falsafah yang mendasari pelaksanaan perawatan paliatif, sebagai berikut:

Menjadi hak semua pasien untuk mendapatkan perawatan yang terbaik sampai akhir hayatnya. Penderita kanker yang dalam stadium lanjut atau tidak berangsur-angsur sembuh perlu mendapat pelayanan kesehatan sehingga penderitaannya dapat dikurangi. Pelayanan yang diberikan harus dapat meningkatkan kualitas hidup yang optimal, sehingga pasien dapat meninggal dengan tenang dalam iman.


Dalam definisi dan falsafah yang mendasari perawatan paliatif, disebut-sebut selain masalah fisik –misalnya nyeri– juga masalah psikologis, sosial, dan spiritual. Hal ini didasarkan kepada: manusia sebenarnya tidak hanya terdiri dari unsur fisik saja, tetapi juga psikologis, sosial, kultural, dan spiritual. Berbagai unsur ini saling berhubungan dan saling memperngaruhi. Karenanya bila salah satu unsur ini mengalami gangguan, maka unsur lainnya akan ikut terganggu. Sebenarnya hal ini telah lama sebelumnya diajarkan kepada kita.

“Dalam tubuh manusia itu terdapat segumpal daging. Jika bagus (segumpal daging itu), maka bagus jugalah seluruhnya (jiwa, pikiran, perilakunya). Tapi jika buruk (segumpal daging itu), maka buruk jugalah seluruhnya (jiwa, pikiran, perilakunya). Ketahuilah, bahwa ia (segumpal daging itu) adalah HATI.”
-Hadist
(Sumber: Rizal Ibrahim. Keajaiban Hati. DIVA Press. Cetakan III. Jan 2007)

Konsep Penderitaan Total

Sebagaimana telah dikatakan di atas, bahwa manusia tidak hanya terdiri dari unsur fisik saja yang dapat kita lihat, tetapi masih banyak lagi unsur-unsur yang membentuk manusia seutuhnya. Karena tidak nampak jelas seperti unsur fisik, unsur-unsur itu sering tidak diperhatikan bahkan diabaikan.

Unsur-unsur yang membentuk manusia itu seperti telah disinggung di atas, yakni: fisik, psikologis , sosial, kultural dan spiritual. Unsur-unsur ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Contoh: masalah-masalah psikologis, sosial, kultural, dan spiritual dapat menyebabkan nyeri fisik atau memperberat nyeri fisik. Dalam hal ini tidak ada satupun obat anti nyeri yang dapat memperingan apalagi menghilangkan nyeri yang dirasakan penderita, kecuali bila pada saat yang sama kita tangani juga masalah-masalah dari berbagai unsur tesebut. Demikian pula sebaliknya.

Contoh di atas merupakan suatu kenyataan yang menggarisbawahi betapa pentingnya untuk mengevaluasi berbagai masalah itu dan menanganinya secara simultan. Untuk dapat melaksanakan ini dibutuhkan suatu tim dari individu-individu dengan berbagai keahlian yang saling mendukung, yang disebut tim interdisiplin.

Ke dalam tim ini harus dimasukkan penderita dan keluarganya. Justru sebenarnya penderita adalah anggota tim yang utama. Karena penderitalah yang berhak pertama kali mengetahui tentang penyakitnya dan pengobatan apa yang akan diberikan padanya. Ia pula yang berhak menentukan pengobatan mana yang akan diterima dan mana yang ditolak, setelah mendapatkan informasi yang jelas.

Tanpa tim yang mampu melaksanakan perawatan total (total care) atau perawatan holistik (holistic care) seperti ini, yang merupakan persyaratan dalam pelaksanaan perawatan paliatif, tidak mungkin kita akan meningkatkan kualitas hidup penderita dan keluarganya.

Kasih Dalam Perawatan Paliatif

Kasih, mau tidak mau harus kita akui sebagai suatu aspek penting dalam perawatan paliatif, bahkan lebih penting dari penanganan nyeri yang merupakan salah satu hal yang mutlak harus dilaksanakan. Perwujudan kasih akan nampak dalam perawatan paliatif pada hal-hal seperti: kasih dalam merespon kebutuhan-kebutuhan seseorang. Kasih akan nampak pula dalam pelaksanaan pendampingan dan momen-momen lain keberadaan kita bersama penderita yang dilakukan dengan penuh perhatian.

Ini semua tak lain merupakan bentuk pernyataan kasih sayang yang merupakan inti dari altruistic love, kasih sayang yang mengutamakan kepentingan orang lain (altrui = orang lain). Namun demikian, kasih sayang yang demikian itu tidak perlu meniadakan kepedulian terhadap diri sendiri.

Marilah kita melihat sejenak arti kasih dan berbagai bentuk perwujudannya, yang secara sadar atau tidak, pernah kita alami.
Kasih antara sepasang insan.
Kasih kepada orang tua kita.
Kasih kepada anak.
Masih banyak lagi kasih yang pernah kita alami dalam arti dan perwujudannya yang berbeda-beda. Lalu apakah arti kasih dalam pelaksanaan perawatan paliatif? Kasih yang mendasari pelaksanaan perawatan paliatif mempunyai arti kepedulian.

Kasih yang berarti kepedulian dapat berupa:
• Kepedulian pada diri sendiri
Menyebabkan kita mampu mengenal dan mencintai diri sendiri. Kita akan mengetahui kekuatan dan kelemahan yang kita miliki. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, maka individu itu dapat selalu menampilkan diri yang dapat diterima oleh siapapun di lingkungan di mana ia berada.
• Kepedulian terhadap masyarakat
Karena kepeduliannya terhadap masyarakat, sering individu tersebut dalam upayanya berbuat suatu kebaikan untuk masyarakatnya mendapat cemoohan dan ejekan.

Kepedulian adalah deskripsi kasih sayang seseorang yang muncul akibat adanya rasa ketidaktegaan melihat keadaan atau penderitaan seseorang. Kemudian timbul dorongan dalam diri kita untuk membantu orang lain yang sedang menderita.

Kepedulian sesunguhnya merupakan ungkapan ketulusan atau pengorbanan tanpa pamrih. Seseorang yang mencoba mengulurkan tangan saat melihat kendaraan orang lain mogok di perjalanan tidaklah diartikan sebagai upaya menarik simpati orang. Tetapi semata-mata murni ungkapan kasih sayang pada sesama.

Kalaupun akibat bantuan tersebut, orang yang dibantu merasa simpati, itu hal lain. Yang pasti bantuan yang diberikan merupakan panggilan hati yang telah mengusik pikiran dan perasaan seseorang akan kesusahan orang lain. Kepedulian sebagai wujud kasih sayang memang harus dilandasi oleh ketulusan. Jika tidak, ia hanya sebuah ungkapan semu yang tidak bermakna. Kalau kita membantu orang lain tanpa ketulusan, ada yang terlintas dalam pikiran ingin mendapat imbalan atau pujian dari orang lain. Apabila hal ini tidak terjadi, timbullah kekecewaan.

Ketulusan adalah kata lain dari keikhlasan. Ikhlas adalah kekuatan yang mampu menyuntikkan sindroma ketenangan jiwa. Keikhlasan menjadikan kita sebagai manusia yang pandai bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita, sehingga ada kebahagiaan yang menyelimuti gerak dan langkah kita. Ada kepuasan batin ketika apa yang kita miliki memberikan manfaat pada orang lain.

Habis manis sepah dibuang

Sebenarnya dengan berkembangnya pelayanan kesehatan ke arah yang makin baik, maka kita sekarang telah melakukan intervensi medis terhadap manusia pada awal kehidupannya, yakni semasa manusia itu masih di dalam kandungan ibunya, dengan pelayanan ante natal yang bertujuan (Acuan Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2002):
• Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi.
• meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan bayi.
• Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.
• Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat baik Ibu maupun bayinya, dengan trauma seminimal mungkin.
• Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan dapat memberikan ASI eksklusif.
• Mempersembahkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

Dari tujuan-tujuan tersebut di atas, maka kita mengerti semua itu dilakukan antara lain untuk mempersiapkan awal kehidupan yang berkualitas. Atau dengan kata lain kita mempersiapkan manusia itu untuk memulai kehidupan di dunia ini dengan baik.

Kemudian bayi itu tumbuh sebagai anak yang sehat, dan selanjutnya menjadi orang dewasa yang sehat. Manusia ini dapat dipastikan pernah berbuat kebaikan atau jasa, paling sedikit untuk keluarganya, atau bahkan untuk masyarakat, bangsa, dan negaranya. Mengapa saat manusia ini menjadi tidak berdaya karena penyakitnya, tidak menjadi perhatian kita?

Sangatlah tidak adil, apabila kita tidak menyiapkan manusia ini untuk memulai kehidupannya di akhirat, seperti yang kita lakukan pada waktu manusia ini akan mulai dengan kehidupan di dunia.

Janganlah habis manis sepah dibuang!

Marilah kita persiapkan dan kita hantarkan mereka yang sudah tidak berdaya itu untuk memasuki pintu kehidupan akhirat dengan baik, dengan melakukan perawatan paliatif.

* Makalah disampaikan pada Simposium Awam dan Citra Pesona Paliatif, Hyatt Regency Hotel Surabaya, 17 Februari 2007


Terakhir direvisi ( Saturday, 07 April 2007 )
sumber http://rumahkanker.com/content/view/37/54/

No comments: